Pangeran Pekik

Pangeran Pekik

05:55 0
Pangeran Pekik
Ini adalah kisah Pangeran dari negeri Surabaya.. ia bernama Pangeran Pekik.. Pangeran Pekik tinggal bersama ayahnya Raja Jayalengkara yang merupakan penguasa kerajaan Surabaya…
Kerajaan Surabaya adalah kerajaan yang makmur yang kaya dengan angkatan laut yang kuat.. Pangeran Pekik merupakan pemuda yang tangguh dan kuat.. ia ikut ayahnya untuk berdagang hingga Maluku.. Pangeran Pekik banyak belajar strategi perang dan perdagangan dari ayahnya… Pangeran Pekik juga ahli dalam bidang seni.. dengan kreatifitasnya ia menciptakan wayang krucil yang lebih kecil dari wayang jawa..
Di masa kejayaan ayahnya… Kerajaan Surabaya menghadapi serangan dari Kerajaan Mataram yang dipimpin oleh Panembahan Senopati dan dua puluh tahun kemudian Raja Jayalengkara menghadapi serangan anak Panembahan Senopati yaitu Prabu Hanyokrowati.. selama tiga puluh tahun Kerajaan Surabaya bertempur melawan Kerajaan Mataram yang berniat menaklukan Raja Jayalengkara ayah Pangeran Pekik… Namun selama waktu itu pula Kerajaan Surabaya tetap berdiri kokoh karena pasukan tempur yang kuat dan armada angkatan laut yang tangguh… Baru setelah Kerajaan Mataram di pimpin oleh Sultan Agung seorang raja yang cerdik dan bijak… Kerajaan Surabaya dapat ditaklukan Kerajaan Mataram.. kali ini Sultan Agung pemimpin Kerajaan Mataram tidak berperang dengan Raja Jayalengkara karena mengetahui pasukan Raja Jayalengkara sangatlah kuat di medan pertempuran.. namun Sultan Agung menggunakan taktik untuk mengisolasi Kerajaan ini sehingga perdagangan yang merupakan tulang punggung perekonomian Kerajaan Surabaya hancur.. Rakyat Surabaya lama kelamaan banyak yang menderita kelaparan dan wabah penyakit karena wilayah Kerajaan Surabaya di isolasi… yang menyebabkan Raja Jayalengkara menyerah kepada Kerajaan Mataram dengan damai..
Akhirnya setelah Kerajaan Surabaya berhasil ditaklukan Sultan Agung, Kerajaan Surabaya menjadi bagian dari Kerajaan Mataram.. Sultan Agung yang terkenal bijak melihat sosok pemimpin di Kerajaan Surabaya ia adalah Pangeran Pekik.. karena Pangeran Pekik terkenal berani,bijak, dan alim.. ia diangkat oleh Sultan Agung menjadi pemimpin ulama di wilayah Ampel..
Karena kebaikan dan kebaikan hati yang dimiliki Pangeran Pekik… Sultan Agung kemudian berniat menikahkan adiknya yang bernama Ratu Pandansari.. melihat sosok Pangeran Pekik yang pemberani, baik, dan alim karena juga pemimpin ulama.. Ratu Pandansari setuju untuk menikah dengan Pangeran Pekik.. akhirnya Sultan Agung dan Pangeran Pekik kini bersaudara..
Suatu Ketika wilayah Giri Kedaton yang dipimpin oleh Panembahan Agung Giri Kawis Guna mencoba lepas dari Kerajaan Mataram..
Panembahan Agung Giri Kawis Guna merupakan sosok yang sangat disegani karena ia merupakan keturunan Sunan Giri yang kuat..
Sultan Agung memerintahkan perwira Kerajaan Mataram untuk menaklukan Panembahan Kawis Guna.. namun tidak ada yang berani..
Tapi ketika Sultan Agung memerintahkan Pangeran Pekik.. Pangeran Pekik dengan gagah berani langsung maju siap menumpas pemberontakan di Giri Kedaton yang dipimpin Panembahan Agung Giri Kawis Guna..
“Saya siap menerima perintah dari Sultan untuk menumpas pemberontak itu… “ tegas Pangeran Pekik dengan gagah berani..
Sultan Agung sangat terkesan dengan keberanian Pangeran Pekik dan memerintahkan pasukannya untuk mendampingi Pangeran Pekik untuk bertempur melawan Panembahan Kawis Guna dan pasukannya..
Terjadilah Perang hebat di Giri Kedaton.. Pasukan Pangeran Pekik menghadapi pasukan Panembahan Agung Giri Kawis Guna.. Pangeran Pekik dengan pedangnya maju ke medan perang… anak panah di siapkan oleh pasukan Sultan Agung…
Pasukan Panembahan Kawis Guna yang kalah jumlah sangat kerepotan menghadapi serangan Pangeran Pekik dan pasukannya… Dengan bekal strategi perang yang dipelajarinya dari ayahnya… Pangeran Pekik memerintahkan pasukan panah untuk melesakkan anak panah ke arah pasukan Panembahan Kawis Guna… akhirnya banyak pasukan Panembahan Kawis Guna yang berguguran.. setelah terdesak… Panembahan Kawis Guna menyerah kepada Pangeran Pekik..
