Menaklukkan Diri Sendiri

Menaklukkan Diri Sendiri

18:19 0
Menaklukkan Diri Sendiri
Alkisah Punakawan.
Di sebuah balai yang nyaman dan asri, berkumpul sejumlah banyak orang, yang hendak mendatangi Ki Semar yang sedang ceramah. Terdapat 3 muridnya yang selalu mengikutinya, yaitu Bagong, Petruk, dan Gareng.

Ketika Ki Semar selesai dari ceramahnya, Ia selalu tak lupa memberi kesempatan kepada setiap orang bertanya. Lalu 3 Muridnya bertanya kepada Beliau "Ki Semar, Aki ini orang yang sangat bijaksana, tutur kata dan perbuatan selalu sama, kami ingin bertanya kepada Ki Semar, sekiranya demikian banyak murid Ki Semar yang datang dan meminta petunjuk Aki".
Lalu Bagong berkata, "Dari sekian banyak murid Ki Semar terdapat Arjuna, Beliau seorang Jendral pemanah yang amat luar biasa, memilki kemampuan memanah 1000 panah semua dalam kecepatan sangat tinggi bisa mencapai sasarannya".
Dilanjutkan dengan Petruk berkata, "Yang Mulia Paduka Pandawa seorang Raja, beliau meminta nasehat kepada Aki sebelum menalukkan Kurawa, dan Beliau mampu memimpin peperangan yang jumlah pasukannya tidak sebanding dengan Kurawa yang jauh lebih banyak, tapi bisa memenangkanya".
Kemudian Gareng berkata, "Gatot kaca pun berguru dengan Aki, Beliau memiliki kemampuan amat luar biasa, mampu terbang dengan kecepatan kilat, memiliki kekuatan amat luar biasa, mampu menalukan Raksasa, Iblis, Setan, Asura, orang jahat, mampu menegakan keadilan dan sebagainya".
Lalu mereka bertanya pada Ki Semar, "Kami bertiga bertanya pada Ki Semar, apa yang membuat mereka mau belajar dari diri Aki? 
Apakah Aki memiliki kekuatan yang amat luar biasa membuat mereka mau belajar kepada Aki? 
Apakah yang Aki taklukan sehingga mereka mau belajar dengan Aki?
Apa yang Mereka pelajari sebenarnya dari Aki?
Kami Mohon Petunjuk Aki?

Lalu Ki Semar tersenyum dengan pertanyaan ketiga muridnya. Lalu Ia menjawab, "Aku tidak memiliki kemampuan apapun dari mereka, dan tidak ada mahluk apapun yang ku taklukan selain diriku sendiri. 
Ketahuilah wahai murid-muridku, di dunia ini tidak ada kekuatan yang lebih baik daripada menaklukan dirimu sendiri dari angkara murka, kesombongan, kemalasan, kesenangan yang berlebihan, ketamakan, iri hati, tidak puas, dan semua perbuatan nista yang dapat merugikan semua pihak, renungkanlah baik baik, dan jalankan apa yang ku nasehatkan pada kalian.
Wahai muridku bahwa sesungguhnya perbuatan, akar pikiran dan ucapan dirimu sendiri yang tidak layak dilakukan adalah musuh terbesar dalam batin mu".

Lalu mereka bertiga, "Ooooh, ternyata seperti itu Aki, pantaslah Aki menjadi panutan bagi kami semua, untuk mengikis semua kebatilan dalam diri kami. Mulai sekarang kami akan renungkan semua nasihat diri kami, dan akan kami jalani semua nasehat dari Aki setiap harinya dalam diri kami".
Seputar Kerajaan Blambangan

