TRAGEDI HILANGNYA DUSUN LEGETANG PEGUNUNGAN DIENG
Indah, berkabut, dan misterius. Begitulah gambaran alam Dieng yang memang penuh keindahan, kabut yang dapat hadir kapan saja, serta misteri-misteri dibalik banyaknya kisah legenda disana. Dukuh Legetang adalah sebuah daerah di lembah pegunungan Dieng, sekitar 2 km ke utara dari kompleks pariwisata Dieng Kabupaten Banjarnegara. Penduduknya adalah petani-petani yang makmur sehingga kaya raya. Berbagai kesuksesan duniawi yang berhubungan dengan pertanian menghiasi dukuh Legetang. Walaupun di daerah lain tidak panen tetapi Legetang mampu panen berlimpah. Kualitas buah/sayur yang dihasilkan juga lebih bagus dari yang lain.Suatu malam di pendopo desa Legetang, tepatnya 16 April 1955, suara gemuruh gamelan masih bergema di seluruh penjuru desa diiringi dengan tawa riuh penari Lengger nan genit. Bau arak Jawa, dupa, asap rokok, bersatu bersama celotehan para penonton yang mulai mabuk. Satu per satu hanyut dalam suasana nafsu berjamaah. Tak peduli pria dengan wanita, pria dengan pria, anak atau orang tua, semua lebur berbaur dalam keriuhan libido malam itu.hampir tiap malam desa makmur itu menggelar kesenian Lengger.Semakin malam semakin membaur antara suara dengung gong atau lenguhan penari penonton.
Tanpa disadari di luar pendopo dusun, semakin malam rintik hujan turun semakin lebatnya. Namun hal itu tak dirasakan oleh penikmat hiburan karena telah tenggelam dalam hipnotis lidibo yang melenakan itu. Hujan dianggap hanyalah sebuah hujan sebagaimana hujan biasa di malam-malam sebelumnya. Hampir tengah malam lewat hujan mulai reda. Jam menunjukkan pukul 23.00 WIB. Tiba-tiba terdengar suara “BUUUUMMMMM” sedemikian dahsyatnya, seperti suara meteor yang jatuh menghunjam bumi. Gemuruh gamelan dan lenguhan riuh tiba-tiba sirna … sunyi … senyap … hilang tak berbekas … hanya dalam sekejap.
Pagi harinya, 17 April 1955, masyarakat disekitar dukuh Legetang yang penasaran dengan dentuman amat keras itu menyaksikan bahwa puncak Gunung Pengamun-Amun sudah terbelah. Dan belahannya itu utuh menimbun dukuh Legetang. Dukuh Legetang yang tadinya berupa lembah itu bukan hanya rata dengan tanah, tetapi menjadi sebuah gundukan tanah baru menyerupai bukit. Seluruh penduduknya 351 orang mati. Gegerlah kawasan Dieng dan sekitarnya.Salah seorang saksi tragedi Legetang mengatakan, musibah terjadi malam hari pukul 23.00 saat musim hujan.warga lain tak berani langsung ke dusun yang berjarak sekitar 800 meter dari pusat desa Pekasiran, karena beredar kabar tanah dari lereng gunung Pengamun-amun masih terus bergerak.Lenyapnya desa Legetang dan penghuninya juga menyimpan misteri.beberapa warga Desa Pekasiran mengatakan, antara kaki gunung sampai perbatasan kawasan pemukiman di dusun itu sama sekali tidak tertimbun, padahal jaraknya beberapa ratus meter.Gejala lereng gunung akan longsor sudak diketahui 70 hari sebelum kejadian. Para pencari rumput pakan ternak dan kayu bakar untuk mengasap tembakau atau memasak, melihat ada retakan memanjang dan cukup dalam di tempat itu. Tapi tanda-tanda tadi tak membuat orang waspada, meski sering jadi bahan obrolan di Legetang. Orang baru menghubung-hubungkan soal retakan di gunung itu setelah Legetang kiamat.
Waktu itu semua orang tercengang dan suasana mencekam melihat seluruh kawasan dusun Legetang terkubur longsoran tanah. Tak ada sedikit pun bagian rumah yang kelihatan. Tanda-tanda kehidupan penghuninya juga tak ada.Alam Legetang sebagian besar cekung. Tanah dari lereng gunung seakan diuruk ke cekungan itu dan meninggi dibanding tanah asli disekitarnya. Banyak warga yang dibiarkan terkubur karena sulit dievakuasi.Pencarian terhadap korban kala itu hanya dipusatkan ke titik yang diduga merupakan lokasi rumah bau kepala dusun Legetang bernama Rana. Setelah dilakukan penggalian cukup lama oleh warga, tapi tak sedikit para korban dibiarkan terkubur, karena amat sulit dievakuasi. Satu istri Rana lainnya, bernama Kastari, satu-satunya warga Legetang yang selamat, karena ia pergi dari rumah sebelum gunung itu longsor.Kini diatas bukit bekas dukuh Legetang dibuat tugu peringatan. Tugu beton 10 meter yang sudah lapuk dimakan usia itu masih berdiri tegak di tengah ladang di desa Pekasiran di pegunungan Dieng Kecamatan Batur, Banjarnegara.TUGU PERINGATAN ATAS TEWASNJA 332 ORANG PENDUDUK DUKUH LEGETANG SERTA 19 ORANG TAMU DARI LAIN-LAIN DESA SEBAGAI AKIBAT LONGSORNJA GUNUNG PENGAMUN-AMUN PADA TG. 16/17-4-1955”
dedy irawan
EmoticonEmoticon