Pangeran Pekik kembali ke Kerajaan Mataram dengan kemenangan.. Sultan Agung sangat bangga dan istrinya Ratu Pandansari juga bangga kepada suaminya..
Kematian Pangeran Pekik
Sejak 1645 Sultan Agung digantikan putranya yang bergelar Amangkurat I sebagai raja Mataram selanjutnya. Raja baru ini cenderung kurang suka terhadap Pangeran Pekik, yang merupakan mertuanya sendiri.
Dikisahkan dalam naskah-naskah babad, Amangkurat I memiliki calon selir seorang gadis Surabaya bernama Rara Hoyi putri Ki Mangun-jaya. Karena masih kecil, Rara Hoyi pun dititipkan pada Ki Wiroreja. Setelah dewasa, kecantikan Rara Hoyi menarik hati Pangeran Tejaningrat ( Amangkurat II ) , putra Amangkurat I yang lahir dari permaisuri yang merupakan putri Pangeran Pekik.
Pada suatu hari Pangeran Adipati Anom (Pangeran Tejaningrat ) berkunjung kerumah Tumenggung Wirorejo bermaksud hanya main-main saja. dengan tidak terduga bahwa di Katemanggungan ada seorang gadis yang sedang membatik kain. Sang Pangeran merasa terpikat hatinya. demi melihat gadis cantik molek yang tumbuh di sebuah Tamansari Katemanggungan Wirorejan. Begitu pula Rara Hoyi setelah bertemu pandangan matanya , deras berdebar–debar jantungnya dan segera lari masuk ke Pendapa Katemanggungan sambil duduk termangu-mangu. Sang Pangeran manunggu kehadiran si Cantik Jelita,namun tidak mungkin keluar karena malu. Ki Tumenggung Wirorejo keluar menghadap Sang Pangeran dengan sembahnya, sambil unjuk atur : “ Pangeran .. anak gadis yang Paduka cari itu sebenarnya puteri Piningit dari Surabaya, yang akan menjadi isteri Ayahanda Raja Sunan Prabu Mangkurat Agung ..†Setelah Sang Pangeran mendengar keterangan dari Ki Tumenggung Wirorejo , segera minta pamit kembali ke Keraton . Di Kesatriyan Sang Pangeran tidak dapat tidur, dan selalu terbayang-bayang wajah gadis itu, selalu menggoda dipelupuk matanya, akhirnya Sang Pangeran jatuh sakit.
Hal ini terdengar oleh Kangjeng Ratu Pandansari ( Wandansari ), Isteri Pangeran Pekik , bahwa Sang Pangeran jatuh sakit wuyung, kasmaran dengan Roro Hoyi sengkeran Sang Prabu Susuhunan Amangkurat I.
Atas persetujuan Pangeran Pekik, Rara Hoyi dibawa masuk ke Keraton dan ditempatkan di Kesatriyan, untuk mengobati penyakit Sang Pangeran. Pangeran Pekiklah yang bertanggung jawab apabila Sang Ayah marah, menurut pendapatnya mestinya sang Ayah mau mengalah dengan anaknya. “ Ora ana macan arep tegel mangan gogore … “ Dugaan ini ternyata meleset, setelah Sang Prabu mendengar Rara Hoyi jatuh cinta kepada Sang Pangeran,dan malah mendapat dukungan dari Pangeran Pekik,beliau geram dan murka. Maka Pangeran Pekik dan Kangjeng Ratu Wandansari serta Pangeran Tejaningrat begitu pula Tumenggung Wirorejo dan Nyi Tumenggung dipanggil menghadap
Susuhunan Prabu Amangkurat I. Dalam Pasewakan ( Rapat ) yang luar biasa Sang Raja marah - marah dan menjatuhkan hukuman mati kepada Pangeran Pekik dan Tumenggung Wirorejo berdua dan jenazahnya dimakamkan di Makam Banyusumurup. Selanjutnya Pangeran Tejaningrat harus membunuh Rara Hoyi dari tangannya sendiri.. Pangeran Tejaningrat dengan membawa keris terhunus meninggalkan Paseban menuju ke Kesatriyan, sesampainya di Kesatriyan tidak tega akan menusuk Rara Hoyi. Rara Hoyi tanggap bahwa yang menyebabkan onar didalam Keraton Mataram adalah dirinya , maka setelah melihat Sang Pangeran membawa keris terhunus , ditubruklah keris itu sehingga tembus sampai kepunggungnya,Rara Hoyi meninggal seketika itu juga.
Geram Sang Prabu Susuhunan Amangkurat belum mereda, dan memerintahkan agar Kesatriyan dibakar habis-habisan, sedang Pangeran Tejaningrat diasingkan(dibuang) ke Hutan Larangan ( tutupan ). Di Hutan Tutupan Pangeran Tejaningrat kedatangan Pangeran Puruboyo Bantheng Wulung , mengajak Trunojoyo , anak kemenakan Adipati Cakraningrat dari Sampang Madura. Maksud kedatangan mereka mengajak perundingan, agar Sang Pangeran mau merebut kekuasaan Sang Ayah Prabu Amangkurat I, karena beliau bertindak sewenang-wenang terhadap anaknya serta para kawulanya.
TARI ULIN SIWA

