SEJARAH SINGKAT CADAS PANGERAN
Cadas Pangeran yaitu nama sebuah tempat yang dilalui jalan raya Bandung-Cirebon. Disanalah terdapat patung pangeran kornel yang sedang bersalaman menggunakan tangan kiri dengan deandels,sedangkan tangan kanannya memegang senjata.
Kisah diawali dengan wafatnya bupati Sumedang yaitu bupati Surya Negara,anaknya yang bernama Raden Jamu yang pada saat itu masih berumur 20 tahun,sehingga belum dapat diangkat menjadi bupati untuk menggantikan ayahnya karena tidak memenuhi syarat. Akhirnya setelah melalui mufakat dipilihlah Demang Tanubaya sebagai Bupati yang baru,tak lama ia digantikan oleh Demang Patrakusumah. Raden Jamu melarikan diri saat akan dinikahkan dengan Raden Ayu Candranegara menuju Limbangan. Dari limbangan, Raden Jamu menuju Cianjur disana Raden Jamu di angkat menjadi Wedana di Cikalong. Melihat keadaan Sumedang yang semrawut Bupati Cianjur mengirimkan surat untuk Gubernur di Batavia. Akhirnya Bupati Sumedang yang pada saat itu adalah Tanubaya II di gantikan oleh Raden Jamu dengan gelar Adipati Suryanegara atau Pangeran Kusumahdinata atau Pangeran Kornel sebagai adipati Sumedang yang ke-12.
Dibawah pimpinan Pangeran Kusumahdinata Sumedang mencapai kemakmurannya. Namun pada saat itu pemerintah Belanda mengutus Herman Willem Daendels sebagai gubernur Jendral dihindia Belanda. Daendelslah yang memerintahkan untuk membangun jalan sepanjang 100km dari Anyer-Panarukan. Pembuatan jalan ini dimulai dari Anyer terus ke Serang, ke Tanggerang, ke Jakarta, Bogor, Bandung dan sampailah diSumedang.
Ribuan pekerja rodi yang meninggal paling banyak didaerah Bandung-Sumedang. Didaerah tersebut memang memiliki medan yang berbukit cadas dan rawan longsor. Bila tidak hati-hati,banyak pekerja yang meninggal karena tertimbun tanah longsor maupun tertimpa bebatuan besar. Banyak pula yang terjerembab kejurang selama pembangunan jalan itu.
======
'''Cadas Pangeran''' adalah nama suatu tempat, kira-kira enam kilometer sebelah barat daya kota Sumedang, yang dilalui jalan raya Bandung—Cirebon. Pemberian nama ini terkait dengan pembangunan Jalan Raya Pos Daendels yang melintasi daerah ini. Karena medan yang berbatu cadas, lima ribuan jiwa pekerja kehilangan nyawanya. Hal ini membuat marah penguasa Kabupaten Sumedang, Pangeran Kusumadinata (1791-1828) yang lebih populer dengan sebutan Pangeran Kornel, dan ia memprotes Daendels atas kesemena-menaan dalam pembangunan jalan itu.
Adalah Gubernur Jenderal Hindia Belanda Herman Willem Daendels yang memprakarsai pembangunan jalan "maut" tersebut pada tahun 1809. Dahsyatnya, proyek jalan itu hanya membutuhkan waktu sekitar satu tahun. Jalur Anyer-Panarukan itu dibangun mula-mula sebagai jalan raya pos yang menghubungkan Pulau Jawa pada tahun 1809. Namun, keberhasilan Daendels itu tak terlepas dari penderitaan ratusan ribu warga Jawa yang disuruh kerja paksa atau rodi tanpa bayaran sesen pun. Tak terhitung lagi, ribuan pribumi yang tewas, baik yang melawan maupun meninggal dunia akibat kerja rodi.
Maklum saja, Daendels terkenal dengan kekejamannya dan berlaku sangat keras, yang disukai oleh Kaisar Prancis Napoleon--Prancis saat itu menguasai Kerajaan Belanda. Sebaliknya, bagi bangsa Indonesia, kekejian Daendels sangat dibenci hingga ia mendapat julukan "Mas Galak" atau "Mas Guntur". Julukan itu sesuai dengan tindak tanduknya yang kerap menekan kekuasaan raja-raja atau penguasa setempat, khususnya terhadap wong cilik. Walau begitu, sejumlah "inlader" akhirnya nekat menentang Daendels meski nyawa menjadi taruhan. Namun, tak seluruh rakyat memberontak terhadap kehendak "Si Tuan Besar" itu.
