Pangeran Pekik

Pangeran Pekik

05:55 0
Pangeran Pekik
Ini adalah kisah Pangeran dari negeri Surabaya.. ia bernama Pangeran Pekik.. Pangeran Pekik tinggal bersama ayahnya Raja Jayalengkara yang merupakan penguasa kerajaan Surabaya…
Kerajaan Surabaya adalah kerajaan yang makmur yang kaya dengan angkatan laut yang kuat.. Pangeran Pekik merupakan pemuda yang tangguh dan kuat.. ia ikut ayahnya untuk berdagang hingga Maluku.. Pangeran Pekik banyak belajar strategi perang dan perdagangan dari ayahnya… Pangeran Pekik juga ahli dalam bidang seni.. dengan kreatifitasnya ia menciptakan wayang krucil yang lebih kecil dari wayang jawa..
Di masa kejayaan ayahnya… Kerajaan Surabaya menghadapi serangan dari Kerajaan Mataram yang dipimpin oleh Panembahan Senopati dan dua puluh tahun kemudian Raja Jayalengkara menghadapi serangan anak Panembahan Senopati yaitu Prabu Hanyokrowati.. selama tiga puluh tahun Kerajaan Surabaya bertempur melawan Kerajaan Mataram yang berniat menaklukan Raja Jayalengkara ayah Pangeran Pekik… Namun selama waktu itu pula Kerajaan Surabaya tetap berdiri kokoh karena pasukan tempur yang kuat dan armada angkatan laut yang tangguh… Baru setelah Kerajaan Mataram di pimpin oleh Sultan Agung seorang raja yang cerdik dan bijak… Kerajaan Surabaya dapat ditaklukan Kerajaan Mataram.. kali ini Sultan Agung pemimpin Kerajaan Mataram tidak berperang dengan Raja Jayalengkara karena mengetahui pasukan Raja Jayalengkara sangatlah kuat di medan pertempuran.. namun Sultan Agung menggunakan taktik untuk mengisolasi Kerajaan ini sehingga perdagangan yang merupakan tulang punggung perekonomian Kerajaan Surabaya hancur.. Rakyat Surabaya lama kelamaan banyak yang menderita kelaparan dan wabah penyakit karena wilayah Kerajaan Surabaya di isolasi… yang menyebabkan Raja Jayalengkara menyerah kepada Kerajaan Mataram dengan damai..
Akhirnya setelah Kerajaan Surabaya berhasil ditaklukan Sultan Agung, Kerajaan Surabaya menjadi bagian dari Kerajaan Mataram.. Sultan Agung yang terkenal bijak melihat sosok pemimpin di Kerajaan Surabaya ia adalah Pangeran Pekik.. karena Pangeran Pekik terkenal berani,bijak, dan alim.. ia diangkat oleh Sultan Agung menjadi pemimpin ulama di wilayah Ampel..
Karena kebaikan dan kebaikan hati yang dimiliki Pangeran Pekik… Sultan Agung kemudian berniat menikahkan adiknya yang bernama Ratu Pandansari.. melihat sosok Pangeran Pekik yang pemberani, baik, dan alim karena juga pemimpin ulama.. Ratu Pandansari setuju untuk menikah dengan Pangeran Pekik.. akhirnya Sultan Agung dan Pangeran Pekik kini bersaudara..
Suatu Ketika wilayah Giri Kedaton yang dipimpin oleh Panembahan Agung Giri Kawis Guna mencoba lepas dari Kerajaan Mataram..
Panembahan Agung Giri Kawis Guna merupakan sosok yang sangat disegani karena ia merupakan keturunan Sunan Giri yang kuat..
Sultan Agung memerintahkan perwira Kerajaan Mataram untuk menaklukan Panembahan Kawis Guna.. namun tidak ada yang berani..
Tapi ketika Sultan Agung memerintahkan Pangeran Pekik.. Pangeran Pekik dengan gagah berani langsung maju siap menumpas pemberontakan di Giri Kedaton yang dipimpin Panembahan Agung Giri Kawis Guna..
“Saya siap menerima perintah dari Sultan untuk menumpas pemberontak itu… “ tegas Pangeran Pekik dengan gagah berani..
Sultan Agung sangat terkesan dengan keberanian Pangeran Pekik dan memerintahkan pasukannya untuk mendampingi Pangeran Pekik untuk bertempur melawan Panembahan Kawis Guna dan pasukannya..
Terjadilah Perang hebat di Giri Kedaton.. Pasukan Pangeran Pekik menghadapi pasukan Panembahan Agung Giri Kawis Guna.. Pangeran Pekik dengan pedangnya maju ke medan perang… anak panah di siapkan oleh pasukan Sultan Agung…
Pasukan Panembahan Kawis Guna yang kalah jumlah sangat kerepotan menghadapi serangan Pangeran Pekik dan pasukannya… Dengan bekal strategi perang yang dipelajarinya dari ayahnya… Pangeran Pekik memerintahkan pasukan panah untuk melesakkan anak panah ke arah pasukan Panembahan Kawis Guna… akhirnya banyak pasukan Panembahan Kawis Guna yang berguguran.. setelah terdesak… Panembahan Kawis Guna menyerah kepada Pangeran Pekik..
Pangeran Pekik kembali ke Kerajaan Mataram dengan kemenangan.. Sultan Agung sangat bangga dan istrinya Ratu Pandansari juga bangga kepada suaminya..
Kematian Pangeran Pekik
Sejak 1645 Sultan Agung digantikan putranya yang bergelar Amangkurat I sebagai raja Mataram selanjutnya. Raja baru ini cenderung kurang suka terhadap Pangeran Pekik, yang merupakan mertuanya sendiri.
Dikisahkan dalam naskah-naskah babad, Amangkurat I memiliki calon selir seorang gadis Surabaya bernama Rara Hoyi putri Ki Mangun-jaya. Karena masih kecil, Rara Hoyi pun dititipkan pada Ki Wiroreja. Setelah dewasa, kecantikan Rara Hoyi menarik hati Pangeran Tejaningrat ( Amangkurat II ) , putra Amangkurat I yang lahir dari permaisuri yang merupakan putri Pangeran Pekik.
Pada suatu hari Pangeran Adipati Anom (Pangeran Tejaningrat ) berkunjung kerumah Tumenggung Wirorejo bermaksud hanya main-main saja. dengan tidak terduga bahwa di Katemanggungan ada seorang gadis yang sedang membatik kain. Sang Pangeran merasa terpikat hatinya. demi melihat gadis cantik molek yang tumbuh di sebuah Tamansari Katemanggungan Wirorejan. Begitu pula Rara Hoyi setelah bertemu pandangan matanya , deras berdebar–debar jantungnya dan segera lari masuk ke Pendapa Katemanggungan sambil duduk termangu-mangu. Sang Pangeran manunggu kehadiran si Cantik Jelita,namun tidak mungkin keluar karena malu. Ki Tumenggung Wirorejo keluar menghadap Sang Pangeran dengan sembahnya, sambil unjuk atur : “ Pangeran .. anak gadis yang Paduka cari itu sebenarnya puteri Piningit dari Surabaya, yang akan menjadi isteri Ayahanda Raja Sunan Prabu Mangkurat Agung ..†Setelah Sang Pangeran mendengar keterangan dari Ki Tumenggung Wirorejo , segera minta pamit kembali ke Keraton . Di Kesatriyan Sang Pangeran tidak dapat tidur, dan selalu terbayang-bayang wajah gadis itu, selalu menggoda dipelupuk matanya, akhirnya Sang Pangeran jatuh sakit.
Hal ini terdengar oleh Kangjeng Ratu Pandansari ( Wandansari ), Isteri Pangeran Pekik , bahwa Sang Pangeran jatuh sakit wuyung, kasmaran dengan Roro Hoyi sengkeran Sang Prabu Susuhunan Amangkurat I.
Atas persetujuan Pangeran Pekik, Rara Hoyi dibawa masuk ke Keraton dan ditempatkan di Kesatriyan, untuk mengobati penyakit Sang Pangeran. Pangeran Pekiklah yang bertanggung jawab apabila Sang Ayah marah, menurut pendapatnya mestinya sang Ayah mau mengalah dengan anaknya. “ Ora ana macan arep tegel mangan gogore … “ Dugaan ini ternyata meleset, setelah Sang Prabu mendengar Rara Hoyi jatuh cinta kepada Sang Pangeran,dan malah mendapat dukungan dari Pangeran Pekik,beliau geram dan murka. Maka Pangeran Pekik dan Kangjeng Ratu Wandansari serta Pangeran Tejaningrat begitu pula Tumenggung Wirorejo dan Nyi Tumenggung dipanggil menghadap
Susuhunan Prabu Amangkurat I. Dalam Pasewakan ( Rapat ) yang luar biasa Sang Raja marah - marah dan menjatuhkan hukuman mati kepada Pangeran Pekik dan Tumenggung Wirorejo berdua dan jenazahnya dimakamkan di Makam Banyusumurup. Selanjutnya Pangeran Tejaningrat harus membunuh Rara Hoyi dari tangannya sendiri.. Pangeran Tejaningrat dengan membawa keris terhunus meninggalkan Paseban menuju ke Kesatriyan, sesampainya di Kesatriyan tidak tega akan menusuk Rara Hoyi. Rara Hoyi tanggap bahwa yang menyebabkan onar didalam Keraton Mataram adalah dirinya , maka setelah melihat Sang Pangeran membawa keris terhunus , ditubruklah keris itu sehingga tembus sampai kepunggungnya,Rara Hoyi meninggal seketika itu juga.
Geram Sang Prabu Susuhunan Amangkurat belum mereda, dan memerintahkan agar Kesatriyan dibakar habis-habisan, sedang Pangeran Tejaningrat diasingkan(dibuang) ke Hutan Larangan ( tutupan ). Di Hutan Tutupan Pangeran Tejaningrat kedatangan Pangeran Puruboyo Bantheng Wulung , mengajak Trunojoyo , anak kemenakan Adipati Cakraningrat dari Sampang Madura. Maksud kedatangan mereka mengajak perundingan, agar Sang Pangeran mau merebut kekuasaan Sang Ayah Prabu Amangkurat I, karena beliau bertindak sewenang-wenang terhadap anaknya serta para kawulanya.
TARI ULIN SIWA

TARI ULIN SIWA

06:16 0


TARI ULIN SIWA
Foto terkait :
Acara resepsi pernikahan Ananda Rika Setyowulan SE SS binti H Setiyono Hadi dengan Hendra Aristianto ST MT bin H Warisno di bertempat di Gedung Graha Sriwijaya Palembang,
Hari Minggu tgl 29 Oktober 2017, pada saat Temanten bersama rombongan sebelum duduk di Singgasana , dari pintu masuk sampai ke Singgasana diiringi dengan TARI ULIN SIWA
TARI ULIN SIWA ( LILIN SIWA )
sumber blog OTON Indonesian Cultural Preservation
Tarian Lilin Siwa atau lebih dikenal Tari Ulin Siwa dari Kota Palembang
Kota Palembang mempunyai ragam bentuk tarian, baik tarian adat yang berkaitan dengan kepercayaan lama sebagai penolak bala dan pemujaan, sendratari, maupun tari tarian kreasi sebagai tarian hiburan. Bentuk-bentuk tari tersebut diatas berbeda satu sama lainnya, dan masing-masing mempunyai keunikan tersendiri, salah satu diantaranya adalah tari Lilin Siwa di Kota Palembang.
Berdasarkan sejarahnya, tari Lilin Siwa bersumber dari cerita lisan yang turun-temurun berdasarkan pengalaman orang tua (leluhur) sebelumnya. Tari Lilin Siwa belum pernah diteliti, dicatat maupun dibukukan, dan diperkirakan pada tahun 1943,
tari Lilin Siwa baru dipopulerkan kembali oleh anak seorang Residen Palembang yaitu Sukainah A. Rozak.
Tari Lilin Siwa tetap eksis pada masyarakat Palembang, kelestariannya terbukti dengan dipertunjukan tarian ini di beberapa kepulauan Indonesia bahkan kemanca negara, ini adalah salah satu bukti kepedulian Sumatera Selatan akan keberadaan tari Lilin Siwa. Keunikan tari Lilin Siwa terletak pada properti yang digunakan para penari yaitu piring dan lilin. Lilin yang menyala di piring diletakkan di kepala, kedua telapak tangan, di jemari tangan, lengan bagian atas dan di kepala penari yang menari di atas piring, sehingga menimbulkan nilai estetis berupa keunikan-keunikan , baik pada pola lantai maupun geraknya yang menyerupai arca dewa Syiwa, serta kostumnya yang sangat mewah.
Konsentrasi tinggi, keseimbangan tubuh dan ketenangan jiwa para penari sangat dituntut, dalam menarikan tari Lilin Siwa. Geraknya lebih banyak menggunakan gerakan tangan yang selalu menggunakan properti piring dan lilin, dengan gerakan yang lemah gemulai melambangkan kelembutan para gadis Palembang yang mengalir seperti aliran sungai Musi. Tari Lilin Siwa ini ditarikan oleh wanita remaja berusia kurang lebih 15 tahun dengan jumlah penarinya minimal tiga orang.
Pada umumnya sebuah tarian sangat erat kaitannya dengan musik pengiring tari, karena keduanya tidak dapat dipisahkan. Musik tari Lilin Siwa hampir mirip dengan Musik Tiga Serangkai dengan Lagu Nasep (musik khas Palembang). Alat musik yang mendukung tari ini yaitu: Accordeon, Biola, Saxophone, Gong, Gitar, Kenong, Bonang, Tok-Tok dan Gendang.
Tata busana yang merupakan penunjang, dan penambah keindahan suatu tarian sangat terlihat dalam tari Lilin Siwa sehingga tari ini tampak lebih megah, semegah kejayaan kerajaan Sriwijaya tempo dulu. Busana yang dipergunakan adalah Pakaian Gede atau Hiasan Gede (pakaian khas Palembang yang biasanya dipakai untuk pakaian pengantin wanita di Palembang), Hiasan Gede dipakai oleh penari inti, sedangkan penari yang lainnya menggunakan Hiasan Dodot atau Selendang Mantri. Makna kostumnya lebih menekankan kepada kejayaan zaman Hindu Budha pada Zaman kerajaan Sriwijaya yang kuat dipengaruhi kebudayaan Cina, terutama pada hiasan kepala, dada, dan tangan. Langer berpendapat:
Karena karya seni itu merupakan bentuk ekspresi yang agak mirip dengan simbol, serta memiliki makna yang merupakan sesuatu yang menyerupai artinya, oleh karena itu bentuk ekspresi ini mewujudkan sesuatu abstraksi yang logis. cara yang terbaik untuk mengerti semua semantika semu ini dengan memikirkan apa seni itu dan apa yang diungkapkannya, dan tindakannya dengan apa yang terjadi pada bahasa (atau simbolisme yang asli manapun).
Tari Lilin Siwa dapat dipandang sebagai lambang, jika dilihat melalui gerak, pola lantai tari Lilin Siwa, dan kostum mengandung arti simbol-simbol tertentu yang menyimpan nilai-nilai masa lalu (Primodial) Hindu. Berdasarkan fenomena masyarakat Hinduisme, bahwa dewa Syiwa adalah dewa kesuburan,
kematian dan perusak, dalam agama Hindu Syiwa dikenal sebagai Dewa tertinggi oleh karena itu dewa Siwa selalu di puja oleh umat Hindu agar terlepas dari semua angkara murkanya. Penemuan Arca Syiwa Mahadewa, berbahan dasar perunggu. Arca ini ditemukan di Palembang, saat ini disimpan di Musium Nasional, Jakarta.
Semoga bermanfaat, pengetahuan memberikan kekuatan
LOKASI UJUNG GALUH