TARI ULIN SIWA

06:16 0


TARI ULIN SIWA
Foto terkait :
Acara resepsi pernikahan Ananda Rika Setyowulan SE SS binti H Setiyono Hadi dengan Hendra Aristianto ST MT bin H Warisno di bertempat di Gedung Graha Sriwijaya Palembang,
Hari Minggu tgl 29 Oktober 2017, pada saat Temanten bersama rombongan sebelum duduk di Singgasana , dari pintu masuk sampai ke Singgasana diiringi dengan TARI ULIN SIWA
TARI ULIN SIWA ( LILIN SIWA )
sumber blog OTON Indonesian Cultural Preservation
Tarian Lilin Siwa atau lebih dikenal Tari Ulin Siwa dari Kota Palembang
Kota Palembang mempunyai ragam bentuk tarian, baik tarian adat yang berkaitan dengan kepercayaan lama sebagai penolak bala dan pemujaan, sendratari, maupun tari tarian kreasi sebagai tarian hiburan. Bentuk-bentuk tari tersebut diatas berbeda satu sama lainnya, dan masing-masing mempunyai keunikan tersendiri, salah satu diantaranya adalah tari Lilin Siwa di Kota Palembang.
Berdasarkan sejarahnya, tari Lilin Siwa bersumber dari cerita lisan yang turun-temurun berdasarkan pengalaman orang tua (leluhur) sebelumnya. Tari Lilin Siwa belum pernah diteliti, dicatat maupun dibukukan, dan diperkirakan pada tahun 1943,
tari Lilin Siwa baru dipopulerkan kembali oleh anak seorang Residen Palembang yaitu Sukainah A. Rozak.
Tari Lilin Siwa tetap eksis pada masyarakat Palembang, kelestariannya terbukti dengan dipertunjukan tarian ini di beberapa kepulauan Indonesia bahkan kemanca negara, ini adalah salah satu bukti kepedulian Sumatera Selatan akan keberadaan tari Lilin Siwa. Keunikan tari Lilin Siwa terletak pada properti yang digunakan para penari yaitu piring dan lilin. Lilin yang menyala di piring diletakkan di kepala, kedua telapak tangan, di jemari tangan, lengan bagian atas dan di kepala penari yang menari di atas piring, sehingga menimbulkan nilai estetis berupa keunikan-keunikan , baik pada pola lantai maupun geraknya yang menyerupai arca dewa Syiwa, serta kostumnya yang sangat mewah.
Konsentrasi tinggi, keseimbangan tubuh dan ketenangan jiwa para penari sangat dituntut, dalam menarikan tari Lilin Siwa. Geraknya lebih banyak menggunakan gerakan tangan yang selalu menggunakan properti piring dan lilin, dengan gerakan yang lemah gemulai melambangkan kelembutan para gadis Palembang yang mengalir seperti aliran sungai Musi. Tari Lilin Siwa ini ditarikan oleh wanita remaja berusia kurang lebih 15 tahun dengan jumlah penarinya minimal tiga orang.
Pada umumnya sebuah tarian sangat erat kaitannya dengan musik pengiring tari, karena keduanya tidak dapat dipisahkan. Musik tari Lilin Siwa hampir mirip dengan Musik Tiga Serangkai dengan Lagu Nasep (musik khas Palembang). Alat musik yang mendukung tari ini yaitu: Accordeon, Biola, Saxophone, Gong, Gitar, Kenong, Bonang, Tok-Tok dan Gendang.
Tata busana yang merupakan penunjang, dan penambah keindahan suatu tarian sangat terlihat dalam tari Lilin Siwa sehingga tari ini tampak lebih megah, semegah kejayaan kerajaan Sriwijaya tempo dulu. Busana yang dipergunakan adalah Pakaian Gede atau Hiasan Gede (pakaian khas Palembang yang biasanya dipakai untuk pakaian pengantin wanita di Palembang), Hiasan Gede dipakai oleh penari inti, sedangkan penari yang lainnya menggunakan Hiasan Dodot atau Selendang Mantri. Makna kostumnya lebih menekankan kepada kejayaan zaman Hindu Budha pada Zaman kerajaan Sriwijaya yang kuat dipengaruhi kebudayaan Cina, terutama pada hiasan kepala, dada, dan tangan. Langer berpendapat:
Karena karya seni itu merupakan bentuk ekspresi yang agak mirip dengan simbol, serta memiliki makna yang merupakan sesuatu yang menyerupai artinya, oleh karena itu bentuk ekspresi ini mewujudkan sesuatu abstraksi yang logis. cara yang terbaik untuk mengerti semua semantika semu ini dengan memikirkan apa seni itu dan apa yang diungkapkannya, dan tindakannya dengan apa yang terjadi pada bahasa (atau simbolisme yang asli manapun).
Tari Lilin Siwa dapat dipandang sebagai lambang, jika dilihat melalui gerak, pola lantai tari Lilin Siwa, dan kostum mengandung arti simbol-simbol tertentu yang menyimpan nilai-nilai masa lalu (Primodial) Hindu. Berdasarkan fenomena masyarakat Hinduisme, bahwa dewa Syiwa adalah dewa kesuburan,
kematian dan perusak, dalam agama Hindu Syiwa dikenal sebagai Dewa tertinggi oleh karena itu dewa Siwa selalu di puja oleh umat Hindu agar terlepas dari semua angkara murkanya. Penemuan Arca Syiwa Mahadewa, berbahan dasar perunggu. Arca ini ditemukan di Palembang, saat ini disimpan di Musium Nasional, Jakarta.
Semoga bermanfaat, pengetahuan memberikan kekuatan
LOKASI UJUNG GALUH