Seputar Kerajaan Blambangan

18:30 0
Seputar Kerajaan Blambangan
Menerima tambahan buat wacana baca
Rahayu
Reruntuhan bangunan setinggi satu meter itu terlihat jelas begitu tanah di area persawahan digali. Terbuat dari batu bata, dengan struktur rapat tanpa spasi. Satu batu bata memiliki ukuran tiga kali lebih besar dari batu bata yang dipakai orang sekarang.
Reruntuhan bangunan itu salah satu temuan dalam survei awal Situs Macan Putih yang dipelopori arkeolog Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Profesor Inajati, sejarawan Sri Margana, dan Forum Masyarakat Penyelamat Sejarah Macan Putih, awal Juli lalu. Forum Masyarakat mempercayai bekas bangunan itu merupakan benteng timur ketika pusat Kerajaan Blambangan dibangun di Desa Macan Putih, Kecamatan Kabat, Banyuwangi, Jawa Timur.
Seperti dilihat Tempo, bekas bangunan itu kian rusak karena aktivitas oknum warga. Di sekitar area sawah, Tempo menemukan banyak batu bata yang pecah. Tim survei juga mendapati ratusan benda bersejarah di sebuah area kebun kelapa seluas lima hektare. Nasibnya sama. Gerabah serta keramik asal Cina dan Eropa tak lagi utuh. Bahkan Gunawan (bukan nama sebenarnya), warga setempat, mengaku telah menjual ratusan keramik, patung, dan perhiasan kuno kepada seseorang asal Bali.
Situs Macan Putih itu dipercaya para peneliti sebagai cikal-bakal Kabupaten Banyuwangi. Di sinilah Kerajaan Blambangan mencapai puncak kejayaan dengan wilayah kekuasaan yang meliputi Bali, Situbondo, Jember, Bondowoso, dan Lumajang.
Kerajaan Blambangan merupakan kerajaan Hindu terakhir di Jawa. Kerajaan ini lahir pada 1295, dua tahun setelah Majapahit berdiri. Raja Majapahit Raden Wijaya memberikan "Istana Timur" ini kepada Arya Wiraraja (Adipati Sumenep) dengan ibu kota di Lumajang karena ia telah membantu perjuangan mendirikan Majapahit. Setelah keruntuhan Majapahit pada abad ke-15, Kerajaan Blambangan mampu bertahan hingga abad ke-18.
Namun riwayat Kerajaan Blambangan tak pernah disebut dalam sejarah nasional Indonesia. Selama ini, masih sedikit sejarawan yang menelhti Blambangan. Peninggalannya pun bisa dihitung dengan jari. Riwayat kerajaan ini mayoritas berupa cerita rakyat yang kental dengan legenda atau mitos, seperti kisah Damarwulan-Menakjingga, yang kerap dibawakan dalam seni pertunjukan.
Menurut peneliti dan dosen Jurusan Sejarah Fakultas Sastra Universitas Jember, Jawa Timur, Edi Burhan Arifin, eksistensi Kerajaan Blambangan memang sering terlupakan dalam catatan sejarah nasional. Bahkan kesan Kerajaan Blambangan sebagai dongeng, legenda, atau mitos lebih kuat ketimbang sejarah. Apalagi bukti-bukti seperti prasasti boleh dibilang minim, sehingga silsilah atau keturunan para pemangku kekuasaan di kerajaan itu nyaris tak terdeteksi atau diketahui secara runtut dan pasti.
Padahal, tutur Edi, dalam catatan sejarah, terutama catatan ahli-ahli Belanda, Kerajaan Blambangan berumur lebih panjang dua abad dari usia Kerajaan Majapahit. "Kerajaan Blambangan adalah kerajaan terakhir yang ditaklukkan Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC) Belanda dengan perlawanan paling gigih," kata Ketua Laboratorium Sejarah Fakultas Sastra Universitas Jember ini.
Secara historis, Edi menambahkan, eksistensi Kerajaan Blambangan berawal dari sebutan "Balumbungan" yang berarti lumbung. Jadi Blambangan merupakan pusat logistij yang kaya akan sumber daya alam. Wilayahnya terbentang dari Banyuwangi, Situbondo, Bondowoso, Jember, hingga Lumajang.
Karena potensi kekayaan itu, Kerajaan Blambangan kemudian menjadi rebutan. Menurut Edi, hal itu bisa dilihat dari upaya penaklukan atau pencaplokan Blambangan oleh banyak pihak, dari Kerajaan Majapahit, Mataram Islam, hingga VOC.
l l l
Sejarah Kerajaan Blambangan kian terang ketika sejarawan dari Universitas Gadjah Mada, Sri Margana, melakukan penelitian. Pada 2007, Margana menuangkan hasil penelitiannya dalam disertasi doktoral di Universitas Leiden, Belanda, berjudul Java's Last Frontier: The Struggle for Hegemony of Blambangan, c 1763-1813.
Saat ini Margana, 40 tahun, berada di Belanda untuk menyelesaikan penelitiannya tentang sejarah kebudayaan Banyuwangi dari masa Hindu hingga kontemporer. Dalam disertasinya, Margana mengungkapkan, selama tiga abad setelah keruntuhan Majapahit, Blambangan kerap diliputi peperangan karena diperebutkan kerajaan-kerajaan yang memiliki dua faksi politik berbeda. Di barat ada Kerajaan Demak dan Mataram Islam, sedangkan di timur ada kerajaan-kerajaan Hindu di Bali (Gelgel, Buleleng, dan Mengwi). Bali sangat berkepentingan terhadap Blambangan sebagai benteng terakhir untuk menghambat ekspansi Islam di Jawa yang digencarkan Mataram.
Pelbagai peperangan itu membuat pusat Kerajaan Blambangan berpindah hingga enam kali. Dimulai pada masa Arya Wiraraja di Lumajang, kemudian ke Panarukan (sekarang masuk Situbondo) dan Kedawung (sekitar Jember). Berikutnya, pusat kerajaan semakin terdesak ke pedalaman Banyuwangi, yakni di Macan Putih (Kecamatan Kabat), Lateng (Kecamatan Rogojampi), Ulupampang (Muncar), dan terakhir di Kota Banyuwangi.
Blambangan masuk masa damai tanpa peperangan ketika beribu kota Macan Putih, yang dipimpin Raja Tawang Alun II (1655-1692). Raja inilah yang membawa Blambangan ke puncak kejayaan, lepas dari kekuasaan Mataram dan Bali. Menurut Margana, salah satu kebesaran Tawang Alun ditunjukkan dengan jumlah istrinya yang mencapai 400 orang. Saat Tawang Alun II dikremasi, sebanyak 270 istrinya ikut membakar diri (sati). "Inilah peristiwa sati yang terbesar dalam sejarah Indonesia," katanya.
Untuk menghormati Raja Tawang Alun II, masyarakat setempat membangun sebuah sanggar pamujan atau tempat semadi. Menurut juru kunci Nuruddin, tempat itu dibangun pada 1968. Bangunannya berupa pendapa kecil berkeramik dan bertirai putih. Di tengahnya tertanam sebuah batu, dengan dua buah payung. Tempat seluas hampir satu hektare itu dikelilingi tembok setinggi dua meter. "Banyak yang bersemadi di sini," ujar Nuruddin.
Menurut Margana, tempat itu mungkin sisa dari "de kuil van Matjan Poetih", seperti yang ada dalam lithograph Engelhard tahun 1802 dan lukisan Assistant Resident Banyuwangi tahun 1850.
Setelah kematian Tawang Alun II, Blambangan kembali dikuasai Bali, yakni Kerajaan Buleleng dan Mengwi. Selama satu abad pendudukan Mengwi, ribuan orang Bali menyeberang dan menetap di Blambangan. Sedangkan wilayah Blambangan bagian barat, seperti Lumajang, dicaplok Surapati, yang telah menjadikan Pasuruan sebagai daerah kekuasaannya. "Inilah yang membuat budaya masyarakat Banyuwangi saat ini lebih dekat dengan pengaruh Bali ketimbang Jawa pada umumnya," kata Margana.
