SEJARAH SINGKAT KOTA GRESIK
memenuhi permintaan anggota group @Bre Kertabumi Prabu Brawijaya V
Gresik sudah dkenal sejak abad ke-11 ketika tumbuh menjadi pusat perdagangan tidak saja antar pulau, tetapi sudah meluas keberbagai Negara. Sebaga kota Bandar, Gresik banyak dikunjungi pedagang Cina, Arab, Gujarat, Kalkuta, Siam, Benggali, Campa dan lain-lain. Gresik mulai tampil menonjol dalam peraturan sejarah sejak berkembangnya agama Islam di tanah Jawa.
Pembawa dan penyebar agama islam tersebut tidak lain adalah Syech Maulana Malik Ibrahim yang bersama-sama Fatimah Binti Maimun masuk ke Gresik pada awal abad ke-11.
Sejak lahir dan berkembangnya kota Gresk selain berawal dari masuknya agama Islam yang kemudian menyebar keseluruh pulau Jawa, tidak terlepas dari nama Nyai Ageng Penatih, dari janda Kaya Raya, yang juga seorang syahbandar, inilah nantinya akan kita temukan nama seseorang yang kemudian menjadi tonggak sejarah berdirinya kota Gresik.
Dia adalah seorang bayi asal Blambangan (Kabupaten Banyuwangi) yang dbuang ke laut oleh orang tuanya. Dan ditemukan oleh para pelaut anak buah Nyai Ageng Pinatih yang kemudian diberi nama Jaka Samudra. Setelah perjaka bergelar Raden Paku yang kemudian menjadi penguasa pemerintahan yang berpusat di Giri Kedaton, dari tempat inilah beliau kemudian dikenal dengan panggilan Sunan Giri. Kalau Syech Maulana Malik Ibrahim pada jamannya dianggap sebagai para penguasa, tiang para raja dan menteri, maka Sunan Giri disamping kedudukannya sebagai seorang Sunan atau Wali (penyebar agama Islam) juga dianggap sebagai Sultan/Prabu (penguasa pemerintahan)
Sunan Giri dikenal menjadi salah satu tokoh Wali Songo ini, juga dikenal dengan prabu Satmoto atau Sultan Aiun Yaqin.
Tahun dimana beliau dinobatkan sebagai penguasa pemerintahan (1487 M) akhirnya dijadikan sebagai hari lahirnya kota Gresik. Beliau memerintah gresik selama 30 tahun dan dilanjutkan oleh keturunanya sampai kurang lebih 200 tahun.
Menjabat sebagai bupati yang pertama adalah Kyai Ngabehi Tumenggung Poesponegoro pada tahun 1617 saka, yang jasadnya dimakamkan di komplek makan Poesponegoro di Jalan Pahlawan Gresik, satu komplek dengan makam Syech Maulana Malik Ibrahim.
Semula kabupaten ini bernama Kabupaten Surabaya. Memasuki dilaksanakannya PP Nomor 38 Tahun 1974, seluruh kegiatan pemerintahan mulai berangsur-angsur dipindahkan ke Gresik dan namanya kemudian berganti dengan Kabupaten Daerah Tingkat II Gresik dengan pusat kegiatan di kota Gresik
Kabupaten Gresik yang merupakan sub wilayah pengembangan bagian (SWPB) tidak terlepas dari kegiatan sub wilayah pengembangan Gerbang Kertosusilo (Gresik, Bangkalan, Mojokerto, Surabaya, Sidoarjo, Lamongan). Termasuk salah satu bagian dari 9 sub wilayah pengembangan Jawa Timur yang kegiatannya diarahkan pada sektor pertanian, industri, perdagangan, maritim, pendidikan dan industri wisata.