LOKASI UJUNG GALUH

07:33 0
LOKASI UJUNG GALUH
peta yang saya upload adalah peta yang dibuat belanda tahun 1695 untuk penyerangan ke Trunojoyo di surabaya. tampak pada peta ini dermaga ujung surabaya belum ada. jadi sungai yang tampak lurus di peta surabaya yang menghubungkan dermaga kanal di ujung itu adalah sungai baru buatan belanda untuk memudahkan kapal2 belanda masuk ke surabaya. sungai brantas yang menuju ke mojokerto dan kediri tembusnya di sungai pegirian dan sungai di sisi barat yang menuju boezem morokrembangan. tampak di peta ini ada pelebaran sungai di timur ampel denta, kemudian ada titik2 yang menggambarkan kapal2 kecil. analisis saya, disitulah UJUNG GALUH yang terkenal itu. Prasasti Kamalagyan menjelaskan peran raja Airlangga membuat tanggul2 sungai agar ketika banjir air sungai tidak meluber ke persawahan dan menyebabkan perahu2 tersasar/rusak. disebutkan dalam prasasti itu bahwa setelah dibuat tanggul yanb disebut dengan bendungan wringin sapta itu maka para pedagang bisa menuju ke UJUNG GALUH untuk berdagang dengan kapal2 besar milik saudagar dari luar pulau atau luar negeri. disebut prasasti kamalagyan karena menyebutkan lokasi dusun kamalagyan. dan prasasi ini juga ditemukan di dusun klagen sidoarjo. dusun klagen dekat dengan krian yang berdekatan pula dengan sungai brantas yang menuju ke surabaya. jadi jika ada yang menganalisis bahwa ujung galuh terletak di sidoarjo melalui sungai porong demikian keliru, karena sungai porong jauh dari dusun klagen. Ma Huan ketika mengunjungi amjapahit dengan kapal kecil juga dari pelabuhan Tuban menuju ke Surabaya, kemudian menuju ke pelabuhan canggu di Mojokerto

Foto Tjahja Tribinuka.
PERADABAN JAWA KUNO: SELAYANG PANDANG

PERADABAN JAWA KUNO: SELAYANG PANDANG

03:04 0
PERADABAN JAWA KUNO: SELAYANG PANDANG
Peradaban Jawa Kuno pastilah pernah berlangsung di pulau Jawa walaupun pengaruh atau penyebarannya pernah sampai ke luar Jawa. Pengaruh Jawa atas wilayah luar Jawa sering juga disebut sebagai "jawanisasi". Dalam konteks Bali Kuno, jawanisasi sangat terasa, yaitu ketika Bali diperintah oleh raja-raja keturunan raja asal Jawa atau yang ditugaskan di Bali. Jawanisasi nampak menguat pada masa pemerintahan raja Udayana dengan permaisurinya Mahendradatta alias Gunapriyadharmapatni. Pengaruh Jawa atas Bali semakin terasa ketika Krsnakepakisan asal Majapahit memerintah Bali. Krsnakepakisan adalah seorang Brahmana yang sengaja ditugaskan di Bali oleh Hayam Wuruk (Majapahit) untuk menentramkan Bali karena banyak terjadi pergolakan. Namun, kita sering kurang jelas: Apa yang dimaksud 'Jawa Kuno'? Kapan periodasasi Jawa Kuno ini dimulai dan kapan berakhir? Adakah karakter umum peradaban Jawa Kuno ini? Persoalan ini penting dipahami untuk menempatkan persoalan kebudayaan Jawa dalam perspektif sejarah kebudayaan Indonesia yang benar.

Istilah 'Jawa' berkaitan dengan dua segi:
"Budaya dan geografi. Secara budaya, istilah 'Jawa' mengacu kepada sekelompok manusia yang memiliki ciri-ciri budaya tertentu yang membedakannya dari masyarakat lain. Pemahaman batas wilayah budaya ini didasarkan atas asumsi bahwa masyarakat pendukungnya pernah memiliki pengalaman sejarah yang sama pada masa lalu. Pengalaman yang sama itu nampak dalam dua hal, yakni digunakannya bahasa Jawa Kuno sebagai bahasa resmi di wilayah tersebut dan dianutnya Hindu dan Buddha sebagai kepercayaan utama. Penggunaan bahasa yang sama, tentunya, mencerminkan bahwa pendukungnya berasal dari kelompok etnik yang sama. Sedangkan penganutan agama Hindu dan Buddha, tentunya, dikarenakan pendukung kebudayaan Jawa tersebut pernah mendapat pengaruh kuat dari kedua agama yang berasal dari luar Jawa itu".
ANTARA MITHOS DAN FAKTA

ANTARA MITHOS DAN FAKTA

04:44 0
ANTARA MITHOS DAN FAKTA
* Sebuah kasus literasi perjumpaan Serat dengan Prasasti.

----- Hanya dari sebuah kalimat : "Walu rumambat ing natar" yg tercantum pada isi prasasti Sangguran (850 S = 928 M) dari zaman raja Dyah Wawa di kerajaan Medang.,
dengan kalimat serupa di dlm mithos Ki Ageng Sela; dari "Serat Rerenggan Kraton" (SRK) semasa raja HB IV di kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat (1814 M+) - - -
telah tersambung sebuah nilai normatif yg mewakili gambaran bagaimana unsur "LOCAL GENIUS" (kearifan lokal) Nusantara masih lestari, mengarungi 9 abad atau hampir satu millenia peredaran zaman.

I. MITHOS KI AGENG SELA
----- Ki Ageng Sela alias Ki Ngabdul Rohman mrpk sesepuh yg sangat disegani di padukuhan dusun Sela. Mengingat pd zaman doeloe literasi (bacaan) hanya dikenal oleh segelintir golongan saja, maka praktis bagi rakyat yg awam (dan 'buta aksara') mengenal berbagai ceritera secara tutur tinular ; akibatnya kemudian karakter tokoh dari sebuah Serat berkembang menjadi mithos yg hidup bersama dgn masyarakat tradisi Jawa yg menganggap Ki Ageng Sela begitu sakti mandraguna, kharismatik, dan populer.
*] catt. : bahkan bila hari hujan disertai suara guruh dan sambaran petir yg menyiutkan nyali ; orang akan mengucapkan :
" Gandriik - - - saya masih keturunan dari beliau Ki Ageng Sela !!"
tentulah dgn tujuan mengingatkan Petir agar tidak mencelakai dan segera berlalu.

I. A. MENANGKAP PETIR
----- Dikisahkan pd suatu hari, Ki Ageng Sela dikagetkan dgn kedatangan Petir (Jawa: Gelap) yg sosoknya menyerupai seorang lelaki di kebunnya. Sigap Petir itu diringkusnya diikat erat kemudian diserahkan kepada Sultan Alam Akbar (Rd. Patah) Raja di Demak Bintara. Sang Petir dimasukkan di dlm kerangkeng besi untuk tontonan warga Demak selama bbrp waktu, dgn larangan tak boleh memberinya air minum.
Nyi Gelap, pasangan sang Petir setelah menjelma menjadi seorang nenek tua mengecoh para prajurit penjaga dan berhasil memberinya minum, hingga sang Petir pulih dan kabur setelah meledakkan kerangkeng besi.
Semenjak kejadian itu, konon Petir tidak berani lagi menampakkan diri di wilayah Demak.

I.B. BENDHE "KI BICAK"
----- Tersebutlah rombongan pengamen wayang keliling (mbarang jantur) berpentas 'tarkam', dipimpin Dhalang Ki Bicak. Rombongan wayang ini sangat digemari sbg hiburan warga, ditambah istri sang dhalang yg rupawan dan kabar tentang kecantikannya menjadi buah bibir.
Sampailah pd suatu hari rombongan wayang tsb di dusun Sela, dan segera berpentas. 
Ki Ageng demi melihat paras jelita istri Ki Dhalang, berikut bendhe (canang, sejenis Gong kecil) yg bunyinya begitu memikat hati tergiur ingin memiliki, langsung merebut paksa istri dan Bendhe, bahkan sang dhalang menemui ajal dikeroyok warga dusun.
Bendhe ajaib tsb diberi nama "Ki Bicak" sesuai nama sang dhalang, menjadi pusaka ayudha ; sebab bila ditabuh bergaung lantang > pertanda pemiliknya akan menang perang, sebaliknya bila bunyinya tak bersemangat menandakan akan asor. . Ki Ageng mempersembahkan bendhe tsb kepada Sunan Kalijaga sbg tanda baktinya.

I.C. MENAMAN LABU DI HALAMAN
----- Pada suatu siang, Ni Pakismadi ,putri ke-6 yg masih bocah menangis, dgn selendang Ki Ageng mengembannya berusaha menenangkannya di halaman rumah yg ditanami Labu yg menjalar lebat.
Mendadak terjadi keributan, banyak orang berlarian menyelamatkan diri, seseorang mengamuk dgn senjata terhunus mendatangi dan menusuk dari belakang, walau tak terluka Ki Ageng yg bermaksud menghindar terjatuh karena kakinya terserimpet tanaman labu, terlebih kain bermotif cindhe yg dikenakan asal sekenanya seketika terlepas lolos hingga sesaat Ki Ageng telanjang.
Sigap Ki Ageng bangkit membenahi kainnya, lalu dgn sekali tabok pengamuk tadi tewas di tempat.
Akibat kejadian memalukan itu, Ki Ageng menabukan anak keturunannya menanam labu di halaman (Walu rumambat ing natar), apalagi sampai memakan buahnya.
Senada dgn itu juga melarang berkain motif cindhe tanpa diikat bebad dan sabuk.

Il. PRASASTI 
----- Prasasti Sangguran ditemukan di daerah Ngandat - Malang. Peninggalan Dyah Wawa, penguasa Medang -penggagas berpindahnya pusat kerajaan, dari Jateng ke Jatim (sebelum raja mPu Sindok). 
Prasasti ini mengandung ancaman dan kutukan yg mengerikan bagi siapa saja yg berani lancang mengusiknya.

Semasa Raffles berkuasa di Jawa, prasasti batu Sangguran dikapalkan ke Skotlandia lnggris dan berada di rumah Lord Minto (gubernur jendral EIC di lndia), karenanya Prasasti Sangguran juga kerap disebut sbg "Minto Stone", bertanggal 2 Agustus 928 M.
----- Prasasti beraksara Jawa kuna dan berbahasa Sanskerta ini di bagian isinya juga memuat hal "Sukhadukha" atau aturan Hukum (mungkin semacam Rewards & Punishment), yg di antaranya berbunyi :" Walu rumambat ing natar" - - - ditafsirkan sbg larangan terkait sengketa atas hak milik Tanah; yg diibaratkan dgn kalimat PERLAMBANG : tanaman labu yg sulurnya merambat kemana- mana di halaman Rumah. Sebuah pelanggaran berat yg layak dipidana atau dihukum denda.

Ill. TITIK TEMU
----- Bahwa nilai-nilai hukum Lama (sukhadukha) tentang pelanggaran menguasai kepemilikan yg sah atas Tanah orang lain yg bukan hak miliknya, mrpk tindakan tak terpuji dan dapat dikenakan pasal pidana dan atau denda.