Pada 1743, Raja Mataram Pakubuwana II menyerahkan Blambangan kepada VOC sebagai imbalan telah merebut Ibu Kota Kartasura dari tangan pemberontak. Namun VOC tak segera melakukan pendudukan karena terseret ke konflik Mataram yang tak kunjung selesai hingga 1757.
VOC baru melakukan ekspedisi militer ke Blambangan pada Februari 1767. VOC menyertakan sekutunya dari Kerajaan Mataram, Pasuruan, Banger, Surabaya, dan Madura. Kedatangan pasukan koalisi VOC ini disambut gembira oleh rakyat Blambangan yang ingin melepaskan diri dari Bali. Mereka berharap VOC membuat masa depan Blambangan lebih baik. Kemudian terjadilah pembunuhan besar-besaran terhadap orang Bali, terutama oleh orang-orang Bugis di Blambangan yang membantu VOC. Hanya dalam satu bulan, VOC dengan mudahnya menduduki Blambangan.
Namun euforia terhadap kehadiran VOC itu hanya berlangsung singkat. Empat bulan setelah VOC menjalankan pemerintahannya di Blambangan, muncul pemberontakan yang dipimpin Wong Agung Wilis-saudara tiri dan mantan patih raja terakhir Blambangan, Pangeran Adipati Danuningrat (1736-1764). Pemberontakan Wilis itu berlangsung setahun, yang berakhir dengan penangkapan Wilis pada 1768. Wilis dan pengikutnya dibuang ke Pulau Banda.
Pemberontakan terbesar meletus di bawah pimpinan Susuhunan Jagapati, yang membangun benteng di Bayu (kini masuk Kecamatan Songgon, Banyuwangi). Ribuan warga Blambangan berbondong-bondong meninggalkan desanya bergabung dengan pasukan Jagapati. Kerajaan Mengwi juga mengirimkan bantuan pasukan. Pertempuran pecah pada Desember 1771, yang berakhir dengan kemenangan pasukan Jagapati. Pemimpin VOC, Vaandrig Schaar dan Cornet Tinne, tewas. Ratusan prajurit Madura yang dibawa VOC juga nyaris tanpa sisa.
Kemenangan Blambangan itu dibalas setahun kemudian. VOC mendatangkan ribuan prajurit tambahan dari Madura, Surabaya, dan Besuki. Untuk mengontrol pasukan Jagapati, VOC mendirikan benteng di dekat Bayu. Lumbung-lumbung padi milik pasukan Jagapati dibakar, sehingga kelaparan menyerang rakyat Blambangan, disusul kematian dan merebaknya wabah penyakit. Pasukan Jagapati terus berkurang. Pada Oktober 1772, pasukan Jagapati dipatahkan.
Jagapati tewas dalam pertempuran itu. Tubuh dan kepala para prajurit Blambangan yang tewas digelantungkan di pepohonan sekitar benteng. Menurut Margana, ini adalah peperangan tersadis dalam sejarah Indonesia. Masyarakat Banyuwangi menyebut peperangan ini sebagai Puputan Bayu. Meminjam istilah dari Bali, puputan berarti perang habis-habisan. Populasi rakyat Blambangan menyusut drastis akibat perang ini, dari 80 ribu jiwa menjadi hanya 8.000 jiwa.
Untuk mengenang peperangan ini, pada 2004, pemerintah Banyuwangi membangun monumen Puputan Bay, di pintu masuk Desa Bayu, Kecamatan Songgon. Adapun tempat peperangannya sendiri berada 5 kilometer dari monumen, berupa sebuah rawa di kaki Gunung Raung yang dikelilingi hutan pinus seluas sekitar delapan hektare. Kini daerah yang bernama Rowo Bayu itu menjadi tujuan wisata alam. Masyarakat Hindu di Banyuwangi dan Bali juga menjadikan Rowo Bayu sebagai tempat bersuci atau bersemadi.
l l l
PascA pemberontakan Jagapati, Blambangan memulai periode baru. Ibu kota Blambangan dipindahkan ke Ulupampang (kini Muncar) karena wabah penyakit dan faktor keamanan. Tak ingin mengulang kesalahan, VOC kemudian memilih bupati Islam keturunan Blambangan, Mas Alit, yang bergelar Raden Tumenggung Wiraguna. Kehadiran Mas Alit diterima luas oleh rakyat Blambangan karena ia berasal dari keluarga yang dihormati. Ayahnya adalah bekas kepala menteri Pangeran Danuningrat, raja terakhir Blambangan. Yang paling penting bagi VOC, Mas Alit belum pernah menjalin aliansi dengan orang Bali. Saat berusia 6 tahun, Mas Alit telah dibawa ke Madura oleh Panembahan Madura, Cakradiningrat.
Kabupaten Blambangan kemudian dipecah dua dengan Gunung Raung sebagai batas. Bagian barat terdiri atas empat kabupaten baru, yakni Jember, Prajekan, Sentong (sekarang Kabupaten Bondowoso), dan Sabrang atau Renes, yang dipimpin mantan patih Bupati Surabaya, Sumadirana. Sedangkan Blambangan timur, yang dipimpin Mas Alit, meliputi tiga kabupaten baru: Ketapang, Ulupampang, dan Grajagan (saat ini ketiganya masuk Kabupaten Banyuwangi).
Sisa-sisa Keraton Blambangan di Ulupampang masih bisa disaksikan di Desa Tembokrejo, Muncar. Ada dua situs di sana: Situs Umpak Songo dan Situs Sitihinggil. Situs Umpak Songo, yang berarti sembilan penyangga, berupa reruntuhan yang menyisakan 49 batu besar dengan sembilan batu di antaranya berlubang di bagian tengah. Batu yang berlubang itu diduga kuat berfungsi sebagai umpak atau penyangga. Situs itu diduga bekas balai pertemuan. Sedangkan Situs Sitihinggil dulu dipakai VOC untuk memata-matai musuh dari Bali yang menyeberang melalui Selat Bali.
Juru kunci Situs Umpak Songo, Soimin, mengklaim, situs ini ditemukan oleh kakeknya, Nadi Gede, saat membabat hutan pada 1916. Kakeknya datang ke Muncar sebagai perantau dari Bantul, Jawa Tengah. Awalnya, Nadi Gede tak pernah tahu fungsi batu-batu itu. Namun ia mendapat jawaban ketika pada 1928 Pakubuwana datang ke Umpak Songo. "Dari Pakubuwana, kami tahu bahwa ini bekas ibu kota Blambangan," ujarnya.
Kondisi situs itu sangat memprihatinkan. Dari luas sekitar dua hektare, kini hanya tersisa seperdelapannya akibat terdesak oleh rumah-rumah yang dibangun keturunan Nadi Gede. Menurut Soimin, ada sekitar 20 kepala keluarga kerabatnya yang mendirikan rumah di sekitar situs.
Akan halnya Pelabuhan Ulupampang sampai kini tetap ramai sebagai pelabuhan ikan. Ada 18.039 nelayan yang bergantung pada pelabuhan ini. Pada 2009, nelayan di pelabuhan ini menghasilkan 32 ribu ton ikan, yang menjadikan Muncar sebagai pelabuhan ikan terbesar di Indonesia.
Karena wabah penyakit pula, akhirnya ibu kota Blambangan dipindahkan ke Banyuwangi. Bupati Wiraguna atau Mas Alit bersama rombongan pindah ke Banyuwangi pada 20 November 1774 tengah malam. Keesokan harinya, mereka tiba sekaligus menempati ibu kota kabupaten yang baru. "Mas Alit menjadi Bupati Blambangan terakhir sekaligus Bupati Banyuwangi pertama," kata sejarawan Margana. Keraton Mas Alit kini menjadi pendapa kabupaten. Sejak itu, Blambangan menjalani kehidupan baru sebagai daerah Islam bernama Banyuwangi.
Ika Ningtyas, Mahbub Djunaidi, Nurdin Kalim
Blambangan di 21.37
Berbagi
RUNTUHNYA MAJAPAHIT 2