Dengan ditetapkannya Gresik sebagai bagian salah satu wilayah pengembangan Gerbangkertosusilo dan juga sebagai wilayah industri, maka kota Gresik menjadi lebih terkenal dan termashur, tidak saja di persada nusantara, tapi juga ke seluruh dunia yang di tandai denganmunculnya industri multi modern yang patut dibanggakan bangsa Indonesia
About these ads
”Legenda Sunan Giri dan Kerajaannya Giri Kedaton dalam pemahamannya "
Oleh : Deny Wahyu Apriadi
Legenda tentang Sunan Giri yang bernama muda Raden Paku, sangat terkenal di kalangan masyarakat Gresik dan masyarakat desa Giri pada khususnya. Legenda ini merupakan suatu bentuk gambaran sejarah mengenai Sunan Giri mulai dari masa kecil hingga akhir hidupnya. Legenda yang berkembang pada masyarakat Gresik pada umumnya dimulai dengan penjelasan bahwa ketika masih bayi Sunan Giri dimasukkan ke dalam peti dan dilempar ke laut, sampai diselamatkan nakhoda kapal dagang milik Nyai Ageng Pinatih yang merupakan saudagar wanita yang ternama di kalangan kaum pedagang di laut Jawa. Bayi itu dilahirkan oleh Dewi Sekardadu, putri raja Menak Sembuyu dari kerajaan Blambangan yang pernah disembuhkan Maulana Ishak, yang kemudian jadi suaminya, dari suatu penyakit. Dewi Sekardadu akhirnya memeluk agama Islam atas bimbingan Maulana Ishak, meskipun raja Blambangan itu sendiri tak berhasil dibawanya masuk Islam. Itulah sebabnya ia meninggalkan Blambangan, yang lantas kejangkitan wabah penyakit, dan rakyat menuduh kandungan Dewi Sekardadu sebagai penyebabnya. Bayi itu lantas dilarung ke laut lepas. Nyai Ageng Pinatih yang memelihara bayi itu disebut sebagai janda patih Samboja, patih Blambangan, dan tentunya janda pedagang ini Islam, karena menyekolahkan anak angkatnya ini kepada orang suci dari Ngampel Denta.
Menurut tradisi tulis, Babad Gresik, disebutkan bahwa sebelum lahirnya Kerajaan Giri Kedaton pada tahun 1487 M, Gresik dibawa kekuasaan Majapahit pada zamannya. Pendiri Kerajaan Giri Kedaton adalah Joko Samudro atau Raden Paku atau Sunan Giri bergelar Prabu Satmoto atau Sultan Ainul Yakin. Beliau adalah putra dari Maulana Ishak dengan seorang putri Blambangan bernama Dewi Sekardadu. Dewi Sekardadu dihadiahkan oleh ayahnya kepada Maulana Ishak karena beliau berhasil menyembuhkan putri ini dari sakitnya. Sesuai dengan pola umum dalam penulisan babad, nampaknya ditunjukkan kesinambungan asal usul dari seorang pemimpin, sehingga diharapkan ia akan memperoleh pengakuan dari masyarakat. Tampilnya Sunan Giri sebagai pemimpin sekaligus raja pertama Giri Kedaton tidak lepas dari situasi politik Kerajaan Majapahit yang sedang mengalami disintegrasi, setidaknya pada sekitar tahun 1478 M. Namun situasi itu diliputi oleh mitos dan legenda, sehingga memerlukan interpretasi tersendiri. Bagi pengetahuan sejarah yang paling penting adalah bahwa peristiwa itu secara kasar dijadikan sebagai pemisah antara zaman kuno dengan zaman baru dalam sejarah Indonesia.
Menurut Babad Gresik bahwa sebelum Sunan Giri menobatkan diri menjadi Raja Giri Kedaton bergelar Prabu Satmoto dengan disaksikan oleh para wali pada zamannya, beliau mendirikan kedaton (istana) tujuh tingkat (tundha pitu) disebuah bukit, yang kemudian dikenal dengan Giri Kedaton. Pembangunan kedaton berlangsung pada tahun 1408 Saka/1486 M, mendapat gelar Prabu Satmoto pada tahun 1409 Saka/1487 M, kemudian beliau meninggal pada tahun 1428 Saka/1506 M, dimakamkan di Giri Gajah. Pemerintahan Giri kemudian dilanjutkan oleh ahli warisnya yang sering disebut Sunan Dalem.