Walaupun larangan atau pasal hukum itu ditampilkan melalui PERLAMBANG. - - - ternyata beberapa abad kemudian nilai-nilai semacam itu masih tetap dilestarikan, meski ditemukan di dalam struktur sebuah cerita yg berkembang menjadi mithos di dlm masyarakat penerus tradisi (dlm hal ini : Jawa), bagaimana ayat-ayat hukum di sebuah Prasasti di kemudian hari menjelma muncul kembali dalam bentuk cerita perlambang di sebuah Serat berupa pantangan melakukan pelanggaran hukum sebab akan menuai buah risikonya.
----- Itulah perlambang tentang menanam Labu di halaman.
Bagaimanakah tafsir perlambang atas :
*) Gelap (Petir) ?
*) Bendhe (Canang) ?
*) Berkain cindhe ?
*) dll. Perlambangan di dlm Serat, Babad, Suluk, Kidung lainnya ?

R a h a y u .
========
sumber :
1) Cornelis Christiaan Berg, : "Penulisan Sejarah Jawa", Bhratara Karya Aksara, Jakarta, 1974.
2) Aryono (translit), :"Serat Rerenggan Keraton", Balai Pustaka, Jakarta, 1981.
3) S. Padmosoekotjo, "Ngengrengan Kasusastran Djawa", jilid ll, Penerbit Hien Hoo Sing, Yogyakarta, 1960.
4) Yogi Pradana, "Peran Epigrafi untuk Menyusun Sejarah lndonesia" Blog Arkeologi Djulianto Susatio, hurahuradotwordpressdotcom

======
*) petikan pupuh Asmaradana (SRK)
10 permainan tradisinoal indonesia

10 permainan tradisinoal indonesia

07:00 0
10 permainan tradisinoal indonesia
1. Permainan Benteng (gobak sodor)
adalah permainan yang dimainkan oleh dua grup, masing - masing terdiri dari 4 sampai dengan 8 orang. Masing - masing grup memilih suatu tempat sebagai markas, biasanya sebuah tiang, batu atau pilar sebagai 'benteng'.
Tujuan utama permainan ini adalah untuk menyerang dan mengambil alih 'benteng' lawan dengan menyentuh tiang atau pilar yang telah dipilih oleh lawan dan meneriakkan kata benteng. Kemenangan juga bisa diraih dengan 'menawan' seluruh anggota lawan dengan menyentuh tubuh mereka. Untuk menentukan siapa yang berhak menjadi 'penawan' dan yang 'tertawan' ditentukan dari waktu terakhir saat si 'penawan' atau 'tertawan' menyentuh 'benteng' mereka masing - masing.
2. Congklak
Congklak adalah suatu permainan tradisional yang dikenal dengan berbagai macam nama di seluruh Indonesia. Biasanya dalam permainan, sejenis cangkang kerang digunakan sebagai biji congklak dan jika tidak ada, kadangkala digunakan juga biji-bijian dari tumbuh-tumbuhan.
Permainan congklak dilakukan oleh dua orang. Dalam permainan mereka menggunakan papan yang dinamakan papan congklak dan 98 (14 x 7) buah biji yang dinamakan biji congklak atau buah congklak. Umumnya papan congklak terbuat dari kayu dan plastik, sedangkan bijinya terbuat dari cangkang kerang, biji-bijian, batu-batuan, kelereng atau plastik. Pada papan congklak terdapat 16 buah lobang yang terdiri atas 14 lobang kecil yang saling berhadapan dan 2 lobang besar di kedua sisinya. Setiap 7 lobang kecil di sisi pemain dan lobang besar di sisi kananya dianggap sebagai milik sang pemain.
Pada awal permainan setiap lobang kecil diisi dengan tujuh buah biji. Dua orang pemain yang berhadapan, salah seorang yang memulai dapat memilih lobang yang akan diambil dan meletakkan satu ke lobang di sebelah kanannya dan seterusnya. Bila biji habis di lobang kecil yang berisi biji lainnya, ia dapat mengambil biji-biji tersebut dan melanjutkan mengisi, bisa habis di lobang besar miliknya maka ia dapat melanjutkan dengan memilih lobang kecil di sisinya. bila habis di lubang kecil di sisinya maka ia berhenti dan mengambil seluruh biji di sisi yang berhadapan. Tetapi bila berhenti di lobang kosong di sisi lawan maka ia berhenti dan tidak mendapatkan apa-apa.
Permainan dianggap selesai bila sudah tidak ada biji lagi yang dapat dimabil (seluruh biji ada di lobang besar kedua pemain). Pemenangnya adalah yang mendapatkan biji terbanyak.
3. Dor Tap
Dor Tap merupakan permainan yang mirip dengan Petak Umpet namun dimainkan oleh 2 kelompok. Kelompok yang lebih dulu berhasil menyebut nama lawan yang bersembunyi dapat diartikan bahwa lawan tersebut terkena tembakan. Permainan berakhir jika salah satu kelompok sudah habis tertembak.
4. Galah Asin
Galah Asin atau di daerah lain disebut Galasin atau Gobak Sodor adalah sejenis permainan daerah dari Indonesia. Permainan ini adalah sebuah permainan grup yang terdiri dari dua grup, di mana masing-masing tim terdiri dari 3 - 5 orang. Inti permainannya adalah menghadang lawan agar tidak bisa lolos melewati garis ke baris terakhir secara bolak-balik, dan untuk meraih kemenangan seluruh anggota grup harus secara lengkap melakukan proses bolak-balik dalam area lapangan yang telah ditentukan.
Permainan ini biasanya dimainkan di lapangan bulu tangkis dengan acuan garis-garis yang ada atau bisa juga dengan menggunakan lapangan segiempat dengan ukuran 9 x 4 m yang dibagi menjadi 6 bagian. Garis batas dari setiap bagian biasanya diberi tanda dengan kapur. Anggota grup yang mendapat giliran untuk menjaga lapangan ini terbagi dua, yaitu anggota grup yang menjaga garis batas horisontal dan garis batas vertikal. Bagi anggota grup yang mendapatkan tugas untuk menjaga garis batas horisontal, maka mereka akan berusaha untuk menghalangi lawan mereka yang juga berusaha untuk melewati garis batas yang sudah ditentukan sebagai garis batas bebas.
Bagi anggota grup yang mendapatkan tugas untuk menjaga garis batas vertikal (umumnya hanya satu orang), maka orang ini mempunyai akses untuk keseluruhan garis batas vertikal yang terletak di tengah lapangan. Permainan ini sangat mengasyikkan sekaligus sangat sulit karena setiap orang harus selalu berjaga dan berlari secepat mungkin jika diperlukan untuk meraih kemenangan.
5.Gasing
Gasing adalah mainan yang bisa berputar pada poros dan berkesetimbangan pada suatu titik. Gasing merupakan mainan tertua yang ditemukan di berbagai situs arkeologi dan masih bisa dikenali. Selain merupakan mainan anak-anak dan orang dewasa, gasing juga digunakan untuk berjudi dan ramalan nasib.
Sebagian besar gasing dibuat dari kayu, walaupun sering dibuat dari plastik, atau bahan-bahan lain. Kayu diukir dan dibentuk hingga menjadi bagian badan gasing. Tali gasing umumnya dibuat dari nilon, sedangkan tali gasing tradisional dibuat dari kulit pohon. Panjang tali gasing berbeda-beda bergantung pada panjang lengan orang yang memainkan.
6. Kasti
Kasti atau Gebokan merupakan sejenis olahraga bola. Permainan yang dilakukan 2 kelompok ini menggunakan bola tenis sebagai alat untuk menembak lawan dan tumpukan batu untuk disusun. Siapapun yang berhasil menumpuk batu tersebut dengan cepat tanpa terkena pukulan bola adalah kelompok yang memenangkan permainan. Pada awal permainan, ditentukan dahulu kelompok mana yang akan menjadi penjaga awal dan kelompok yang dikejar dengan suit.
Kelompok yang menjadi penjaga harus segera menangkap bola secepatnya setelah tumpukan batu rubuh oleh kelompok yang dikejar. Apabila bola berhasil menyentuh lawan, maka kelompok yang anggotanya tersentuh bola menjadi penjaga tumpukan batu. Kerjasama antaranggota kelompok sangat dibutuhkan seperti halnya olahraga softball atau baseball.
7. Layang-layang
Permainan layang-layang, juga dikenali dengan nama wau merupakan satu aktivititas menerbangkan layang-layang tersebut di udara. Pada musim kemarau di Indonesia anak-anak selalu bermain layang-layang karena anginnya besar.
8. Petak Umpet
Dimulai dengan Hompimpa untuk menentukan siapa yang menjadi "kucing" (berperan sebagai pencari teman-temannya yang bersembunyi). Si kucing ini nantinya akan memejamkan mata atau berbalik sambil berhitung sampai 25, biasanya dia menghadap tembok, pohon atau apasaja supaya dia tidak melihat teman-temannya bergerak untuk bersembunyi. Setelah hitungan sepuluh, mulailah ia beraksi mencari teman-temannya tersebut.
Jika ia menemukan temannya, ia akan menyebut nama temannya yang dia temukan tersebut. Yang seru adalah, ketika ia mencari ia biasanya harus meninggalkan tempatnya (base?). Tempat tersebut jika disentuh oleh teman lainnya yang bersembunyi maka batallah semua teman-teman yang ditemukan, artinya ia harus mengulang lagi, di mana-teman-teman yang sudah ketemu dibebaskan dan akan bersembunyi lagi. Lalu si kucing akan menghitung dan mencari lagi.
Permainan selesai setelah semua teman ditemukan. Dan yang pertama ditemukanlah yang menjadi kucing berikutnya.
Ada satu istilah lagi dalam permainan ini, yaitu 'kebakaran' yang dimaksud di sini adalah bila teman kucing yang bersembunyi ketahuan oleh si kucing disebabkan diberitahu oleh teman kucing yang telah ditemukan lebih dulu dari persembunyiannya.
9. Yo-yo
Yo-yo adalah suatu permainan yang tersusun dari dua cakram berukuran sama (biasanya terbuat dari plastik, kayu, atau logam) yang dihubungkan dengan suatu sumbu, di mana tergulung tali yang digunakan. Satu ujung tali terikat pada sumbu, sedangkan satu ujung lainnya bebas dan biasanya diberi kaitan. Permainan yo-yo adalah salah satu permainan yang populer di banyak bagian dunia. Walaupun secara umum dianggap permainan anak-anak, tidak sedikit orang dewasa yang memiliki kemampuan profesional dalam memainkan yo-yo.
Yo-yo dimainkan dengan dengan mengaitkan ujung bebas tali pada jari tengah, memegang yo-yo, dan melemparkannya ke bawah dengan gerakan yang mulus. Sewaktu tali terulur pada sumbu, efek giroskopik akan terjadi, yang memberikan waktu untuk melakukan beberapa gerakan. Dengan menggerakkan pergelangan tangan, yo-yo dapat dikembalikan ke tangan pemain, di mana tali akan kembali tergulung dalam celah sumbu.
10.Balap Karung
Balap karung adalah salah satu lomba tradisional yang populer pada hari kemerdekaan Indonesia. Sejumlah peserta diwajibkan memasukkan bagian bawah badannya ke dalam karung kemudian berlomba sampai ke garis akhir.
Tanaman Yang Memiliki Energi Positif Penolak Hawa Jahat

Tanaman Yang Memiliki Energi Positif Penolak Hawa Jahat

06:33 0
Tanaman Yang Memiliki Energi Positif Penolak Hawa Jahat
Semakin maju peradaban suatu bangsa, itu artinya tingkat pendidikan di tempat tersebut makin tinggi yang kebanyakan lebih mengandalkan akal sehat dibandingkan dengan hal-hal di luar akal sehat itu sendiri atau bisa dikatakan sebagai Misteri atau mistis
Contohnya yang akan kita bahas kali ini, tampaknya melenceng dari akal sehat. Masalah percaya atau tidak itu tergantung anda para pembaca, tapi tulisan ini tak mungkin dibuat kalau tak ada bukti dan sedikit pengalaman dari orang-orang terdahulu.
1. BANGLE
tumbuhan mistis, misteri tumbuhan penolak sihir, zat pencegah datanngnya mahluk halus

Tanaman seperti jahe, yang tingginya mencapai 1,5 meter dan termasuk tumbuhan berumpun. Dalam hal kemistisan Bangle dapat digunakan untuk menangkal ganguan mahluk halus seperti Jin/ setan/hantu.
Penggunaanya bisa dengan ditanam di pot yang di letakan di depan rumah dan bisa juga bisa di gantung di depan ruangan yang memilikiaura negatif ((suka ngeri kalo berada di ruangan tersebut)). Hiiii…..!!!
2. BAMBU KUNING
tumbuhan mistis, misteri tumbuhan penolak sihir, zat pencegah datanngnya mahluk halus

Bambu kuning adalah tamanan bambu tetapi yang membedakan adalah warna dan ukuranya. Kalau bambu biasa memiliki warna hijau dan ukurannya besar hingga tingginya bisa mencapai belasan meter sedangkan bambu kuning memiliki warna kuning dan ukuranya tidak terlalu besar hanya mencapai maksimal tidak sampai 10 meter.
Bambu kuning dalam hal yang berbau mistis bisa menangkal atau mengusir ilmu-ilmu gaib atau ilmu hitam tetapi hanya bambu kuning yang dalamnya tidak ada rongganya. Kalau di cilegon denger-denger bisa menangkal Gerandong alias manusia yang mencari ilmu hitam.
3. TEBU IRENG
tumbuhan mistis, misteri tumbuhan penolak sihir, zat pencegah datanngnya mahluk halus