RUNTUHNYA MAJAPAHIT 2

07:15 0
RUNTUHNYA MAJAPAHIT 2...........
BY DAMAR SHASHANGKA.....

BERDIRINYA GIRI KEDHATON........
Blambangan (Banyuwangi sekarang), sekitar tahun 1440 Masehi terkena wabah penyakit. Hal ini dikarenakan ketidaksadaran masyarakatnya yang kurang mampu menjaga kebersihan lingkungan. Blambangan diperintah oleh Adipati Menak Sembuyu, didampingi Patih Bajul Sengara.
Wabah penyakit itu masuk juga ke istana Kadipaten. Putri Sang Adipati, Dewi Sekardhadhu, jatuh sakit.
Ditengah wabah yang melanda, datanglah seorang ulama dari Samudera Pasai (Aceh sekarang), yang masih putra Syeh Ibrahim As-Samarqand, bernamaSyeh Maulana Ishaq. Dia ahli pengobatan. Mendengar Sang Adipati mengadakan sayembara, dia serta merta mengikutinya.
Dan berkat keahlian pengobatan yang dia dapat dari Champa, sangputri berangsur-angsur sembuh. Adipati Menak Sembuyu menepati janji. Sesuai isi sayembara, barangsiapa yang mampu menyembuhkan sang putri, jika lelaki akan dinikahkan jika perempuan akan diangkat sebagai saudara, maka, Syeh Maulana Ishaq dinikahkan dengan Dewi Sekardhadhu.

Namun pada perjalanan waktu selanjutnya, ketegangan mulai timbul. Ini disebabkan, Syeh Maulana Ishaq, mengajak Adipati beserta seluruh keluarga untuk memeluk agama Islam.Ketegangan ini lama-lama berbuntut pengusiran Syeh Maulana Ishaq dari Blambangan.Perceraian terjadi.
Dan waktu itu, Dewi Sekardhadhu tengah hamil tua. Keputusan untuk menceraikan Dewi Sekardhadhu dengan Syeh Maulana Ishaq ini diambil oleh Sang Adipati karena melihat stabilitas Kadipaten Blambangan yang semula tenang, lama-lama terpecah menjadi dua kubu.
Kubu yang mengidolakan Syeh Maulana Ishaq dan kubu yang tetap menolak infiltrasi asing ke wilayah mereka. Kubu pertama tertarik pada ajaran Islam, sedangkan kubu kedua tetap tidak menyetujui masuknya Islam karena terlalu diskriminatif menurut mereka.Antar kerabat jadi terpecah belah, saling curiga dan tegang. Ini yang tidak mereka sukai.