Legenda Nama Kota Gresik
Melacak asal usul nama Gresik adalah satu hal yang sangat menarik. Banyak ditemukan penuturan tradisional berupa tradisi lisan, babad, serat, syair (macapat), yang kadang tidak dapat diterima oleh akal sehat, sehingga sulit dikaji secara akurat.
Namun sumber tersebut dapat dijadikan studi komparatif dengan sumber lain yang historis. Berikut adalah beberapa sumber sejarah yang berhubungan dengan nama Gresik.
Babad Hing Gresik menyebut Gresik dengan nama “Gerwarase”.
Prasasti Karang Bogem tahun 1387 M memuat nama “Gresik” dalam Bahasa Jawa Kuno.
Bangsa Cina yang pernah mendarat di Gresik pada awal abad ke-15 M, mula-mula menyebut “T’Se T’Sun” artinya perkampungan kotor, beberapa tahun kemudian berubah sebutan menjadi “T’Sin T’Sun” artinya kota baru.
Bangsa Portugis ketika pertama kali mendarat di Gresik tahun 1513 menyebutnya dengan ucapan “Agace” tertulis “Gerwarace”.
Bangsa Belanda awalnya menyebut “Gerrici” kemudian dalam banyak dokumen tertulis menjadi “Grissee”. Sampai sekarang tulisan ini dapat dilihat pada sebuah kantor dagangnya di Kampung Kebungson Gresik.
Serat Centini sebuah karya sastra tengah pertama abad ke-19 M menyebut nama “Giri-Gresik”.
Bangsa Arab menyebut “Qorrosyaik”, satu perintah dari seorang nahkoda kapal pada anak buahnya untuk menancapkan sesuatu yaitu jangkar sebagai tanda kapal telah berlabuh.
Solihin Salam menyebut nama “Giri-Isa” ungkapan dari kata Giri berarti bukit, sedangkan Giri-Isa atau Giri-Nata berarti Raja Bukit untuk menyebut penguasa Giri-Gresik.
Thomas Stamford Raffles dalam bukunya The History of Java berpendapat bahwa sebutan Gresik berasal dari kata “Giri-Gisik” berarti tanah di tepi laut (pesisir). Giri-Gisik kemudian berubah menjadi Giri-Sik, akhirnya Gresik.
Dari berbagai sebutan itu dan menurut hikayat yang berkembang di masyarakat, yang menarik adalah sebutan “Giri-Gisik”, karena bahasa pribumi jawa yang menunjuk adanya bukit (Giri) dan pantai (Gisik), ciri yang sungguh serasi benar dengan fisik lokasi Gresik. Giri-Gisik dalam percakapan sehari-hari, akhirnya berubah menjadi “GRESIK”.
Sunan Gresik
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Sunan Gresik atau Maulana Malik Ibrahim (w. 1419 M/882 H) adalah nama salah seorang Walisongo, yang dianggap yang pertama kali menyebarkan agama Islam di tanah Jawa. Ia dimakamkan di desa Gapurosukolilo, kota Gresik, Jawa Timur.
Asal keturunan
Tidak terdapat bukti sejarah yang meyakinkan mengenai asal keturunan Maulana Malik Ibrahim, meskipun pada umumnya disepakati bahwa ia bukanlah orang Jawa asli. Sebutan Syekh Maghribi yang diberikan masyarakat kepadanya, kemungkinan menisbatkan asal keturunannya dari wilayah Arab Maghrib di Afrika Utara.