Tebu ireng adalah tanaman yang ditanam untuk bahan baku gula. Tanaman ini hanya dapat tumbuh di daerah beriklim tropis. Tanaman ini termasuk jenis rumput-rumputan. Tebu ireng dalam hal mistis juga digunakan sebagai pagar atau tembok penghalang dari serangan alam gaib.
Tebu ireng bisa ditanam di samping rumah yang berbatasan dengan makam agar tidak di ganggu oleh mahluk gaib.
4. DAUN KELOR
tumbuhan mistis, misteri tumbuhan penolak sihir, zat pencegah datanngnya mahluk halus

Tumbuhan ini memiliki ketinggian batang 7-11 meter. Daun kelor berbentuk bulat telur dengan ukuran kecil-kecil bersusun majemuk dalam satu tangkai. Bunganya berwarna putih kekuning-kuningan dan tudung pelepah bunganya berwarna hijau.
Dalam hal mistis bisa digunakan sebagai penangkal ilmu hitam, guna-guna, santet, teluh, dan sejenisnya. Cara mengunkanya bisa dengan hanya meletakanya di depan pintu rumah jika ingin menanamnya bisa di pekarangan rumah.
5. TANAMAN JAHE
tumbuhan mistis, misteri tumbuhan penolak sihir, zat pencegah datanngnya mahluk halus

Jahe adalah tanaman rimpang yang sangat populer sebagai rempah-rempah dan bahan obat. Tumbuhan ini sangat mudah dikembangbiakan hanya dengan mengubur rimpangnya didalam tanah nanti jahe pohon jahe akan tumbuh.
Sumber : rahasiakeluarga,com
Taman Sari Jogjakarta

Taman Sari Jogjakarta

07:35 0

Taman Sari Jogjakarta mempunyai Paduraksa / Gapura .Gapura biasanya ada pada candi dan Kori Agung di kompleks Keraton Jawa dan Bali.
Paduraksa adalah pintu gerbang memasuki halaman atau ruangan yang lain sebagai akses penghubung.
Paduraksa berasal dari arsitektur Hindu Budha Nusantara.
Taman Sari Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, di bangun jaman Sultan Hamengku Buwono I 1758-1769 ( Babad Mangkubumi)
Arsitekturnya bergaya Portugal dan Jawa, Perpaduan yang sangat indah.
Taman Sari Keraton Jogjakarta tempat pemandian Sultan dan Permaisuri juga para Selir ,beserta putri-putrinya.
Tidak boleh sembarangan orang boleh masuk karena tempat ini khusus untuk Keluarga Sultan.
Di dalamnya terdapat Lorong Bawah Tanah yaitu Sumur Gumuling.
Pembangunan Taman Sari di pimpin Bupati Madiun Rangga Prawira Sentolo ( Tumenggung Mangundipuro) tertulis dalam Babad Memanas dan Serat Reregan.

Ronggowarsito

05:46 0
Ronggowarsito
Seorang Filsuf Jawa dan Pujangga yang bernama Raden Bagus Burhan cicit dari Yasadipura II yang juga sebagai Pujangga di Kasunanan Surakarta.
Raden Ngabei Ronggowarsito mengabdikan diri di Kasunanan Surakarta pada masa Paku Buwono ke VII.

Sahabatnya Winters CF dari Belanda membantu dalam mempelajari kitab kitab kuno Jawa.
Banyak kitab dan serat yang sudah di tulis, termasuk Ramalan Jayabaya yang fenomenal
Salah satu serat yang di tulis adalah Serat Kalatidha tentang Jaman Edan.
Saya kutib sedikit tentang tulisan Falsafahnya.
Semoga bermanfaat.
*Falsafah RONGGO WARSITO*
_*REZEKI*_
_Rejeki iku ora iså ditiru.._
*(REJEKI ITU TIDAK BISA DITIRU)*
_Senajan pådå lakumu_
*(WALAU JALANMU SAMA)*
_Senajan pådå dodolan mu_
*(WALAU JUALANMU SAMA)*
_Senajan pådå nyambut gawemu_
*(WALAU PEKERJAANMU SAMA)*
_Kasil sing ditåmpå bakal bedå2_
*(HASIL YANG DITERIMA AKAN BERBEDA SATU SAMA LAIN)*
_Iså bedå nèng akèhé båndhå_
*(BISA LAIN DALAM BANYAKNYA HARTA)*
_Iså ugå ånå nèng Råså lan Ayemé ati, yaiku sing jenengé bahagia_
*(BISA LAIN DALAM RASA BAHAGIA DAN KETENTERAMAN HATI)*
_Kabèh iku såkå tresnané Gusti kang måhå kuwåså_
*(SEMUA ITU ATAS KASIH DARI TUHAN YANG MAHA KUASA)*
_Såpå temen bakal tinemu_
*(BARANG SIAPA BER-SUNGGUH2 AKAN MENEMUKAN)*
_Såpå wani rekåså bakal nggayuh mulyå_
*(BARANG SIAPA BERANI BERSUSAH PAYAH AKAN MENEMUKAN KEMULIAAN)*
_Dudu akèhé, nanging berkahé kang dadèkaké cukup lan nyukupi_
*(BUKAN BANYAKNYA, MELAINKAN BERKAHNYA YANG MENJADIKAN CUKUP DAN MENCUKUPI)*
_Wis ginaris nèng takdiré menungså yèn åpå sing urip kuwi wis disangoni såkå sing kuwåså_
*(SUDAH DIGARISKAN OLEH TAKDIR BAHWA SEMUA YANG HIDUP ITU SUDAH DIBERI BEKAL OLEH YANG MAHA KUASA)*
_Dalan urip lan pangané wis cemepak cedhak kåyå angin sing disedhot bendinané_
*(JALAN HIDUP DAN REJEKI SUDAH TERSEDIA, DEKAT, SEPERTI UDARA YANG KITA HIRUP SETIAP HARINYA)*
_Nanging kadhang menungså sulap måtå lan peteng atiné, sing adoh såkå awaké katon padhang cemlorot ngawé-awé, nanging sing cedhak nèng ngarepé lan dadi tanggung jawabé disiå-siå kåyå orå duwé gunå_
*(TETAPI KADANG MANUSIA SILAU MATA DAN GELAP HATI, YANG JAUH KELIHATAN BERKILAU DAN MENARIK HATI.. TETAPI YANG DEKAT DIDEPANNYA DAN MENJADI TANGGUNG JAWABNYA DISIA-SIAKAN SEPERTI TAK ADA GUNA)*
_Rejeki iku wis cemepak såkå Gusti, ora bakal kurang anané kanggo nyukupi butuhé menungså såkå lair tekané pati_
*(REJEKI ITU SUDAH DISEDIAKAN OLEH ALLAH, TIDAK BAKAL BERKURANG UNTUK MENCUKUPI KEBUTUHAN MANUSIA DARI LAHIR SAMPAI MATI)*
_Nanging yèn kanggo nuruti karep menungså sing ora ånå watesé, rasané kabèh cupet, nèng pikiran ruwet, lan atiné marahi bundhet_
*(TETAPI KALAU MENURUTI KEMAUAN MANUSIA YANG TIDAK ADA BATASNYA, SEMUA DIRASA KURANG MEMBUAT RUWET DI HATI DAN PIKIRAN)*
_Welingé wong tuwå, åpå sing ånå dilakoni lan åpå sing durung ånå åjå diarep-arep, semèlèhké lan yèn wis dadi duwèkmu bakal tinemu, yèn ora jatahmu, åpå maneh kok ngrebut såkå wong liyå nganggo cårå sing ålå, yå waé, iku bakal gawé uripmu lårå, rekåså lan angkårå murkå sak jeroning kaluwargå, kabeh iku bakal sirnå balik dadi sakmestiné_
*(PETUAH ORANG TUA, JALANILAH APA YANG ADA DIDEPAN MATA DAN JANGAN TERLALU BERHARAP LEBIH UNTUK YANG BELUM ADA.*
*KALAU MEMANG MILIKMU PASTI AKAN KETEMU, KALAU BUKAN JATAHMU, APALAGI SAMPAI MEREBUT MILIK ORANG MEMAKAI CÀRA TIDAK BAIK, ITU AKAN MEMBUAT HIDUPMU MERANA, SENGSARA DAN ANGKARA MURKA. SEMUA ITU AKAN SIRNA KEMBALI KE ASALNYA)*
_Yèn umpåmå ayem iku mung biså dituku karo akèhé båndhå dahnå rekasané dadi wong sing ora duwé_
*(MISALKAN KETENTERAMAN ITU BISA DIBELI DENGAN HÀRTA, ALANGKAH SENGSARANYA ORANG YANG TIDAK PUNYÀ)*
_Untungé ayem isà diduwèni såpå waé sing gelem ngleremké atiné ing bab kadonyan, seneng tetulung marang liyan, lan pasrahké uripé marang GUSTI KANG MURBENG DUMADI,_
*(UNTUNGNYA, KETENTERAMAN BISA DIMILIKI OLEH SIAPA SAJA YANG TIDAK MENGAGUNGKAN KEDUNIAWIAN, SUKA MENOLONG ORANG LAIN DAN MENSYUKURI HIDUPNYA)*
SUNGGING PRABANGKARA

SUNGGING PRABANGKARA

08:40 0
SUNGGING PRABANGKARA
Dari Buku “LEGENDA JEPARA”, penulis Hadi Priyanto :
Versi 1 mengenai Prabangkara!!!
Pada pemerintahan majapahit, yang rajanya pada saat itu ialah Raja Brawijaya ada seorang seniman lukis atau tatah terkenal yang bernama “Ki Sungging Adi Linuwih” atau dikenal sebagai “Ki Sungging Prabangkara”. Sang raja kemudian memerintahkan Ki Sungging Adi Linuwih untuk melukiskan Sang Permaisuri. Perintah atau Titah Sang Raja akhirnya dilaksanakan dengan baik dan berhasil diselesaikan tugas tersebut oleh Ki Sungging Adi Linuwih tepat waktu.
Saat proses pengerjaan, tanpa sengaja tinta hitam terpecik pada lukisan di pangkal paha Sang Permaisuri. Noktah hitam itu tentu membuat Sang Raja tercengang, ia merasa selain Sang Raja dan Sang Permaisuri sendiri tidak ada seorangpun yang mengtahui bahwa terdapat tahi lalat kecil dipangkal paha Sang Permaisuri. Karna itu Sang Raja berburuk sangka, bahwa Ki Sungging Adi Linuwih telah melihat permaisuri dalam keadaan telanjang.
Untuk memcahkan teka-teki ini Raja Brawijaya memerintahkan kembali Ki Sungging, perintah Sang Raja kali ini cukup berat. Perintah itu ialah, Ki Sungging harus membuat patung Sang Permaisuri di udara dengan menaiki layang-layang. Karena titah Sang Raja, Ki Sungging pun tak berani menolak. Setelah memohon kekuatan pada Sang Maha Kuasa, naiklah Ki Sungging keatas layang-layang dengan membawa perlengkapan memahat guna membuat patung Sang Permaisuri. Konon, Saat hampir menyelesaikan patung permaisuri angin bertiup sangat kencang.
Ki Sungging yang telah berada di udara bersama layang – layang terbawa kearah timur. Namun setelah puluhan kilometer, angin berbalik arah ke barat. Kejadian ini memnyebekan goncangan, sehingga patung setengah jadi itu jatuh disebuah pulau. Karena jatuhnya disebabkan angin yang membalik, maka pulau itu kemudian dinamakan bali(Bahasa Jawa : Mbalik). Patung tadi ditemukan masyarakat setempat, sehingga akhirnya orang bali sangat mahir dalam membuat patung.
Sementara itu, Ki Sungging bersama layang-layang kemudian terbang semakin rendah kemudian tersangkut diatas sebuah pohon di Pedukuhan bernama Belakang Gunung yang sekarang masuk wilayah Desa Mulyoharjo. Pahat dari Ki Sungging prabangkara akhirnya jatuh dan ditemukan oleh masyarakat di wilayah itu. Dari sinilah konon seni Ukir Jepara mulai berkembang.
Versi 2 Mengenai Prabangkara!!!
Konon berawal, saat Prabu Wijaya dalam perjalan melihat desa-desa di wilayah Majapahit dan mengalami kelelahan. Ia singgah kerumah punggawa kerajaan yang ada di desa. Punggawa ini memiliki seorang anak perempuan yang telah menjadi janda, tetapi parasnya sangat cantik. Akhirnya Sang Prabu mengangkatnya sebagai selir.
Dari Selir ini, lahirlah seorang anak tampan yang diberi nama “Jaka Prabangkara”. Ia pun mendidik prabangkara dengan berbagai bekal ilmu. Ternyata ia sangat pandai dalam hal melukis. Tentu Raja Brawijaya sangat senang serta terus berusaha mengembangkan kemampuannya.
Prabu Brawijaya akhirnya memerintahkan Jaka Prabangkara untuk melukis sang permaisuri. Namun ketika lukisan tanpa busana itu jadi, tanda lahir Permaisuri tergambr pula. Prabu Brawijaya menduga anaknya telah melkukan hal yang tak pantas dengan permaisurinya. Karena itu, Prabu Brawijaya murka dan berniat untuk membunuhnya. Namun atas nasehat para penasehat kerajaan, Prabu Brawijaya mengurungkan niatnya dan hanya mencari cara untuk mengusirnya dari kerajaan Majapahit.
Pada akhirnya ia memerintahkan Jaka Prabangkara untuk membuat patung permaisuri dengan cara memasukkan dalam sangkar raksasa yang diangkat naik ke angkasa dengan layang-layang raksasa. Rasa cemburu Prabu Brawijaya demikian hebat. Sehingga ketika layang-layng telah berada jauh di angkasa, ia memerintahkan prajuritnya untuk memutus talinya hingga layang-layang terbawa angin hingga jepara. Saat berada di atas Jepara, angin bertiup kencang hingga pahat Jaka Prabangkara ini konon ditemukan oleh seorang pengrajin dari belakang gunung yang bernama “Asmo Sawiran”. Setelah menemukan phat prabangkala ini, kemampuan mengkir asmo sawiran berkmbang pesat sehingga mempengruhi orang belakang gunung menjadi komunitas masyarakat yang pandai mengukir.
Versi 3 Mengenai Prabangkara!!!
Bermula dari Legenda Kanjeng Sunan Sungging di Kudus. Konon agar ia bisa melihat seluruh wilayah se-Nusantara, ia merambat naik tali layang-layang yang sangat tinggi. Namun ketika hampir menyentuh layang-layang, tali layang-layang itu putus. Ia terbawa angin hingga ke Yunan, Tiongkok dan kemudian ia menikah dengan wanita disana dan memilikianak yang diberi nama “The Sing Ling”. Setelah dewasa oleh ayahnya ia diperintahkan pergi ke Kudus untuk menyiarkan agama Islam. Ia tiba di kudus sekitar abad XV bersama “Jendral Cheng Hoo”.
Setelah berada di Kudus, The sing Ling lebih sering dipanggil dengan sebutan “Kiai Telingsing”. Ia tinggal di suatu daerah antara sungai Tanggul Angin dan Sungai Juana. Di samping menyebarkan ajaran Islam, Kyai Telingsing juga mengajarkan seni ukir kepada masyarakat di sekitarnya. Banyak orang berguru kesana, diantaranya adalah putra sahabatnya, “Raden Usman Haji(bernama Raden Ja’far Sidiq)”.Siswa Kyai Telingsing konon juga berasal dari Jepara, sehingga seni ukir di daerah ini bisa berkembang.
Sedangkan dari buku sejarah dan budaya, “ LEGENDA OBYEK-OBYEK WISATA” tahun 2007-2008 Penerbit Dinas Pariwisata Kab.Jepara
LEGENDA
Dikisahkan seorang ahli seni pahat dan lukis bernama Prabangkara yang hidup pada masa Prabu Brawijaya dari Kerajaan Majapahit, pada suatu ketika sang raja menyuruh Prabangkara untuk membuat lukisan permaisuri raja sebagai ungkapan rasa cinta beliau pada permaisurinya yang sangat cantik dan mempesona.
Lukisan permaisuri yang tanpa busana itu dapat diselesaikan oleh Prabangkara dengan sempurna dan tentu saja hal ini membuat Raja Brawijaya menjadi curiga karena pada bagian tubuh tertentu dan rahasia terdapat tanda alami/khusus yang terdapat pula pada lukisan serta tempatnya/posisi dan bentuknya persis. Dengan suatu tipu muslihat, Prabangkara dengan segala peralatannya dibuang dengan cara diikat pada sebuah laying-layang yang setelah sampai di angkasa diputus talinya.
Dalam keadaan melayang-layang inilah pahat Prabangkara jatuh di suatu desa yang dikenal dengan nama Belakang Gunung di dekat kota Jepara. Di desa kecil sebelah utara kota Jepara tersebut sampai sekarang memang banyak terdapat pengrajin ukir yang berkualitas tinggi. Namun asal mula adanya ukiran disini apakah memang betul disebabkan karena jatuhnya pahat Prabangkara, belum ada data sejarah yang mendukungnya.
SEJARAH
Pada masa pemerintahan Ratu Kalinyamat, terdapat seorang patih bernama Sungging Badarduwung yang berasal dari Campa (Kamboja) ternyata seorang ahli memahat pula. Sampai kini hasil karya Patih tersebut masih bisa dilihat di komplek Masjid Kuno dan Makam Ratu Kalinyamat yang dibangun pada abad XVI.
Keruntuhan Kerajaan Majapahit telah menyebabkan tersebarnya para ahli dan seniman hindu ke berbagai wilayah paruh pertama abad XVI. Di dalam pengembangannya, seniman-seniman tersebut tetap mengembangkan keahliannya dengan menyesuaikan identitas di daerah baru tersebut sehingga timbulah macam-macam motif kedaerahan seperti : Motif Majapahit, Bali, Mataram, Pajajaran, dan Jepara yang berkembang di Jepara hingga kini.