Sepeninggal Syeh Maulana Ishaq, ternyata masalah belum usai. Kubu yang pro ulama Pasai ini, kini menantikan kelahiran putra sang Syeh yang tengah dikandung Dewi Sekardhadhu.
Sosok Syeh Maulana Ishaq, kini menjadi laten bagi stabilitas Blambangan. Mendapati situasi ketegangan belum juga bisa diredakan, maka mau tak mau, Adipati Blambangan, dengan sangat terpaksa, memberikan anak Syeh Maulana Ishaq, cucunya sendiri kepada saudagar muslim dari Gresik.

Anak itu terlahir laki-laki.Dalam cerita rakyat dari sumber Islam, konon dikisahkan anak itu dilarung ketengah laut (meniru cerita Nabi Musa) dengan menggunakan peti. Konon ada saudagar muslim Gresik yang tengah berlayar. Kapal dagangnya tiba-tiba tidak bisa bergerak karena menabrak peti itu. Dan peti itu akhirnya dibawa naik ke geladak oleh anak buah sang saudagar. Isinya ternyata seorang bayi.Sesungguhnya itu hanya cerita kiasan.
Yang terjadi, saudagar muslim Gresik yang tengah berlayar di Blambangan diperintahkan untuk menghadap ke Kadipaten menjelang mereka hendak balik ke Gresik. Inilah maksudnya kapal tidak bisa bergerak. Para saudagar bertanya-tanya, ada kesalahan apa yang mereka buat sehingga mereka disuruh menghadap ke Kadipaten? Ternyata, di Kadipaten, Adipati Menak Sembuyu, dengan diam-diam telah mengatur pertemuan itu.
Sang Adipati memberikan seorang anak bayi, cucunya sendiri, yang lahir dari ayah seorang muslim. Anak itu dititipkan kepada para saudagar anak buah saudagar kaya di Gresik yang bernama Nyi Ageng Pinatih, yang seorang muslim.

Adipati Menak Sembuyu tahu telah menitipkan cucunya kepada siapa. Beliau yakin, cucunya akan aman bersama Nyi AgengPinatih. Hanya dengan jalan inilah, Blambangan dapat kembali tenang.Putra Syeh Maulana Ishaq ini, lahir pada tahun 1442 Masehi.
Sekembalinya dari Blambangan, para saudagar ini menghadap kepada majikan mereka,Nyi Ageng Pinatih sembari memberikan oleh-oleh yang sangat berharga. Seorang anak bayi keturunan bangsawan Blambangan. Bahkan dia adalah putra Syeh Maulana Ishaq, sosok yang disegani oleh orang-orang muslim. Nyi Ageng Pinatih tidak berani menolak sebuah anugerah itu.Diambillah bayi itu, dianggap anak sendiri. Karena bayi itu hadir seiring kapal selesai berlayar dari samudera, maka bayi itu dinamakan Jaka Samudera oleh Nyi Ageng Pinatih.
Jaka Samudera dibawa menghadap ke Ampel dhenta menjelang usia tujuh tahun. Dia tinggal disana. Belajar agama dari Sunan Ampel.Sunan Ampel yang tahu siapa Jaka Samudera yang sebenarnya dari Nyi Ageng Pinatih,Jaka Samudera adalah kemenakan Sunan Ampel sendiri. Oleh karenanya sosok anak ini sangat dia perhatikan dan diistimewakan. Sunan Ampel menganggapnya anak sendiri.
Sunan Ampel, dari hasil perkawinannya dengan putri kakak Adipati Tuban Wilwatikta,memiliki delapan putra dan putri.
Yang penting untuk diketahui adalah Makdum Ibrahim (NamaChampa-nya : Bong- Ang : kelak terkenal dengan sebutan Sunan Benang. Lama-lama pengucapannya berubah menjadi Sunan Bonang).
Yang kedua Abdul Qasim, terkenal kemudian dengan nama Sunan Derajat.
Yang ketiga Maulana Ahmad, yang terkenal dengan nama Sunan Lamongan.
Yang keempat bernama Siti Murtasi’ah, kelak dijodohkan dengan Jaka Samudera,yang kemudian terkenal dengan nama Sunan Giri Kedhaton (Sunan Giri).
Yang kelima putri bernama Siti Asyiqah, kelak dijodohkan dengan Raden Patah (Tan Eng Hwat), putra Tan Eng Kian, janda Prabhu Brawijaya yang ada di Palembang itu.
Kekuatan Islam dibangun melalui tali pernikahan. Jaka Samudera, diberi nama lain olehSunan Ampel, yaitu Raden Paku. Kelak dia dikenal dengan nama Sunan Giri Kedhaton. Diaadalah santri senior. Sunan Ampel bahkan telah mencalonkan, mengkaderkan dia sebagaipenggantinya kelak bila sudah meninggal.
Sunan Giri sangat radikal dalam pemahaman keagamannya. Setamat berguru dari Ampeldhenta, dia pulang ke Gresik. Di Gresik, dia menyatukan komunitas muslim disana. Dia mendirikan Pesantren. Terkenal dengan nama Pesantren Giri.Namun dalam perkembangannya, Pesantren Giri memaklumatkan lepas dari kekuasaan Majapahit yang dia pandang Negara kafir.
Pesantren Giri berubah menjadi pusat pemerintahan.Maka dikenal dengan nama Giri Kedhaton (Kerajaan Giri). Sunan Giri, mengangkat dirinyasebagi khalifah Islam dengan gelar Prabhu Satmata (Penguasa Bermata Enam. Gelar sindirankepada Deva Shiva yang cuma bermata tiga).