Satu di antara yang menonjol adalah Peristiwa Cadas Pangeran. Betapa tidak, ribuan pekerja rodi yang meninggal paling banyak terjadi di kawasan antara Bandung-Sumedang sepanjang kurang lebih tiga km. Di daerah tersebut memang memiliki medan yang berbukit cadas dan rawan longsor. Bila tak hati-hati, banyak pekerja yang mati ketimbun tanah longsor maupun tertimpa batu-batu besar. Banyak pula yang terjerembab ke jurang selama pembangunan jalan itu. Belum lagi sejumlah binatang buas yang kerap memangsa beberapa buruh rodi yang keletihan di malam hari.
Kabar mengenai ribuan penduduk Sumedang yang tewas akibat kerja rodi tentu membuat gusar penguasa setempat saat itu, yaitu Pangeran Kusumahdinata atau lebih dikenal dengan sebutan Pangeran Kornel. Dia pun merasa terpanggil untuk membela rakyatnya dari tindasan Daendels. Pangeran Kornel segera mengutus beberapa orang kepercayaannya ke lokasi pembuatan jalan yang masih berupa hutan belantara, bercadas keras dengan berbagai binatang buas yang masih berkeliaran. Setelah meneliti keadaan di lapangan, orang-orang suruhan Pangeran Kornel mengungkapkan bahwa kondisi para pekerja paksa sangat memprihatinkan. Bahkan, mereka cuma mempergunakan peralatan atau perkakas yang tergolong sederhana untuk memapras tebing.
Selain kurang peralatan, hambatan lain dalam pembuatan jalan itu adalah perbekalan makanan yang tak mencukupi. Tak heran, buruh rodi banyak yang terjangkit sejumlah penyakit, seperti malaria. Gangguan binatang buas dan hawa dingin yang menusuk di malam hari, turut menambah kesengsaraan para pekerja.
Atas kenyataan itulah, Pangeran Kornel berencana secara terang-terangan melawan Daendels di hadapan para pekerja dan masyarakat Sumedang. Disusunlah rencana pemberontakan terhadap Mas Galak. Setelah rencana dianggap matang, Pangeran Kornel bersama sejumlah pengawalnya pergi ke lokasi kerja rodi tersebut. Dia pun sabar menanti kedatangan Daendels.
Akhirnya, yang ditunggu-tunggu datang juga. Di kejauhan tampak Daendels menunggang kuda dengan didampingi segelintir pasukannya. Daendels memang secara rutin kerap mengawasi pembuatan jalan di daerah bercadas tersebut. Pangeran Kornel mencegat rombongan Gubernur Jenderal yang kejam itu, tepatnya di Desa Ciherang.
Tentu saja Daendels kegirangan melihat kedatangannya disambut sendiri oleh penguasa setempat. Tanpa rasa curiga, dia segera mengulurkan tangan kepada Pangeran Kornel. Bukan kepalang terkejutnya Daendels, saat Pangeran Kornel menyambut ulurannya dengan tangan kiri. Tak cuma itu, penguasa Sumedang ini juga menghunus keris Naga Sastra di tangan kanannya.
Dengan pancaran mata yang tajam tanpa berkedip, Pangeran Kornel terus menatap lawannya. Sontak, keangkuhan Daendels luntur seketika. Dia pun terheran-heran dengan perlakuan dari Pangeran Kornel atau Bupati Sumedang itu. Setelah hilang rasa kagetnya, Daendels bertanya kepada Pangeran Kornel mengenai sikapnya itu.
Tanpa perasaan takut, Pangeran Kornel menjawab bahwa pekerjaan yang dibebankan kepada rakyat Sumedang terlalu berat. Setelah mengucapkan alasannya, Pangeran Kornel menantang Daendels duel satu lawan satu. Layaknya seorang ksatria, Pangeran Kornel berkata bahwa regent (bupati) Sumedang yang bernama Pangeran Kusumahdinata lebih baik berkorban sendiri ketimbang harus mengorbankan rakyat Sumedang yang tak berdosa.
Mendengar alasan yang tegas dan jelas tersebut, serta sadar akan situasi yang tidak menguntungkan baginya, Daendels pun luluh keberaniannya. Kemudian Daendels berjanji akan mengambil alih pekerjaan pembuatan jalan oleh Pasukan Zeni Belanda. Sedangkan rakyat Sumedang diperkenankan hanya membantu saja.
Ternyata itu hanyalah akal-akalan Daendels. Buktinya, beberapa hari kemudian, dia membawa ribuan pasukan Kompeni dan hendak menumpas perlawanan Pangeran Kornel. Pertempuran pun berkecamuk di sana. Rakyat Sumedang serta merta angkat senjata membantu junjungan mereka. Lantaran kekuatan yang tak seimbang, akhirnya tentara penjajah berhasil memadamkan pemberontakan Pangeran Kornel dengan memakan korban yang tak sedikit. Sedangkan Pangeran Kornel yang gagah berani itu gugur di ujung bedil pasukan Belanda.