Sejarah Kota dan Kabupaten Malang

08:39 0
Sejarah Kota dan Kabupaten Malang
Moto: Malang Kuçeçwara "Tuhan Menghancurkan Yang Bathil"
Kota Malang, adalah sebuah kota di Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Kota ini berada di dataran tinggi yang cukup sejuk, terletak 90 km sebelah selatan Kota Surabaya, dan wilayahnya dikelilingi oleh Kabupaten Malang. Malang merupakan kota terbesar kedua di Jawa Timur setelah Surabaya, dan dikenal dengan julukan kota pelajar.
Sejarah

Wilayah cekungan Malang telah ada sejak masa purbakala menjadi kawasan pemukiman. Banyaknya sungai yang mengalir di sekitar tempat ini membuatnya cocok sebagai kawasan pemukiman. Wilayah Dinoyo dan Tlogomas diketahui merupakan kawasan pemukiman prasejarah.[3] Selanjutnya, berbagai prasasti (misalnya Prasasti Dinoyo), bangunan percandian dan arca-arca, bekas-bekas fondasi batu bata, bekas saluran drainase, serta berbagai gerabah ditemukan dari periode akhir Kerajaan Kanjuruhan (abad ke-8 dan ke-9) juga ditemukan di tempat yang berdekatan.[3][4]

Nama "Malang" sampai saat ini masih diteliti asal-usulnya oleh para ahli sejarah. Para ahli sejarah masih terus menggali sumber-sumber untuk memperoleh jawaban yang tepat atas asal-usul nama "Malang". Sampai saat ini telah diperoleh beberapa hipotesa mengenai asal-usul nama Malang tersebut.
Malangkuçeçwara (baca: Malangkusheswara) yang tertulis di dalam lambang kota itu, menurut salah satu hipotesa merupakan nama sebuah bangunan suci. Nama bangunan suci itu sendiri diketemukan dalam dua prasasti Raja Balitung dari Jawa Tengah yakni prasasti Mantyasih tahun 907, dan prasasti 908 yakni diketemukan di satu tempat antara Surabaya-Malang. Namun demikian dimana letak sesungguhnya bangunan suci Malangkuçeçwara itu, para ahli sejarah masih belum memperoleh kesepakatan. Satu pihak menduga letak bangunan suci itu adalah di daerah gunung Buring, satu pegunungan yang membujur di sebelah timur kota Malang dimana terdapat salah satu puncak gunung yang bernama Malang. Pembuktian atas kebenaran dugaan ini masih terus dilakukan karena ternyata, disebelah barat kota Malang juga terdapat sebuah gunung yang bernama Malang.
Pihak yang lain menduga bahwa letak sesungguhnya dari bangunan suci itu terdapat di daerah Tumpang, satu tempat di sebelah utara kota Malang. Sampai saat ini di daerah tersebut masih terdapat sebuah desa yang bernama Malangsuka, yang oleh sebagian ahli sejarah, diduga berasal dari kata Malankuca yang diucapkan terbalik. Pendapat di atas juga dikuatkan oleh banyaknya bangunan-bangunan purbakala yang berserakan di daerah tersebut, seperti Candi Jago dan Candi Kidal, yang keduanya merupakan peninggalan zaman Kerajaan Singasari.
Dari kedua hipotesa tersebut di atas masih juga belum dapat dipastikan manakah kiranya yang terdahulu dikenal dengan nama Malang yang berasal dari nama bangunan suci Malangkuçeçwara itu. Apakah daerah di sekitar Malang sekarang, ataukah kedua gunung yang bernama Malang di sekitar daerah itu. Sebuah prasasti tembaga yang ditemukan akhir tahun 1974 di perkebunan Bantaran, Wlingi, sebelah barat daya Malang, dalam satu bagiannya tertulis sebagai berikut : “………… taning sakrid Malang-akalihan wacid lawan macu pasabhanira dyah Limpa Makanagran I ………”. Arti dari kalimat tersebut di atas adalah : “ …….. di sebelah timur tempat berburu sekitar Malang bersama wacid dan mancu, persawahan Dyah Limpa yaitu ………” Dari bunyi prasasti itu ternyata Malang merupakan satu tempat di sebelah timur dari tempat-tempat yang tersebut dalam prasasti itu. Dari prasasti inilah diperoleh satu bukti bahwa pemakaian nama Malang telah ada paling tidak sejak abad 12 Masehi.
Nama Malangkuçeçwara terdiri atas 3 kata, yakni mala yang berarti kecurangan, kepalsuan, dan kebatilan; angkuça (baca: angkusha) yang berarti menghancurkan atau membinasakan; dan Içwara (baca: ishwara) yang berarti "Tuhan". Sehingga, Malangkuçeçwara berarti "Tuhan telah menghancurkan kebatilan".
Hipotesa-hipotesa terdahulu, barangkali berbeda dengan satu pendapat yang menduga bahwa nama Malang berasal dari kata “Membantah” atau “Menghalang-halangi” (dalam bahasa Jawa berarti Malang). Alkisah Sunan Mataram yang ingin meluaskan pengaruhnya ke Jawa Timur telah mencoba untuk menduduki daerah Malang. Penduduk daerah itu melakukan perlawanan perang yang hebat. Karena itu Sunan Mataram menganggap bahwa rakyat daerah itu menghalang-halangi, membantah atau malang atas maksud Sunan Mataram. Sejak itu pula daerah tersebut bernama Malang.
Timbulnya Kerajaan Kanjuruhan tersebut, oleh para ahli sejarah dipandang sebagai tonggak awal pertumbuhan pusat pemerintahan yang sampai saat ini, setelah 12 abad berselang, telah berkembang menjadi Kota Malang.
Setelah kerajaan Kanjuruhan, di masa emas kerajaan Singasari (1000 tahun setelah Masehi) di daerah Malang masih ditemukan satu kerajaan yang makmur, banyak penduduknya serta tanah-tanah pertanian yang amat subur. Ketika Islam menaklukkan Kerajaan Majapahit sekitar tahun 1400, Patih Majapahit melarikan diri ke daerah Malang. Ia kemudian mendirikan sebuah kerajaan Hindu yang merdeka, yang oleh putranya diperjuangkan menjadi satu kerajaan yang maju. Pusat kerajaan yang terletak di kota Malang sampai saat ini masih terlihat sisa-sisa bangunan bentengnya yang kokoh bernama Kutobedah di desa Kutobedah. Adalah Sultan Mataram dari Jawa Tengah yang akhirnya datang menaklukkan daerah ini pada tahun 1614 setelah mendapat perlawanan yang tangguh dari penduduk daerah ini.
Seperti halnya kebanyakan kota-kota lain di Indonesia pada umumnya, Kota Malang modern tumbuh dan berkembang setelah hadirnya administrasi kolonial Hindia Belanda. Fasilitas umum direncanakan sedemikian rupa agar memenuhi kebutuhan keluarga Belanda. Kesan diskriminatif masih berbekas hingga sekarang, misalnya ''Ijen Boullevard'' dan kawasan sekitarnya. Pada mulanya hanya dinikmati oleh keluarga-keluarga Belanda dan Bangsa Eropa lainnya, sementara penduduk pribumi harus puas bertempat tinggal di pinggiran kota dengan fasilitas yang kurang memadai. Kawasan perumahan itu sekarang menjadi monumen hidup dan seringkali dikunjungi oleh keturunan keluarga-keluarga Belanda yang pernah bermukim di sana.
Pada masa penjajahan kolonial Hindia Belanda, daerah Malang dijadikan wilayah "Gemente" (Kota). Sebelum tahun 1964, dalam lambang kota Malang terdapat tulisan ; “Malang namaku, maju tujuanku” terjemahan dari “Malang nominor, sursum moveor”. Ketika kota ini merayakan hari ulang tahunnya yang ke-50 pada tanggal 1 April 1964, kalimat-kalimat tersebut berubah menjadi : “Malangkuçeçwara”. Semboyan baru ini diusulkan oleh almarhum Prof. Dr. R. Ng. Poerbatjaraka, karena kata tersebut sangat erat hubungannya dengan asal-usul kota Malang yang pada masa Ken Arok kira-kira 7 abad yang lampau telah menjadi nama dari tempat di sekitar atau dekat candi yang bernama Malangkuçeçwara.
Kota malang mulai tumbuh dan berkembang setelah hadirnya pemerintah kolonial Belanda, terutama ketika mulai di operasikannya jalur kereta api pada tahun 1879. Berbagai kebutuhan masyarakatpun semakin meningkat terutama akan ruang gerak melakukan berbagai kegiatan. Akibatnya terjadilah perubahan tata guna tanah, daerah yang terbangun bermunculan tanpa terkendali. Perubahan fungsi lahan mengalami perubahan sangat pesat, seperti dari fungsi pertanian menjadi perumahan dan industri.
Tahun 1767 Kompeni Hindia Belanda memasuki Kota

Tahun 1821 kedudukan Pemerintah Belanda di pusatkan di sekitar kali Brantas

Tahun 1824 Malang mempunyai Asisten Residen
Tahun 1882 rumah-rumah di bagian barat Kota di dirikan dan Kota didirikan alun-alun di bangun.
1 April 1914 Malang di tetapkan sebagai Kotapraja
8 Maret 1942 Malang diduduki Jepang
21 September 1945 Malang masuk Wilayah Republik Indonesia
22 Juli 1947 Malang diduduki Belanda
2 Maret 1947 Pemerintah Republik Indonesia kembali memasuki Kota Malang.
1 Januari 2001, menjadi Pemerintah Kota Malang.