Babad Tanah Jawi versi J.J. Meinsma menyebutnya dengan nama Makhdum Ibrahim as-Samarqandy, yang mengikuti pengucapan lidah Jawa menjadi Syekh Ibrahim Asmarakandi. Ia memperkirakan bahwa Maulana Malik Ibrahim lahir di Samarkand, Asia Tengah, pada paruh awal abad 14.[1]
Dalam keterangannya pada buku The History of Java mengenai asal mula dan perkembangan kota Gresik, Raffles menyatakan bahwa menurut penuturan para penulis lokal, "Mulana Ibrahim, seorang Pandita terkenal berasal dari Arabia, keturunan dari Jenal Abidin, dan sepupu raja Chermen (sebuah negara Sabrang), telah menetap bersama para Mahomedans[2] lainnya di Desa Leran di Jang'gala".[3]
Namun demikian, kemungkinan pendapat yang terkuat adalah berdasarkan pembacaan J.P. Moquette atas baris kelima tulisan pada prasasti makamnya di desa Gapura Wetan, Gresik; yang mengindikasikan bahwa ia berasal dari Kashan, suatu tempat di Iran sekarang.[4]
Terdapat beberapa versi mengenai silsilah Maulana Malik Ibrahim. Ia pada umumnya dianggap merupakan keturunan Rasulullah SAW, melalui jalur keturunan Husain bin Ali, Ali Zainal Abidin, Muhammad al-Baqir, Ja'far ash-Shadiq, Ali al-Uraidhi, Muhammad al-Naqib, Isa ar-Rumi, Ahmad al-Muhajir, Ubaidullah, Alwi Awwal, Muhammad Sahibus Saumiah, Alwi ats-Tsani, Ali Khali' Qasam, Muhammad Shahib Mirbath, Alwi Ammi al-Faqih, Abdul Malik (Ahmad Khan), Abdullah (al-Azhamat) Khan, Ahmad Syah Jalal, Jamaluddin Akbar al-Husaini (Maulana Akbar), dan Maulana Malik Ibrahim,[5][6][7][8] yang berarti ia adalah keturunan orang Hadrami yang berhijrah.
Penyebaran agama
Maulana Malik Ibrahim dianggap termasuk salah seorang yang pertama-tama menyebarkan agama Islam di tanah Jawa, dan merupakan wali senior di antara para Walisongo lainnya.[9] Beberapa versi babad menyatakan bahwa kedatangannya disertai beberapa orang. Daerah yang ditujunya pertama kali ialah desa Sembalo, sekarang adalah daerah Leran, Kecamatan Manyar, yaitu 9 kilometer ke arah utara kota Gresik. Ia lalu mulai menyiarkan agama Islam di tanah Jawa bagian timur, dengan mendirikan mesjid pertama di desa Pasucinan, Manyar.
Makam Maulana Malik Ibrahim, desa Gapurosukolilo, Gresik, Jawa Timur
Pertama-tama yang dilakukannya ialah mendekati masyarakat melalui pergaulan. Budi bahasa yang ramah-tamah senantiasa diperlihatkannya di dalam pergaulan sehari-hari. Ia tidak menentang secara tajam agama dan kepercayaan hidup dari penduduk asli, melainkan hanya memperlihatkan keindahan dan kabaikan yang dibawa oleh agama Islam. Berkat keramah-tamahannya, banyak masyarakat yang tertarik masuk ke dalam agama Islam.[10]
Sebagaimana yang dilakukan para wali awal lainnya, aktivitas pertama yang dilakukan Maulana Malik Ibrahim ialah berdagang. Ia berdagang di tempat pelabuhan terbuka, yang sekarang dinamakan desa Roomo, Manyar.[11] Perdagangan membuatnya dapat berinteraksi dengan masyarakat banyak, selain itu raja dan para bangsawan dapat pula turut serta dalam kegiatan perdagangan tersebut sebagai pelaku jual-beli, pemilik kapal atau pemodal.[12]
Setelah cukup mapan di masyarakat, Maulana Malik Ibrahim kemudian melakukan kunjungan ke ibukota Majapahit di Trowulan. Raja Majapahit meskipun tidak masuk Islam tetapi menerimanya dengan baik, bahkan memberikannya sebidang tanah di pinggiran kota Gresik. Wilayah itulah yang sekarang dikenal dengan nama desa Gapura. Cerita rakyat tersebut diduga mengandung unsur-unsur kebenaran; mengingat menurut Groeneveldt pada saat Maulana Malik Ibrahim hidup, di ibukota Majapahit telah banyak orang asing termasuk dari Asia Barat. [13]