LOKASI UJUNG GALUH

07:33 0
LOKASI UJUNG GALUH
peta yang saya upload adalah peta yang dibuat belanda tahun 1695 untuk penyerangan ke Trunojoyo di surabaya. tampak pada peta ini dermaga ujung surabaya belum ada. jadi sungai yang tampak lurus di peta surabaya yang menghubungkan dermaga kanal di ujung itu adalah sungai baru buatan belanda untuk memudahkan kapal2 belanda masuk ke surabaya. sungai brantas yang menuju ke mojokerto dan kediri tembusnya di sungai pegirian dan sungai di sisi barat yang menuju boezem morokrembangan. tampak di peta ini ada pelebaran sungai di timur ampel denta, kemudian ada titik2 yang menggambarkan kapal2 kecil. analisis saya, disitulah UJUNG GALUH yang terkenal itu. Prasasti Kamalagyan menjelaskan peran raja Airlangga membuat tanggul2 sungai agar ketika banjir air sungai tidak meluber ke persawahan dan menyebabkan perahu2 tersasar/rusak. disebutkan dalam prasasti itu bahwa setelah dibuat tanggul yanb disebut dengan bendungan wringin sapta itu maka para pedagang bisa menuju ke UJUNG GALUH untuk berdagang dengan kapal2 besar milik saudagar dari luar pulau atau luar negeri. disebut prasasti kamalagyan karena menyebutkan lokasi dusun kamalagyan. dan prasasi ini juga ditemukan di dusun klagen sidoarjo. dusun klagen dekat dengan krian yang berdekatan pula dengan sungai brantas yang menuju ke surabaya. jadi jika ada yang menganalisis bahwa ujung galuh terletak di sidoarjo melalui sungai porong demikian keliru, karena sungai porong jauh dari dusun klagen. Ma Huan ketika mengunjungi amjapahit dengan kapal kecil juga dari pelabuhan Tuban menuju ke Surabaya, kemudian menuju ke pelabuhan canggu di Mojokerto

Foto Tjahja Tribinuka.