Makna Lambang
DPRDGR mengkukuhkan lambang Kotamadya Malang dengan Perda No. 4/1970. Bunyi semboyan pada lambang adalah "MALANG KUÇEÇWARA"

Logo Kota Malang (Pemerintah Kota Malang)

Motto "MALANG KUÇEÇWARA" berarti Tuhan menghancurkan yang bathil, menegakkan yang benar

Arti Warna :

Merah Putih, adalah lambang bendera nasional Indonesia
Kuning, berarti keluhuran dan kebesaran
Hijau adalah kesuburan
Biru Muda berarti kesetiaan pada Tuhan, negara dan bangsa
Segilima berbentuk perisai bermakna semangat perjuangan kepahlawanan, kondisi geografis, pegunungan, serta semangat membangun untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila.

Semboyan tersebut dipakai sejak hari peringatan 50 tahun berdirinya KOTAPRAJA MALANG 1964, sebelum itu yang digunakan adalah : "MALANG NAMAKU, MAJU TUJUANKU", yang merupakan terjemahan dari "MALANG NOMINOR, SURSUM MOVEOR"
Yang disahkan dengan "Gouvernement besluit dd. 25 April 1938 N. 027". Semboyan baru itu diusulkan oleh Prof.DR. R.Ng.Poerbatjaraka, dan erat hubungannya dengan asal mula Kota Malang pada zaman Ken Arok.
Wali Kota Malang
Masa Penjajahan Hindia Belanda:
1919–1929 H.I. Bussemaker

1929–1933 Ir. E.A. Voorneman

1933–1936 Ir. P.K.W. Lakeman
1936–1942 J.H. Boerstra

Masa Penjajahan Jepang:
1942–1942 Raden Adipati Ario Sam

1942–1945 Mr. Soewarso Tirtowidjojo

Masa Kemerdekaan:
1945–1958 M. Sardjono Wiryohardjono

1958–1966 Koesno Soeroatmodjo

1966–1968 Kol. M. Ng Soedarto
1968–1973 Kol. R. Indra Soedarmadji
1973–1983 Brigjen TNI–AD Soegiyono
1983–1983 Drs. Soeprapto
1983–1988 dr. H. Tom Uripan
1988–1998 H. M Soesamto
1998–2003 Kol. H. Suyitno
2003–2008 Drs. Peni Suparto, M.AP (wakil: Drs. Bambang Priyo Utomo, B.Sc)
2008–2013 Drs. Peni Suparto, M.AP (wakil: Drs. Bambang Priyo Utomo, B.Sc)

Bahasa Jawa dengan dialek Jawa Timuran adalah bahasa sehari-hari masyarakat Malang. Kalangan minoritas Suku Madura menuturkan Bahasa Madura.
Malang dikenal memiliki dialek khas yang disebut Boso Walikan, yaitu cara pengucapan kata secara terbalik, misalnya Malang menjadi Ngalam, bakso menjadi oskab' burung menjadi ngurub, dan contoh lain seperti saya bangga arema menang-ayas bangga arema nganem . Gaya bahasa masyarakat Malang terkenal egaliter dan blak-blakan, yang menunjukkan sikap masyarakatnya yang tegas, lugas dan tidak mengenal basa-basi.
Budaya
Kekayaan etnis dan budaya yang dimiliki Kota Malang berpengaruh terhadap kesenian tradisional yang ada. Salah satunya yang terkenal adalah Wayang Topeng Malangan (Topeng Malang), namun kini semakin terkikis oleh kesenian modern. Gaya kesenian ini adalah wujud pertemuan tiga budaya (Jawa Tengahan, Madura, dan Tengger). Hal tersebut terjadi karena Malang memiliki tiga sub-kultur, yaitu sub-kultur budaya Jawa Tengahan yang hidup di lereng gunung Kawi, sub-kultur Madura di lereng gunung Arjuna, dan sub-kultur Tengger sisa budaya Majapahit di lereng gunung Bromo-Semeru. Etnik masyarakat Malang terkenal religius, dinamis, suka bekerja keras, lugas dan bangga dengan identitasnya sebagai Arek Malang (AREMA) serta menjunjung tinggi kebersamaan dan setia kepada malang.
Di kota Malang juga terdapat tempat yang merupakan sarana apresiasi budaya Jawa Timur yaitu Taman Krida Budaya Jawa Timur, di tempat ini sering ditampilkan aneka budaya khas Jawa Timur seperti Ludruk, Ketoprak, Wayang Orang, Wayang Kulit, Reog, Kuda Lumping, Sendra tari, saat ini bertambah kesenian baru yang kian berkembang pesat di kota Malang yaitu kesenian "BANTENGAN" kesenian ini merupakan hasil dari kreatifitas masyarakat asli malang, sejak dahulu sebenarnya kesenian ini sudah dikenal oleh masyarakat malang namun baru sekaranglah "BANTENGAN" lebih dikenal oleh masyarakat tidak hanya masyarakat lokal namun juga luar daerah bahkan mancanegara. Khusus di Malang sering diadakan pergelaran bantengan hampir setiap perayaan hari besar baik keagamaan maupun peringatan hari kemerdekaan.
KANJURUHAN
Sejarah kota Malang diawali oleh seorang raja yang bijaksana dan amat sakti, Dewasimha namanya. Ia menjaga istananya yang berkilauan serta dikuduskan oleh api suci Sang Putikewara (Ciwa). Berbahagialah sang Raja Dewasimha karena dewa-dewa telah menganugerahkan dalam hidupnya seorang putera sebagai pewaris mahkotanya. Putra yang kemudian menjadi pelindung kerajaan itu bernama Liswa atau juga dikenal sebagai Gajayana. Adalah Gajayana seorang raja yang begitu dicintai rakyatnya, berbudi luhur dan berbuat baik untuk kaum pendeta serta penuh baktu sesungguh-sungguhnya kepada Resi Agastya.
Sebagai tanda bakti yang tulus kepada Resi tersebut, sang Raja Gajayana telah membangun sebuah candi yang permai untuk mahresi serta untuk menjadi penangkal segala penyakit dan malapetaka kerajaan. Jikalau nenek moyangnya telah membuat arca Agstya dari kayu cendana, maka Raja Gajayana sebagai pernyataan bakti dan hormatnya telah memerintahkan kepada pemahat-pemahat ternama di seantero kerajaan untuk membuat arca Agastya dari batu hitam nan indah, agar semua dapat melihatnya. Arca Agastya yang diberi nama Kumbhayoni itu, atas perintah raja yang berbudi luhur tersebut kemudian diresmikan oleh para Regveda, para Brahmana, pendeta-pendeta terkemuka dan para penduduk negeri yang ahli, pada tahun Saka, Nayana-Vava-Rase(682) bulan Magasyirsa tepat pada hari Jum’at separo terang.
Ia Raja Gajayana yang perkasa itu adalah seorang agamawan yang sangat menaruh hormat kepada para pendeta. Dihadiahkannya kepada mereka tanah-tanah beserta sapi yang gemuk, sejumlah kerbau, budak lelaki dan wanita, serta berbagai keperluan hidup seperti sabun-sabun tempat mandi, bahan upacara sajian, rumah-rumah besar penuh perlengkapan hidup seperti : penginapan para brahmana dan tamu, lengkap dengan pakaian-pakaian, tempat tidur dan padi, jewawut. Mereka yang menghalang-halangi kehendak raja untuk memberikan hadiah-hadiah seperti itu, baik saudara-saudara, putera-putera raja, dan Menteri Pertama, maka mereka akan menjadi celaka karena pikiran-pikiran buruk dan akan masuk ke neraka dan tidak akan memperoleh keoksaan di dunia atau di alam lain. Ia, sebaliknya selalu berdoa dan berharap semoga keturunannya bergirang hati dengan hadiah-hadiah tersebut, memperhatikan dengan jiwa yang suci, menghormati kaum Brahmana dan taat beribadat, berbuat baik, menjalankan korban, dan mempelajari Weda. Semoga mereka menjaga kerajaan yang tidak ada bandingannya ini seperti sang Raja telah menjaganya.
Raja Gajayana mempunyai seorang puteri Uttejena yang kelak meneruskan Vamcakula ayahandanya yang bijaksana itu.
Cerita di atas diangkat sari satu prasasti yang bernama “Prasasti Dinaya atau Kanjuruhan” menurut nama desa yang disebutkan dalam piagam tersebut. Seperti tertulis di dalamnya, prasasti ini memuat unsure penanggalan dalam candrasengkala yang berbunyi : “Nayana-vaya-rase” yang bernilai 682 tahun caka atau tahun 760 setelah Masehi.
Apabila prasasti itu dikeluarkan oleh Raja Gajayana pada tahun 760 sesudah Masehi, maka paling tidak prasasti itu merupakan sumber tertulis tertua tentang adanya fasilitas politik yakni berdirinya kerajaan Kanjuruan di wilayah Malang. Tempat itu sekarang dikenal dengan nama Dinoyo terletak 5 km sebelah barat Kota Malang. Di tempat ini menurut penduduk disana, masih ditemukan patung Dewasimha yang terletak di tengah pasar walaupun hampir hilang terbenam ke dalam tanah.
Malangkucecwara berasal dari tiga kata, yakni : Mala yang berarti segala sesuatu yang kotor, kecurangan, kepalsuan, atau bathil, Angkuca yang berarti menghancurkan atau membinasakan dan Icwara yang berarti Tuhan. Dengan demikian Malangkucecwara berarti “TUHAN MENGHANCURKAN YANG BATHIL”.
Walaupun nama Malang telah mendarah daging bagi penduduknya, tetapi nama tersebut masih terus merupakan tanda tanya. Para ahli sejarah masih terus menggali sumber-sumber untuk memperoleh jawaban yang tepat atas pernyataan tersebut di atas. Sampai saat ini telah diperoleh beberapa hipotesa mengenai asal-usul nama Malang tersebut. Malangkucecwara yang tertulis di dalam lambang kota itu, menurut salah satu hipotesa merupakan nama sebuah bangunan suci. Nama bangunan suci itu sendiri diketemukan dalam dua prasasti Raja Balitung dari Jawa Tengah yakni prasasti Mantyasih tahun 907, dan prasasti 908 yakni diketemukan di satu tempat antara Surabaya-Malang. Namun demikian dimana letak sesungguhnya bangunan suci Malangkucecwara itu, para ahli sejarah masih belum memperoleh kesepakatan. Satu pihak menduga letak bangunan suci itu adalah di daerah gunung Buring, satu pegunungan yang membujur di sebelah timur kota Malang dimana terdapat salah satu puncak gunung yang bernama Malang. Pembuktian atas kebenaran dugaan ini masih terus dilakukan karena ternyata, disebelah barat kota Malang juga terdapat sebuah gunung yang bernama Malang.
Pihak yang lain menduga bahwa letak sesungguhnya dari bangunan suci itu terdapat di daerah Tumpang, satu tempat di sebelah utara kota Malang. Sampai saat ini di daerah tersebut masih terdapat sebuah desa yang bernama Malangsuka, yang oleh sebagian ahli sejarah, diduga berasal dari kata Malankuca yang diucapkan terbalik. Pendapat di atas juga dikuatkan oleh banyaknya bangunan-bangunan purbakala yang berserakan di daerah tersebut, seperti candi Jago dan candi Kidal, yang keduanya merupakan peninggalan zaman kerajaan Singasari.
Dari kedua hipotesa tersebut di atas masih juga belum dapat dipastikan manakah kiranya yang terdahulu dikenal dengan nama Malang yang berasal dari nama bangunan suci Malangkucecwara itu. Apakah daerah di sekitar Malang sekarang, ataukah kedua gunung yang bernama Malang di sekitar daerah itu.
Sebuah prasasti tembaga yang ditemukan akhir tahun 1974 di perkebunan Bantaran, Wlingi, sebelah barat daya Malang, dalam satu bagiannya tertulis sebagai berikut : “………… taning sakrid Malang-akalihan wacid lawan macu pasabhanira dyah Limpa Makanagran I ………”. Arti dari kalimat tersebut di atas adalah : “ …….. di sebelah timur tempat berburu sekitar Malang bersama wacid dan mancu, persawahan Dyah Limpa yaitu ………”
Dari bunyi prasasti itu ternyata Malang merupakan satu tempat di sebelah timur dari tempat-tempat yang tersebut dalam prasasti tiu. Dari prasasti inilah diperoleh satu bukti bahwa pemakaian nama Malang telah ada paling tidak sejak abad 12 Masehi.
Hipotesa-hipotesa terdahulu, barangkali berbeda dengan satu pendapat yang menduga bahwa nama Malang berasal dari kata “Membantah” atau “Menghalang-halangi” (dalam bahasa Jawa berarti Malang). Alkisah Sunan Mataram yang ingin meluaskan pengaruhnya ke Jawa Timur telah mencoba untuk menduduki daerah Malang. Penduduk daerah itu melakukan perlawanan perang yang hebat. Karena itu Sunan Mataram menganggap bahwa rakyat daerah itu menghalang-halangi, membantah atau malang atas maksud Sunan Mataram. Sejak itu pula daerah tersebut bernama Malang.
Timbulnya karajaan Kanjuruhan tersebut, oleh para ahli sejarah dipandang sebagai tonggak awal pertumbuhan pusat pemerintahan yang sampai saat ini, setelah 12 abad berselang, telah berkembang menjadi Kota Malang.
Setelah kerajaan Kanjuruhan, di masa emas kerajaan Singasari (1000 tahun setelah Masehi) di daerah Malang masih ditemukan satu kerajaan yang makmur, banyak penduduknya serta tanah-tanah pertanian yang amat subur. Ketika Islam menaklukkan kerajaan Majapahit sekitar tahun 1400, Patih Majapahit melarikan diri ke daerah Malang. Ia kemudian mendirikan sebuah kerajaan Hindu yang merdeka, yang oleh putranya diperjuangkan menjadi satu kerajaan yang maju. Pusat kerajaan yang terletak di kota Malang sampai saat ini masih terlihat sisa-sisa bangunan bentengnya yang kokoh bernama Kutobedah di desa Kutobedah.
Adalah Sultan Mataram dari Jawa Tengah yang akhirnya datang menaklukkan daerah ini pada tahun 1614 setelah mendapat perlawanan yang tangguh dari penduduk daerah ini.
Mengapa Malang?
Sebelum tahun 1964, dalam lambang kota Malang terdapat tulisan ; “Malang namaku, maju tujuanku” terjemahan dari “Malang nominor, sursum moveor”. Ketika kota ini merayakan hari ulang tahunnya yang ke-50 pada tanggal 1 April 1964, kalimat-kalimat tersebut berubah menjadi : “Malangkucecwara”. Semboyan baru ini diusulkan oleh almarhum Prof. Dr. R. Ng. Poerbatjaraka, karena kata tersebut sangat erat hubungannya dengan asal-usul kota Malang yang pada masa Ken Arok kira-kira 7 abad yang lampau telah menjadi nama dari tempat di sekitar atau dekat candi yang bernama Malangkucecwara.
Sekilas Sejarah Pemerintahan
Kota malang mulai tumbuh dan berkembang setelah hadirnya pemerintah kolonial Belanda, terutama ketika mulai di operasikannya jalur kereta api pada tahun 1879. Berbagai kebutuhan masyarakatpun semakin meningkat terutama akan ruang gerak melakukan berbagai kegiatan. Akibatnya terjadilah perubahan tata guna tanah, daerah yang terbangun bermunculan tanpa terkendali. Perubahan fungsi lahan mengalami perubahan sangat pesat, seperti dari fungsi pertanian menjadi perumahan dan industri.
Malang merupakan sebuah Kerajaan yang berpusat di wilayah Dinoyo, dengan rajanya Gajayana.
Tahun 1767 Kompeni memasuki Kota