Demikianlah, dalam rangka mempersiapkan kader untuk melanjutkan perjuangan menegakkan ajaran-ajaran Islam, Maulana Malik Ibrahim membuka pesantren-pesantren yang merupakan tempat mendidik pemuka agama Islam di masa selanjutnya. Hingga saat ini makamnya masih diziarahi orang-orang yang menghargai usahanya menyebarkan agama Islam berabad-abad yang silam. Setiap malam Jumat Legi, masyarakat setempat ramai berkunjung untuk berziarah. Ritual ziarah tahunan atau haul juga diadakan setiap tanggal 12 Rabi'ul Awwal, sesuai tanggal wafat pada prasasti makamnya. Pada acara haul biasa dilakukan khataman Al-Quran, mauludan (pembacaan riwayat Nabi Muhammad), dan dihidangkan makanan khas bubur harisah.[14]
Legenda rakyat
Menurut legenda rakyat, dikatakan bahwa Syeh Maulana Malik Ibrahim atau Sunan Gresik berasal dari Persia. Syeh Maulana Malik Ibrahim dan Syeh Maulana Ishaq disebutkan sebagai anak dari Syeh Maulana Ahmad Jumadil Kubro, atau Syekh Jumadil Qubro. Syeh Maulana Ishaq disebutkan menjadi ulama terkenal di Samudera Pasai, sekaligus ayah dari Raden Paku atau Sunan Giri. Syeh Jumadil Qubro dan kedua anaknya bersama-sama datang ke pulau Jawa. Setelah itu mereka berpisah; Syekh Jumadil Qubro tetap di pulau Jawa, Syeh Maulana Malik Ibrahim ke Champa, Vietnam Selatan; dan adiknya Syeh Maulana Ishak mengislamkan Samudera Pasai.
Syeh Maulana Malik Ibrahim disebutkan bermukim di Champa (dalam legenda disebut sebagai negeri Chermain atau Cermin) selama tiga belas tahun. Ia menikahi putri raja yang memberinya dua putra; yaitu Raden Rahmat atau Sunan Ampel dan Sayid Ali Murtadha atau Raden Santri. Setelah cukup menjalankan misi dakwah di negeri itu, ia hijrah ke pulau Jawa dan meninggalkan keluarganya. Setelah dewasa, kedua anaknya mengikuti jejaknya menyebarkan agama Islam di pulau Jawa.
Syeh Maulana Malik Ibrahim dalam cerita rakyat kadang-kadang juga disebut dengan nama Kakek Bantal. Ia mengajarkan cara-cara baru bercocok tanam. Ia merangkul masyarakat bawah, dan berhasil dalam misinya mencari tempat di hati masyarakat sekitar yang ketika itu tengah dilanda krisis ekonomi dan perang saudara.
Selain itu, ia juga sering mengobati masyarakat sekitar tanpa biaya. Sebagai tabib, diceritakan bahwa ia pernah diundang untuk mengobati istri raja yang berasal dari Champa. Besar kemungkinan permaisuri tersebut masih kerabat istrinya.
Filsafat
Mengenai filsafat ketuhanannya, disebutkan bahwa Maulana Malik Ibrahim pernah menyatakan mengenai apa yang dinamakan Allah. Ia berkata: "Yang dinamakan Allah ialah sesungguhnya yang diperlukan ada-Nya."
Wafat
Setelah selesai membangun dan menata pondokan tempat belajar agama di Leran, Syeh Maulana Malik Ibrahim wafat tahun 1419. Makamnya kini terdapat di desa Gapura, Gresik, Jawa Timur.
Inskripsi dalam bahasa Arab yang tertulis pada makamnya adalah sebagai berikut:
“ Ini adalah makam almarhum seorang yang dapat diharapkan mendapat pengampunan Allah dan yang mengharapkan kepada rahmat Tuhannya Yang Maha Luhur, guru para pangeran dan sebagai tongkat sekalian para sultan dan wazir, siraman bagi kaum fakir dan miskin. Yang berbahagia dan syahid penguasa dan urusan agama: Malik Ibrahim yang terkenal dengan kebaikannya. Semoga Allah melimpahkan rahmat dan ridha-Nya dan semoga menempatkannya di surga. Ia wafat pada hari Senin 12 Rabi'ul Awwal 822 Hijriah. ”
Saat ini, jalan yang menuju ke makam tersebut diberi nama Jalan Malik Ibrahim.
EmoticonEmoticon