Mendengar Gresik melepaskan diri dari pusat kekuasan, Prabhu Brawijaya, sebagai Raja Diraja Nusantara yang sah, segera mengirimkan pasukan tempur untuk menjebol Giri Kedhaton.Darah tertumpah. Darah mengalir. Dan akhirnya, Giri Kedhaton bisa ditaklukkan.
Kekhalifahan Islam bertama itu tidak berumur lama. Namun kelak, setelah Majapahit hancur oleh seranganDemak Bintara, Giri Kedhaton eksis lagi mulai tahun 1487 Masehi. (Sembilan tahun setelah Majapahit hancur pada tahun 1478 Masehi).
Dari sumber Islam, banyak cerita yang memojokkan pasukan Majapahit. Konon SunanGiri berhasil mengusir pasukan Majapahit hanya dengan melemparkan sebuah kalam atau penanya. Kalam miliknya ini katanya berubah menjadi lebah-lebah yang menyengat. Sehingga membuat puyeng atau munyeng para prajurid Majapahit.
Maka dikatakan, ‘kalam’ yang bisa membuat ‘munyeng’ inilah senjata andalan Sunan Giri. Maka dikenal dengan nama‘Kalamunyeng’. Sesungguhnya, ini hanya kiasan belaka. Sunan Giri, melalui tulisan-tulisannya yang mengobarkan semangat ke-Islam-an, mampu mengadakan pemberontakan yang sempat‘memusingkan’ Majapahit.
Namun, karena Sunan Ampel meminta pengampunan kepada Prabhu Brawijaya, Sunan Giri tidak mendapat hukuman. Tapi gerak-geriknya, selalu diawasi oleh Pasukan Telik Sandhibaya (Intelejen) Majapahit.
Inilah kelemahan Prabhu Brawijaya. Terlalu meremehkan bara api kecil yang sebenarnya bisa membahayakan.Sabdo Palon dan Naya Genggong sudah mengingatkan agar seorang yang bersalah harus mendapatkan sangsi hukuman. Karena itulah kewajiban yang merupakan sebuah janji seorang Raja.
Salah satu kewajiban menjalankan janji suci sebagai AGNI atau API, yang harus mengadili siapa saja yang bersalah. Janji ini adalah satu bagian integral dari tujuh janji yang lain, yaitu ANGKASHA (Ruang), Raja harus memberikan ruang untuk mendengarkan suara rakyatnya,VAYU (Angin), Raja harus mampu mewujudkan pemerataan kesejahteraan kepada rakyatnya bagai angin, AGNI (Api), Raja harus memberikan hukuman yang seadil-adilnya kepada yang bersalah tanpa pandang bulu bagai api yang membakar, TIRTA (Air), Raja harus mampu menumbuhkan kesejahteraan perekonomian bagi rakyatnya bagaikan air yang mampu menumbuhkan biji-bijian, PRTIVI (Tanah), Raja harus mampu memberikan tempat yang aman bagi rakyatnya, menampung semuanya, tanpa ada diskriminasi, bagaikan tanah yang mau menampung semua manusia, SURYA (Matahari), Raja harus mampu memberikan jaminan keamanan kepada seluruh rakyat tanpa pandang bulu seperti Matahari yang memberikan kehidupan kepada mayapada, CHANDRA (Bulan), Raja harus mampu mengangkat rakyatnya dari keterbelakangan, dari kebodohan, dari kegelapan, bagaikan sang rembulan yang menyinari kegelapan dimalam hari, dan yang terakhir adalah KARTIKA (Bintang), serang raja harus dapat memberikan aturan-aturan hukum yang jelas, kepastian hukum bagi rakyat demi kesejahteraan, kemanusiaan, keadilan, bagaikan bintang gemintang yang mampu menunjukkan arah mata angin dengan pasti dikala malam menjelang.
Inilah DELAPAN JANJI RAJA yang disebutASTHAVRATA ( Astobroto ; Jawa). Dan menurut Sabdo Palon dan Naya Genggong, PrabhuBrawijaya telah lalai menjalankan janji sucinya sebagai AGNI.
Mendapati kondisi memanas seperti itu, Sunan Ampel mengeluarkan sebuah fatwa, Haram hukumnya menyerang Majapahit, karena bagaimanapun juga Prabhu Brawijaya adalah Imam yang wajib dipatuhi.
Setelah keluar fatwa dari pemimpin Islam se-Jawa, konflik mulai mereda.
Namun bagaimanapun juga, dikalangan orang-orang Islam diam-diam terbagi menjadi dua kubu. Yaitu kubu yang mencita-citakan berdirinya Kekhalifahan Islam Jawa, dan kubu yang tidak menginginkan berdirinya Kekhalifahan itu.