Tahun 1821 kedudukan Pemerintah Belanda di pusatkan di sekitar kali Brantas

Tahun 1824 Malang mempunyai Asisten Residen
Tahun 1882 rumah-rumah di bagian barat Kota di dirikan dan Kota didirikan alun-alun di bangun.
1 April 1914 Malang di tetapkan sebagai Kotapraja
8 Maret 1942 Malang diduduki Jepang
21 September 1945 Malang masuk Wilayah Republik Indonesia
22 Juli 1947 Malang diduduki Belanda
2 Maret 1947 Pemerintah Republik Indonesia kembali memasuki Kota Malang.
1 Januari 2001, menjadi Pemerintah Kota Malang.

(disadur dengan sedikit perubahan dari digilib.malangkota.go.id)
Sedikit tambahan tentang Kerajaan Kanjuruhan
Letak pusat kerajaan Kanjuruhan
Kanjuruhan adalah sebuah kerajaan bercorak Hindu di Jawa Timur, yang pusatnya berada di dekat Kota Malang sekarang. Kanjuruhan diduga telah berdiri pada abad ke-6 Masehi (masih sezaman dengan Kerajaan Taruma di sekitar Bekasi dan Bogor sekarang). Bukti tertulis mengenai kerajaan ini adalah Prasasti Dinoyo. Rajanya yang terkenal adalah Gajayana. Peninggalan lainnya adalah Candi Badut dan Candi Wurung.

Latar belakang

Jaman dahulu, ketika Pulau Jawa diperintah oleh raja-raja yang tersebar di daerah-daerah. Raja Purnawarman memerintah di Kerajaan Tarumanegara; Maharani Shima memerintah di Kerajaan Kalingga (atau "Holing"); dan Raja Sanjaya memerintah di Kerajaan Mataram Kuno. Di Jawa Timur terdapat pula sebuah kerajaan yang aman dan makmur. Kerajaan itu berada di daerah Malang sekarang, di antara Sungai Brantas dan Sungai Metro, di dataran yang sekarang bernama Dinoyo, Merjosari, Tlogomas, dan Ketawanggede Kecamatan Lowokwaru. Kerajaan itu bernama Kanjuruhan.
Bagaimana Kerajaan Kanjuruhan itu bisa berada dan berdiri di lembah antara Sungai Brantas dan Kali Metro di lereng sebelah timur Gunung Kawi, yang jauh dari jalur perdagangan pantai atau laut? Kita tentunya ingat bahwa pedalaman Pulau Jawa terkenal dengan daerah agraris, dan di daerah agraris semacam itulah muncul pusat-pusat aktivitas kelompok masyarakat yang berkembang menjadi pusat pemerintahan. Rupa-rupanya sejak awal abad masehi, agama Hindu dan Buddha yang menyebar di seluruh kepulauan Indonesia bagian barat dan tengah, pada sekitar abad ke VI dan VII M sampai pula di daerah pedalaman Jawa bagian timur, antara lain Malang. Karena Malang-lah kita mendapati bukti-bukti tertua tentang adanya aktivitas pemerintahan kerajaan yang bercorak Hindu di Jawa bagian timur.
Bukti itu adalah prasasti Dinoyo yang ditulis pada tahun Saka 682 (atau kalau dijadikan tahun masehi ditambah 78 tahun, sehingga bertepatan dengan tahun 760 M). Disebutkan seorang raja yang bernama Dewa Singha, memerintah keratonnya yang amat besar yang disucikan oleh api Sang Siwa. Raja Dewa Singha mempunyai putra bernama Liswa, yang setelah memerintah menggantikan ayahnya menjadi raja bergelar Gajayana. Pada masa pemerintahan Raja Gajayana, Kerajaan Kanjuruhan berkembang pesat, baik pemerintahan, sosial, ekonomi maupun seni budayanya. Dengan sekalian para pembesar negeri dan segenap rakyatnya, Raja Gajayana membuat tempat suci pemujaan yang sangat bagus guna memuliakan Resi Agastya. Sang raja juga menyuruh membuat arca sang Resi Agastya dari batu hitam yang sangat elok, sebagai pengganti arca Resi Agastya yang dibuat dari kayu oleh nenek Raja Gajayana.
Dibawah pemerintahan Raja Gajayana, rakyat merasa aman dan terlindungi. Kekuasaan kerajaan meliputi daerah lereng timur dan barat Gunung Kawi. Ke utara hingga pesisir laut Jawa. Keamanan negeri terjamin. Tidak ada peperangan. Jarang terjadi pencurian dan perampokan, karena raja selalu bertindak tegas sesuai dengan hukum yang berlaku. Dengan demikian rakyat hidup aman, tenteram, dan terhindar dari malapetaka.
Raja Gajayana hanya mempunyai seorang putri, yang oleh ayahnya diberi nama Uttejana. Seorang putri kerajaan pewaris tahta Kerajaan Kanjuruhan. Ketika dewasa, ia dijodohkan dengan seorang pangeran dari Paradeh bernama Pangeran Jananiya. Akhirnya Pangeran Jananiya bersama Permaisuri Uttejana, memerintah kerajaan warisan ayahnya ketika sang Raja Gajayana mangkat. Seperti leluhur-leluhurnya, mereka berdua memerintah dengan penuh keadilan. Rakyat Kanjuruhan semakin mencintai rajanya. Demikianlah, secara turun-temurun Kerajaan Kanjuruhan diperintah oleh raja-raja keturunan Raja Dewa Singha. Semua raja itu terkenal akan kebijaksanaannya, keadilan, serta kemurahan hatinya.
Pada sekitar tahun 847 Masehi, Kerajaan Mataram Kuno di Jawa Tengah diperintah oleh Sri Maharaja Rakai Pikatan Dyah Saladu. Raja ini terkenal adil dan bijaksana. Dibawah pemerintahannyalah Kerajaan Mataram berkembang pesat, kekuasaannya sangat besar. Ia disegani oleh raja-raja lain diseluruh Pulau Jawa. Keinginan untuk memperluas wilayah Kerajaan Mataram Kuna selalu terlaksana, baik melalui penaklukan maupun persahabatan. Kerajaan Mataram Kuna terkenal di seluruh Nusantara, bahkan sampai ke mancanegara. Wilayahnya luas, kekuasaannya besar, tentaranya kuat, dan penduduknya sangat banyak.
Perluasan Kerajaan Mataram Kuna itu sampai pula ke Pulau Jawa bagian timur. Tidak ada bukti atau tanda bahwa terjadi penaklukan dengan peperangan antara Kerajaan Mataram Kuna dengan Kerajaan Kanjuruhan. Ketika Kerajaan Mataram Kuna diperintah oleh Sri Maharaja Rakai Watukura Dyah Balitung, raja Kerajaan Kanjuruhan menyumbangkan sebuah bangunan candi perwara (pengiring) di komplek Candi Prambanan yang dibangun oleh Sri Maharaja Rakai Pikatan tahun 856 M (dulu bernama “Siwa Greha”). Candi pengiring (perwara) itu ditempatkan pada deretan sebelah timur, tepatnya di sudut tenggara. Kegiatan pembangunan semacam itu merupakan suatu kebiasaan bagi raja-raja daerah kepada pemerintah pusat. Maksudnya agar hubungan kerajaan pusat dan kerajaan di daerah selalu terjalin dan bertambah erat.
Kerajaan Kanjuruhan saat itu praktis dibawah kekuasaan Kerajaan Mataram Kuna. Walaupun demikian Kerajaan Kanjuruhan tetap memerintah di daerahnya. Hanya setiap tahun harus melapor ke pemerintahan pusat. Di dalam struktur pemerintahan Kerajaan Mataram Kuna zaman Raja Balitung, raja Kerajaan Kanjuruhan lebih dikenal dengan sebutan Rakryan Kanuruhan, artinya “Penguasa daerah” di Kanuruhan. Kanuruhan sendiri rupa-rupanya perubahan bunyi dari Kanjuruhan. Karena sebagai raja daerah, maka kekuasaan seorang raja daerah tidak seluas ketika menjadi kerajaan yang berdiri sendiri seperti ketika didirikan oleh nenek moyangnya dulu. Kekuasaaan raja daerah di Kanuruhan dapat diketahui waktu itu adalah daerah lereng timur Gunung Kawi.

Kekuasaan Rakryan Kanjuruhan

Daerah kekuasaan Rakryan Kanuruhan watak Kanuruhan. Watak adalah suatu wilayah yang luas, yang membawahi berpuluh-puluh wanua (desa). Jadi mungkin daerah watak itu dapat ditentukan hampir sama setingkat kabupaten. Dengan demikian Watak Kanuruhan membawahi wanua-wanua (desa-desa) yang terhampar seluas lereng sebelah timur Gunung Kawi sampai lereng barat Pegunungan Tengger-Semeru ke selatan hingga pantai selatan Pulau Jawa.
Dari sekian data nama-nama desa (wanua) yang berada di wilayah (watak) Kanuruhan menurut sumber tertulis berupa prasasti yang ditemukan disekitar Malang adalah sebagai berikut :
daerah Balingawan (sekarang Desa Mangliawan Kecamatan Pakis),

daerah Turryan (sekarang Desa Turen Kecamatan Turen),

daerah Tugaran (sekarang Dukuh Tegaron Kelurahan Lesanpuro),
daerah Kabalon (sekarang Dukuh Kabalon Cemarakandang),
daerah Panawijyan (sekarang Kelurahan Palowijen Kecamatan Blimbing),
daerah Bunulrejo (yang dulu bukan bernama Desa Bunulrejo pada zaman Kerajaan Kanuruhan),
dan daerah-daerah di sekitar Malang barat seperti : Wurandungan (sekarang Dukuh Kelandungan – Landungsari), Karuman, Merjosari, Dinoyo, Ketawanggede, yang di dalam beberapa prasasti disebut-sebut sebagai daerah tempat gugusan kahyangan (bangunan candi) di dalam wilayah/kota Kanuruhan.