Semenjak itulah, jalan yang melintasi medan berbukit itu dinamakan Cadas Pangeran. Ini untuk mengenang keberanian Pangeran Kornel yang rela gugur dalam memperjuangkan atau membela kepentingan rakyat Sumedang yang sangat dicintainya.(ANS/Dari Berbagai Sumber dan Tradisi Sejarah Lisan Masyarakat Pasundan)
=================
Kisah Misteri Cadas Pangeran Sumedang
Bagi masyarakat Sumedang nama Cadas Pangeran memang sudah tidak asing lagi terdengar di telinga dalam hal keangkerannya. Pasalnya kisah misteri cadas pangeran Sumedang kerap sekali diperbincangkan dari mulut ke mulut oleh berbagai kalangan masyarakat. Benarkah terdapat keganjilan dengan tempat dan lokasi tersebut? Simak langsung di bawah ini.
kisah-misteri-cadas-pangeran-sumedang-jawa-barat
Cadas Pangeran merupakan nama sebuah wilayah di daerah Sumedang Jawa Barat yang sangat terkenal akan sejarah di masa lalunya.
Peristiwa pembuatan jalan yang menghubungkan antara Kabupaten Cirebon dan Bandung merupakan salah satu peristiwa besar yang hingga kini masih kerap menjadi cerita masyarakat Indonesia tentang menggambarkan kekejaman penjajahan di Indonesia.
Bagaimana tidak, pembangunan jalan raya ini diwarnai dengan peristiwa-peristiwa kejam dari bangsa Belanda terhadap penduduk pribumi.
Menurut berbagai sumber yang menuliskan sejarah kota Sumedang pada masa kekuasaan Pangeran Kusumadinata ke-9 pembangunan jalan di wilayah Cadas Pangeran ini menimbulkan korban jiwa lebih dari lima ribu pekerja paksa.
Selain tekstur tanah berupa cadas kanan dan kiri tempat tersebut yang berupa jurang tajam membuat ribuan pekerja meninggal dunia. Karena peristiwa ini pula konon Pangeran Kusumadinata IX marah dan mengecam aksi Belanda yang tidak manusiawi.
Jauh setelah peristiwa mengenaskan itu terjadi kini Jlan cadas pangeran kerap disebut-sebut sebagai salah satu jalan yang menakutkan serta kerap terjadi peristiwa-peristiwa aneh diluar nalar manusia di sepanjang jalan tersebut.
Tak heran jika banyak orang yang menganggap cadas pangeran merupakan jalan terangker yang terdapat di wilayah Sumedang Jawa Barat.
Tanjakan curam serta belokan yang tajam diwarnai dengan jurang di kanan kiri jalan seakan tepat menggambarkan jalan raya penghubung cirebon dan bandung ini. Selain pemandangan alam yang indah di kanan kiri bukit rupanya kisah misteri kerap pula terjadi di wilayah ini khususnya kisah tentang makhluk gaib yang kerap dituturkan masyarakat.
Sebut saja Rinto, seorang perantau di Bandung yang sedang melakukan perjalanan menuju kampung halamannya di Jawa Tengah memasuki ruas jalan Cadas Pangeran sudah terlalu larut sekitar pukul 01.15 WIB. Meskipun ia memakai kendaraan roda dua sendirian namun tekad nya untuk segera sampai ke kampung halaman untuk memastikan istri nya baik-baik saja setelah melakukan persalinan anak pertama mereka.
Sekitar 10 menit melewati jalan berliku tersebut Rinto sebenarnya sudah sangat tidak nyaman, terlebih suasana pada malam itu tidak seperti biasanya. Jalanan terlihat sangat sepi dari kendaraan.
Sial bagi Rinto ketika melewati tanjakan yang curam motornya mogok entah karena apa, kemudian ia memutuskan untuk menepikan motor dan mencoba memperbaikinya.
Tak jauh dari tempat ia membongkar perlengkapan bengkelnya tiba-tiba ia melihat sosok bayangan hitam dari seberang jalan tepatnya di bawah pohon besar yang ia tak mengetahui apa jenisnya.
Belum juga motornya menyala ia mencoba untuk memperhatikan suara gemerosak seperti benda jatuh dari atas tersebut. Tiba-tia ia melihat sosok hitam berbulu seperti tikus namun kian lama kian membesar hingga tubuhnya saja menjadi tinggi setinggi pohon yang berada di samping jalan cadas pangeran sehingga ia pun harus mendangak untuk melihat wajah dari makhluk itu yang tidak pula tertampak.
Segera setelah dikagetkan dengan makhluk hitam berbulu lebat tersebut ia segera mengemasi peralatan nya dan menyurung motornya untuk turun melaju menuju ke bawah dengan motor tetap mogok.
Untung saja setelah lewat dari suasana menakutkan itu , motornya bisa diperbaiki dan bisa hidup lagi, dan bisa selamat sampai dirumah.......... ( kisah ini boleh dipercaya boleh tidak, karena kisahnya kurang meyakinkan )
EmoticonEmoticon