Kubu kedua ini berpendapat, dalam naungan Kerajaan Majapahit, yang notabene Shiva Buddha, ummat Islam diberikan kebebasan untuk melaksanakan ibadah agamanya. Bahkan, syari’at Islam pun boleh dijalankan didaerah-daerah tertentu.
Kubu pertama dipelopori oleh Sunan Giri, sedangkan kubu kedua dipelopori oleh SunanKalijaga, putra Adipati Tuban Wilwatikta, keponakan Sunan Ampel.
Kubu Sunan Giri mengklaim, bahwa golongan mereka memeluk Islam secara kaffah, secara bulat-bulat, makapantas disebut PUTIHAN (Kaum Putih). Dan mereka menyebut kubu yang dipimpin SunanKalijaga sebagai ABANGAN (Kaum Merah ).
Bibit perpecahan didalam orang-orang Islam sendiri mulai muncul. Hal ini hanya bagaikan api dalam sekam ketika Sunan Ampel masih hidup.
Kelak, ketika Majapahit berhasil dijebol oleh para militant Islam dan ketika Sunan Ampel sudah wafat, kedua kubu ini terlibat pertikaian frontal yang berdarah-darah (Yang paling parah dan memakan banyak korban,sampai-sampai para investor dari Portugis melarikan diri ke Malaka dan menceritakan di Jawatengah terjadi situasi chaos dan anarkhis yang mengerikan, adalah pertikaian antara Arya Penangsang, santri Sunan Kudus, penguasa Jipang Panolan dari kubu Putihan dengan JakaTingkir atau Mas Karebet, santri dari Sunan Kalijaga, penguasa Pajang dari kubu Abangan. Nanti akan saya ceritakan : Damar Shashangka).
Berdirinya Ponorogo.
Ki Ageng Kutu, Adipati Wengker, sebenarnya masih keturunan bangsawan Majapahit. Beliau masih keturunan Raden Kudha Merta, ksatria dari Pajajaran yang melarikan diri bersama Raden Cakradhara. Raden Kudha Merta berhasil menikah dengan Shri Gitarja, putri Raden Wijaya, Raja Pertama Majapahit. Sedangkan Raden Cakradhara berhasil menikahi Tribhuwanatunggadewi, kakak kandung Shri Gitarja.
Dari perkawinan antara Raden Cakradhara dengan Tribhuwanatunggadewi inilah lahir Prabhu Hayam Wuruk yang terkenal itu.
Sedangkan Raden Kudha Merta, menjadi penguasa daerah Wengker, yang sekarang dikenal dengan nama Ponorogo.
Ki Ageng Kutu adalah keturunan dari Raden Kudha Merta dan Shri Gitarja.
Melihat Majapahit, dibawah pemerintahan Prabhu Brawijaya bagaikan harimau yang kehilangan taringnya, Ki Ageng Kutu, memaklumatkan perang denganMajapahit.
Prabhu Brawijaya atau Prabhu Kertabhumi menjawab tantangan Ki Ageng Kutu dengan mengirimkan sejumlah pasukan tempur Majapahit dibawah pimpinan Raden Bathara Katong,putra selir beliau.

Peperangan terjadi. Pasukan Majapahit terpukul mundur. Hal ini disebabkan, banyak para prajurid Majapahit yang membelot dari kesatuannya dan memperkuat barisan Wengker. Pasukanyang dipimpin Raden Bathara Katong kocar-kacir.Raden Bathara Katong yang merasa malu karena telah gagal menjalankan tugas Negara,konon tidak mau pulang ke Majapahit. Dia bertekad, bagaimanapun juga, Wengker harus ditundukkan.
Inilah sikap seorang Ksatria sejati.Ada seorang ulama Islam yang tinggal di Wengker yang mengamati gejolak politik itu.Dia bernama Ki Ageng Mirah. Situasi yang tak menentu seperti itu, dimanfaatkan olehnya. Dia mendengar Raden Bathara Katong tidak pulang ke Majapahit, dia berusaha mencari kebenaran berita itu.
Dan usahanya menuai hasil. Dia berhasil menemukan tempat persembunyian Raden Bathara Katong.
Dia menawarkan diri bisa memberikan solusi untuk menundukkan Wengker karena dia sudah lama tinggal disana. Raden Bathara Katong tertarik. Namun diam-diam, Ki Ageng Mirah,menanamkan doktrin ke-Islam-an dibenak Raden Bathara Katong.
Jika ini berhasil, setidaknya peng-Islam-an Wengker akan semakin mudah, karena Raden Bathara Katong mempunyai akses langsung dengan militer Majapahit.

Jika-pun tidak berhasil membuat Raden Bathara Katong memeluk Islam, setidaknya, kelak dia tidak akan melupakan jasanya telah membantu memberitahukan titik kelemahan Wengker. Dan bila itu terjadi, Ki Ageng Mirah pasti akan menduduki kedudukan yang mempunyai akses luas menyebarkan Islam di Wengker.
Dan ternyata, Raden Bathara Katong tertarik dengan agama baru itu.
Selanjutnya, Ki Ageng Mirah mengatur rencana. Raden Bathara Katong harus pura-pura meminta suaka politik di Wengker. Raden Bathara Katong harus mengatakan untuk memohon perlindungan kepada Ki Ageng Kutu.
Dia harus pura-pura membelot dari pihak Majapahit.
Ki Ageng Kutu pasti akan menerima pengabdian Raden Bathara Katong.
Ki Ageng Kutupasti akan senang melihat Raden Bathara Katong telah membelot dan kini berada di fihaknya.

Manakala rencana itu sudah berhasil, Raden Bathara Katong harus mengutarakan niatnya untuk mempersunting Ni Ken Gendhini, putri sulung Ki Ageng Kutu sebagai istri.
Mengingat statusRaden Bathara Katong sebagai seorang putra Raja Majapahit, lamaran itu pasti akan disambut gembira oleh Ki Ageng Kutu..