Demikianlah daerah-daerah yang menjadi wilayah kekuasaan Rakryan Kanuruhan. Dapat dikatakan mulai dari daerah Landungsari (barat), Palowijen (utara), Pakis (timur), Turen (selatan). Keistimewaan pejabat Rakryan Kanuruhan ini disamping berkuasa di daerahnya sendiri, juga menduduki jabatan penting dalam pemerintahan Kerajaan Mataram Kuno sejak zaman Raja Balitung, yaitu sebagai pejabat yang mengurusi urusan administrasi kerajaan. Jabatan ini berlangsung sampai zaman Kerajaan Majapahit. Begitulah sekilas tentang Rakryan Kanuruhan. Penguasa di daerah tetapi dapat berperan di dalam struktur pemerintahan kerajaan pusat, yang tidak pernah dilakukan oleh pejabat (Rakyan) yang lainnya, dalam sejarah Kerajaan Mataram Kuno di masa lampau.
Kabupaten Malang (Hanacaraka: ꦏꦨꦹꦥꦠꦺꦤ꧀ꦩꦭꦁ) adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Kabupaten Malang adalah kabupaten terluas kedua di Jawa Timur setelah Kabupaten Banyuwangi dan merupakan kabupaten dengan populasi terbesar di Jawa Timur. Kabupaten Malang mempunyai koordinat 112o17' sampai 112o57' Bujur Timur dan 7o44' sampai 8o26' Lintang Selatan. Kabupaten Malang juga merupakan kabupaten terluas ketiga di Pulau Jawa setelah Kabupaten Banyuwangi dan Kabupaten Sukabumi di Provinsi Jawa Barat. Ibu kota Kabupaten Malang adalah Kepanjen.
Kabupaten ini berbatasan langsung dengan Kota Malang tepat di tengah-tengahnya, Kabupaten Jombang; Kabupaten Pasuruan; dan Kota Batu di utara, Kabupaten Lumajang dan Kabupaten Probolinggo di timur, Samudra Hindia di selatan, serta Kabupaten Blitar dan Kabupaten Kediri di barat. Sebagian besar wilayahnya merupakan pegunungan yang berhawa sejuk, Kabupaten Malang dikenal sebagai salah satu daerah tujuan wisata utama di Jawa Timur. Bersama dengan Kota Batu dan Kota Malang, Kabupaten Malang merupakan bagian dari kesatuan wilayah yang dikenal dengan Malang Raya (Wilayah Metropolitan Malang).
Pemerintahan
Secara administrasi, pemerintahan Kabupaten Malang dipimpin oleh seorang bupati dan wakil bupati yang membawahi koordinasi atas wilayah administrasi kecamatan yang dikepalai oleh seorang camat. Kecamatan dibagi lagi menjadi desa dan kelurahan yang dikepalai oleh seorang kepala desa dan seorang lurah. Seluruh camat dan lurah merupakan jajaran pegawai negeri sipil di lingkungan pemerintah kabupaten, sedangkan kepala desa dipilih oleh setiap warga desa setiap periode tertentu dan memiliki sebuah pemerintahan desa yang mandiri. Sejak 2005, bupati Malang dan wakilnya dipilih secara langsung oleh rakyat dalam pilkada, setelah sebelumnya dipilih oleh anggota DPRD kabupaten. 

Kabupaten Malang terdiri atas 33 kecamatan, yang dibagi lagi menjadi sejumlah desa dan kelurahan. Pusat pemerintahan berada di Kecamatan Kepanjen. Pusat pemerintahan sebelumnya berada di Kota Malang hingga tahun 2008. Kota Batu dahulu merupakan bagian dari Kabupaten Malang dan sejak tahun 2001 menjadi daerah otonom setelah ditetapkan menjadi kota. Terdapat beberapa kawasan kecamatan yang cukup besar di Kabupaten Malang antara lain Kecamatan Lawang, Turen, dan Kepanjen. Kecamatan di Kabupaten Malang terdiri dari:



Sejarah

Ketika kerajaan Singhasari dibawah kepemimpinan Akuwu Tunggul Ametung yang beristrikan Ken Dedes, kerajaan itu dibawah kekuasaan Kerajaan Kediri. Pusat pemerintahan Singhasari saat itu berada di Tumapel. Baru setelah muncul Ken Arok yang kemudian menghilangkan Tunggul Ametung dengan cara membunuhnya dan menikahi Ken Dedes yang cantik jelita, pusat kerajaan berpindah ke Malang, setelah berhasil mengalahkan Kerajaan Kediri, dan saat jatuh ke tangan Singhasari statusnya menjadi kadipaten. Sementara Ken Arok mengangkat dirinya sebagai raja bergelar Sri Ranggah Rajasa Sang Amurwabhumi (1222 - 1227).
Kerajaan ini mengalami jatuh bangun. Semasa kejayaan Mataram, kerajaan-kerajaan yang ada di Malang jatuh ke tangan Mataram, seperti halnya Kerajaan Majapahit. Sementara pemerintahan pun berpindah ke Demak disertai masuknya agama Islam yang dibawa oleh Wali Songo. Malang saat itu berada di bawah pemerintahan Adipati Ronggo Tohjiwo dan hanya berstatus kadipaten. Pada masa-masa keruntuhan itu, menurut Folklore, muncul pahlawan legendaris Raden Panji Pulongjiwo. Ia tertangkap prajurit Mataram di Desa Panggungrejo yang kini disebut Kepanjen (Kepanji-an). Hancurnya kota Malang saat itu dikenal sebagai Malang Kutho Bedhah.
Bukti-bukti lain yang hingga sekarang merupakan saksi bisu adalah nama-nama desa seperti Kanjeron, Balandit, Turen, Polowijen, Ketindan, Ngantang dan Mandaraka. Peninggalan sejarah berupa candi-candi merupakan bukti konkret seperti :
Candi Kidal di Desa Kidal kecamatan Tumpang yang dikenal sebagai tempat penyimpanan jenazah Anusapati.

Candi Singhasari di kecamatan Singosari sebagai penyimpanan abu jenazah Kertanegara.

Candi Jago / Jajaghu di kecamatan Tumpang merupakan tempat penyimpanan abu jenazah Wisnuwardhana.
Pada zaman VOC, Malang merupakan tempat strategis sebagai basis perlawanan seperti halnya perlawanan Trunojoyo (1674 - 1680) terhadap Mataram yang dibantu VOC. Menurut kisah, Trunojoyo tertangkap di Ngantang. Awal abad XIX ketika pemerintahan dipimpin oleh Gubernur Jenderal, Malang seperti halnya daerah-daerah di nusantara lainnya, dipimpin oleh Bupati.

Kediaman bupati Malang (sekitar 1935)

Bupati Malang I adalah Raden Tumenggung Notodiningrat I yang diangkat oleh pemerintah Hindia Belanda berdasarkan resolusi Gubernur Jenderal 9 Mei 1820 Nomor 8 Staatblad 1819 Nomor 16. Kabupaten Malang merupakan wilayah yang strategis pada masa pemerintahan kerajaan-kerajaan. Bukti-bukti yang lain, seperti beberapa prasasti yang ditemukan menunjukkan daerah ini telah ada sejak abad VIII dalam bentuk Kerajaan Singhasari dan beberapa kerajaan kecil lainnya seperti Kerajaan Kanjuruhan seperti yang tertulis dalam Prasasti Dinoyo. Prasasti itu menyebutkan peresmian tempat suci pada hari Jum`at Legi tanggal 1 Margasirsa 682 Saka, yang bila diperhitungkan berdasarkan kalender kabisat jatuh pada tanggal 28 Nopember 760. Tanggal inilah yang dijadikan patokan hari jadi Kabupaten Malang. Sejak tahun 1984 di Pendopo Kabupaten Malang ditampilkan upacara Kerajaan Kanjuruhan, lengkap berpakaian adat zaman itu, sedangkan para hadirin dianjurkan berpakaian khas daerah Malang sebagaimana ditetapkan.

Arti lambang

Lambang Kabupaten Malang berarti:
Merah putih = Perisai Segi Lima

Merah = Tulisan Kabupaten Malang

Kuning emas = Garis tepi atap kubah
Hijau = Warna dasar kubah
Hijau= Gunung Berapi
Putih = Asap
Putih dan hitam = Keris
Putih = Buku terbuka
Biru tua = Laut
Putih = Gelombang laut (jumlah 19)
Kunig emas = Butir padi (jumlah 45)
Putih = Bunga kapas (jumlah 8)
Hijau = Daun kapas (jumlah 17)
Kuning emas = Bintang bersudut lima
Putih dan hitam = Pita terbentang dengan sesanti Satata Gama Kartaraharja
Kuning emas = Rantai (jumlah 7)

Jiwa nasional bangsa Indonesia yang suci dan berani, di mana segala usaha ditujukan untuk kepentingan nasional berlandaskan falsafah Pancasila dilukiskan dengan persegi lima dengan garis tepi tebal berwarna MERAH PUTIH.
KUBAH dengan garis tepi atapnya berwarna kuning emas dan warna dasar hijau mencerminkan papan atau tempat bernaung bagi kehidupan rohani dan jasmani diruang lingkup Daerah Kabupaten Malang yang subur makmur.
Bintang bersudut lima berwarna kuning emas, mencerminkan Ketuhanan Yang Maha Esa berdasarkan Falsafah Pancasila yang Luhur dan Agung.
Untaian padi berwarna kuning emas, daun kapas berwarna hijau serta bunga kapaas berwarna putih mencerminkan tujuan masyarakat adil dan makmur.
Daun kapas berjumlah 17, bunga kapas berjumlah 8, gelombang laut berjumlah 45 mencerminkan semangat perjuangan Proklamasi 17 Agustus 1945.
Rantai berwarna kuning emas mencerminkan persatuan dan keadilan, gunung berapi berwarna hijau mencerminkan potensi alam daerah Kabupaten Malang, dan asap berwarna putih mencerminkan semangat yang tak pernah kunjung padam.
Laut mencerminkan kekayaan alam yang ada di daerah Kabupaten Malang sedangkan warna biru tua mencerminkan cita-cita yang abadi dan tak pernah padam.
Keris yang berwarna hitam dan putih mencerminkan jiwa kepahlawanan dan Kemegahan sejarah daerah Kabupaten Malang. Buku terbuka berwarna putih mencerminkan tujuan meningkatkan kecerdasan rakyat untuk kemajuan.
Sesanti Satata Gama Karta Raharja mencerminkan masyarakat adil dan makmur material dan spiritual disertai dasar kesucian yang langgeng (abadi).

Maskot

Habitat jenis fauna burung Cucak Ijo ditengarai berasal dari kawasan Malang Selatan, walaupun di beberapa daerah lain juga terdapat burung sejenis. Didasari dengan latar belakang Chloropsis Sonnerati dan disusul kemudian dengan Surat Bupati Kepala Daerah Tingkat II Malang tanggal 8 Februari 1996 bernomor 522.4/429.024/1995 tentang pelestarian flora dan fauna, Burung Cucak Ijo dimunculkan sebagai identitas fauna Kabupaten Malang. Kemudian dikukuhkan pula dengan Surat Keputusan Bupati Kepala Daerah Tingkat II Malang, nomor 180/170/SK/429.013/1997, tentang Penetapan Maskot / Identitas Flora dan FaunaKabupaten Daerah Tingkat II Malang, tertanggal 26 April 1997. Dalam Surat Keputusan Bupati itu, untuk maskot flora ditetapkan Apel Manalagi (Malus Sylvestris Mill). Sedangkan untuk faunanya adalah Burung Cucak Ijo. Maksud penetapan maskot flora dan fauna tersebut sebagai upaya pengenalan sekaligus pelestarian yang didasari keunikan suatu jenis satwa dan tumbuhan tertentu yang terdapat di Kabupaten Malang serta merupakan ciri khas daerah. Penetapan maskot tersebut berperan pula sebagai sarana meningkatkan promosi kepariwisataan, penelitian dan pendidikan. Upaya pelestarian Burung Cucak Ijo ini dilakukan antara lain dengan cara pembangunan penangkaran terbesar yang sedang dibangun di Desa Jeru, Kecamatan Tumpang di atas lahan seluas 9,5 hektare yang untuk burung cucak ijo disediakan lahan seluas 0,5 hektare, dan lahan yang lain digunakan untuk pembudidayaan dan pelestarian flora dan fauna yang lain.

Geografi

Batas wilayah
Utara Kabupaten Jombang, Kabupaten Pasuruan, dan Kota Batu
Selatan Samudra Hindia
Barat Kabupaten Blitar dan Kabupaten Kediri
Timur Kabupaten Lumajang dan Kabupaten Probolinggo

Kabupaten Malang terletak pada 112 035`10090`` sampai 112``57`00`` Bujur Timur 7044`55011`` sampai 8026`35045`` Lintang Selatan. Kabupaten Malang berbatasan dengan Kota Malang tepat di tengah-tengahnya, Kabupaten Jombang, Kabupaten Pasuruan; dan Kota Batu di sebelah utara, Kabupaten Probolinggo dan Kabupaten Lumajang di sebelah timur, Kabupaten Blitar dan Kabupaten Kediri di sebelah barat, serta Samudra Hindia di sebelah selatan.
Sebagian besar wilayah Kabupaten Malang merupakan kawasan dataran tinggi dan pegunungan yang berhawa sejuk. Bagian barat dan barat laut berupa pegunungan, dengan puncaknya Gunung Arjuno (3.339 m) dan Gunung Kawi (2.651 m). Di pegunungan ini terdapat mata air Sungai Brantas, sungai terpanjang kedua di pulau Jawa dan terpanjang di Jawa Timur.
Bagian timur merupakan kompleks Pegunungan Bromo-Tengger-Semeru, dengan puncaknya Gunung Bromo (2.392 m) dan Gunung Semeru (3.676 m). Gunung Semeru adalah gunung tertinggi di Pulau Jawa. Kota Malang sendiri berada di cekungan antara kedua wilayah pegunungan tersebut. Bagian selatan berupa pegunungan dan dataran bergelombang. Dataran rendah di pesisir selatan cukup sempit dan sebagian besar pantainya berbukit.
Kabupaten Malang memiliki potensi pertanian dengan iklim sejuk. Daerah utara dan timur banyak digunakan untuk perkebunan apel. Daerah pegunungan di barat banyak ditanami sayuran dan menjadi salah satu penghasil sayuran utama di Jawa Timur. Daerah selatan banyak digunakan ditanami tebu dan hortikultura, seperti salak dan semangka. Selain perkebunan teh, Kabupaten Malang juga berpotensi untuk perkebunanan kopi,dan cokelat(daerah pegunungan Kecamatan Tirtoyudo). Hutan jati banyak terdapat di bagian selatan yang merupakan daerah pegunungan kapur.