Dan bila semua rencana berjalan mulus, Raden Bathara Katong harus mampu menebarkan pengaruhnya kepada kerabat Wengker.
Dia harus jeli dan teliti mengamati titik kelemahan Wengker.
Ni Ken Gendhini, putri Ki Ageng Kutu bisa dimanfaatkan untuk tujuan itu.
Bila semua sudah mulus berjalan, dan bila waktunya sudah tepat, maka Raden BatharaKatong harus sesegera mungkin mengirimkan utusan ke Majapahit untuk meminta pasukan tempur tambahan.
Bila semua berjalan lancar, Wengker pasti jatuh! Raden Bathara Katong melaksanakan semua rencana yang disusun Ki Ageng Mirah.
Dan atas kelihaian Raden Bathara Katong, semua berjalan lancar.
Ki Ageng Kutu, yang merasa masih mempunyai hubungan kekerabatan jauh dengan Raden Bathara Katong, dengan suka rela berkenan memberikan suaka politik kepadanya.
Ditambah, ketika Raden Bathara Katong mengutarakan niatnya untuk mempersunting Ni KenGendhini, Ki Ageng Kutu serta merta menyetujuinya.Rencana bergulir.
Umpan sudah dimakan. Tinggal menunggu waktu.Ni Ken Gendhini mempunyai dua orang adik laki-laki, Sura Menggala dan SuraHandaka. (Sura Menggala = baca Suromenggolo, sampai sekarang menjadi tokoh kebanggaan masyarakat Ponorogo. Dikenal dengan nama Warok Suromenggolo : Damar Shashangka).Ni Ken Gendhini dan Sura Menggala berhasil masuk pengaruh Raden Bathara Katong,sedangkan Sura Handaka tidak.
Raden Bathara Katong berhasil mengungkap segala seluk-beluk kelemahan Wengker dari Ni Ken Gendhini. Inilah yang diceritakan secara simbolik dengan dicurinya Keris Pusaka Ki Ageng Kutu, yang bernama Keris Kyai Condhong Rawe oleh Ni Ken Gendhini dan kemudian diserahkan kepada Raden Bathara Katong.
Condhong Rawe hanya metafora. Condhong berarti Melintang (Vertikal) dan Rawe berarti Tegak (Horisontal).
Arti sesungguhnya adalah, kekuatan yang tegak dan melintang dari seluruh pasukan Wengker, telah berhasil diketahui secara cermat oleh Raden Bathara Katong atas bantuan Ni Ken Gendhini.
Struktur kekuatan militer ini sudah bisa dibaca dan diketahui semuanya.
Dan manakala waktu sudah dirasa tepat, dengan diam-diam, dikirimkannya utusan kepada Ki Ageng Mirah. Utusan ini menyuruh Ki Ageng Mirah, atas nama Raden BatharaKatong, memohon tambahan pasukan tempur ke Majapahit.
Mendapati kabar Raden Bathara Katong masih hidup, Prabhu Brawijaya segera memenuhi permintaan pengiriman pasukan baru.
Majapahit dan Wengker diadu!

Majapahit dan Wengker tidak menyadari, ada pihak ketiga bermain disana! Ironis sekali.
Menaklukkan Diri Sendiri

Menaklukkan Diri Sendiri

06:47 0
Menaklukkan Diri Sendiri
Alkisah Punakawan.
Di sebuah balai yang nyaman dan asri, berkumpul sejumlah banyak orang, yang hendak mendatangi Ki Semar yang sedang ceramah. Terdapat 3 muridnya yang selalu mengikutinya, yaitu Bagong, Petruk, dan Gareng.

Ketika Ki Semar selesai dari ceramahnya, Ia selalu tak lupa memberi kesempatan kepada setiap orang bertanya. Lalu 3 Muridnya bertanya kepada Beliau "Ki Semar, Aki ini orang yang sangat bijaksana, tutur kata dan perbuatan selalu sama, kami ingin bertanya kepada Ki Semar, sekiranya demikian banyak murid Ki Semar yang datang dan meminta petunjuk Aki".
Lalu Bagong berkata, "Dari sekian banyak murid Ki Semar terdapat Arjuna, Beliau seorang Jendral pemanah yang amat luar biasa, memilki kemampuan memanah 1000 panah semua dalam kecepatan sangat tinggi bisa mencapai sasarannya".
Dilanjutkan dengan Petruk berkata, "Yang Mulia Paduka Pandawa seorang Raja, beliau meminta nasehat kepada Aki sebelum menalukkan Kurawa, dan Beliau mampu memimpin peperangan yang jumlah pasukannya tidak sebanding dengan Kurawa yang jauh lebih banyak, tapi bisa memenangkanya".
Kemudian Gareng berkata, "Gatot kaca pun berguru dengan Aki, Beliau memiliki kemampuan amat luar biasa, mampu terbang dengan kecepatan kilat, memiliki kekuatan amat luar biasa, mampu menalukan Raksasa, Iblis, Setan, Asura, orang jahat, mampu menegakan keadilan dan sebagainya".
Lalu mereka bertanya pada Ki Semar, "Kami bertiga bertanya pada Ki Semar, apa yang membuat mereka mau belajar dari diri Aki? 
Apakah Aki memiliki kekuatan yang amat luar biasa membuat mereka mau belajar kepada Aki? 
Apakah yang Aki taklukan sehingga mereka mau belajar dengan Aki?
Apa yang Mereka pelajari sebenarnya dari Aki?
Kami Mohon Petunjuk Aki?

Lalu Ki Semar tersenyum dengan pertanyaan ketiga muridnya. Lalu Ia menjawab, "Aku tidak memiliki kemampuan apapun dari mereka, dan tidak ada mahluk apapun yang ku taklukan selain diriku sendiri. 
Ketahuilah wahai murid-muridku, di dunia ini tidak ada kekuatan yang lebih baik daripada menaklukan dirimu sendiri dari angkara murka, kesombongan, kemalasan, kesenangan yang berlebihan, ketamakan, iri hati, tidak puas, dan semua perbuatan nista yang dapat merugikan semua pihak, renungkanlah baik baik, dan jalankan apa yang ku nasehatkan pada kalian.
Wahai muridku bahwa sesungguhnya perbuatan, akar pikiran dan ucapan dirimu sendiri yang tidak layak dilakukan adalah musuh terbesar dalam batin mu".

Lalu mereka bertiga, "Ooooh, ternyata seperti itu Aki, pantaslah Aki menjadi panutan bagi kami semua, untuk mengikis semua kebatilan dalam diri kami. Mulai sekarang kami akan renungkan semua nasihat diri kami, dan akan kami jalani semua nasehat dari Aki setiap harinya dalam diri kami".