Kirab Pusaka Kerajaan Galuh (ciamis)

Kirab Pusaka Kerajaan Galuh (ciamis)

07:26 0


Kirab Pusaka Kerajaan Galuh (ciamis) upacara penghormatan kepada Maharaja Linggabuana,Maharaja Niskala Wastu Kencana (siliwangi I) Maharaja Sribaduga (siliwangi II) Maharaja Sanjaya,Maharaja Ciung Wanara,Prabu Dewa Niskala,Maharaja Sanghyang Cipta,Raden Adipati Panaekan dan Kanjeng Prabu Raden Aria Kusumadiningrat. Angkat Ngagandeuang Galuh Taya Karingrang Nganggo Sinjang Di Lamban Mojang Parahiyangan... Di Raksukan Kabaya Nambihan Cahayana Dangdosan Sederhana Mojang Parahiyangan...
Amangkurat I

Amangkurat I

21:40 0


Amangkurat I, Raja Diktator Pertama di Tanah Jawa yang Kejam
Bisa dibilang tanpa jasa seorang Sultan Agung, maka Mataram takkan sehebat seperti yang pernah kita baca di buku. Di masanya, Mataram berhasil menjadi kesultanan terbesar dengan menguasai hampir seluruh Jawa, termasuk Madura. Rakyat sendiri juga sejahtera karena Sultan Agung begitu bijaksana. Tapi, masa keemasan ini berakhir ketika sang Sultan mangkat serta naiknya putra beliau yang bernama Amangkurat I.
Amangkurat I bisa dikatakan sebagai alasan kenapa Mataram yang jaya berangsur-angsur runtuh. Di masanya, begitu banyak terjadi ketidakpuasan serta pemberontakan. Penyebabnya adalah karena Amangkurat I sendiri yang memimpin dengan cara diktator sehingga rakyat banyak yang jengah padanya. Begitu banyak pula kekejaman yang dilakukannya. Salah satunya adalah pembantaian 5.000 ulama yang jadi tragedi paling mengerikan sepanjang sejarah kerajaan Mataram.
Selain kejam dan diktator, Amangkurat I juga melakukan banyak sekali manuver tidak cerdas, sehingga Mataram pun makin lama semakin terpuruk. Lebih dalam lagi soal sang raja satu ini, berikut adalah beberapa fakta tentang Amangkurat I.
Baru Naik Langsung Bikin Kontroversi
Sepeninggal Sultan Agung, tak lama kemudian Raden Mas Sayidin atau Amangkurat I langsung naik tahta. Di masa-masa awal kepemimpinannya, Mataram masih dalam keadaan baik-baik saja, sampai Amangkurat I mulai melakukan aksi suka-suka tanpa alasan yang jelas. Misalnya memindah ibukota Mataram ke Plered dan membangun istana di sana.
Ibukota sebelumnya bisa dikatakan sudah sangat stabil. Namun, Amangkurat I berdalih macam-macam kemudian mengusung pusat kota ke tempat lain. Aksi ini kemudian menimbulkan semacam ketidaksukaan. Termasuk para tokoh senior yang menganggap keputusan ini terlalu gegabah dan motifnya bukan untuk kemajuan kerajaan. Berawal dari sini, kemudian muncul bibit-bibit pemberontakan di Mataram.
Membantai Orang-Orang Terdekat
Aksi protes para tokoh senior ternyata membuat Amangkurat I tidak suka. Ia pun langsung memutuskan untuk menyingkirkan orang-orang yang tak sejalan dengannya itu. Akhirnya dengan berbekal intrik, Amangkurat I mulai membunuhi satu per satu tokoh-tokoh berpengaruh Mataram.
Membunuh orang-orang terdekat
Tewasnya para tokoh senior membuat adik Amangkurat I bernama Raden Mas Alit tidak suka. Ia pun kemudian memberontak sejadi-jadinya. Sikap Amangkurat yang semena-mena ternyata memang tidak disukai rakyat. Hal ini terbukti dengan banyaknya dukungan yang diberikan kepada Raden Mas Alit ketika melakukan upaya pemberontakan. Namun, sayangnya, Mas Alit tewas dalam kejadian tersebut.
Amangkurat I Membantai Ribuan Ulama
Amangkurat I sangat sakit hati dengan pemberontakan Mas Alit. Apalagi sang adik ternyata didukung oleh banyak orang. Tak hanya rakyat, Amangkurat I berkeyakinan kalau para ulama juga mendukung langkah pemberontakan adiknya. Kemudian tanpa ampun, Amangkurat I menetapkan hukuman mati kepada setidaknya 5.000 ulama di Mataram ketika itu.
Sebelum dibunuh, para ulama ini didata dulu semua keluarganya. Baru setelah lengkap kemudian dibawa ke alun-alun Plered. Di sini lah kemudian eksekusi dilakukan. Disaksikan oleh banyak orang, kemudian para ulama dan keluarganya ini dibantai satu persatu. Kala itu, hampir enam jam lebih prosesi ini dilakukan. Sungguh keji
Membunuh Mertua dan Selirnya dengan Keji
Berlaku kejam kepada keluarga sendiri juga merupakan hal yang melekat dengan Amangkurat I. Buktinya sendiri tak hanya tewasnya Raden Mas Alit, sang adik, tapi juga beberapa orang terdekatnya yang lain, yakni mertua dan seorang selirnya. Ceritanya diawali dari perselisihannya dengan sang putra mahkota bernama Mas RahmAgung
Tercatat ayah dan anak ini sering sekali berselisih. Puncaknya adalah ketika Mas Rahmat melakukan kudeta namun gagal. Entah mungkin karena kesal, Mas Rahmat kemudian merebut Rara Oyi yang merupakan calon selir Amangkurat I. Sang raja jelas marah dengan itu, namun anehnya ia malah menghukum mati Pangeran Pekik, sang mertua. Alasannya, Amangkurat I menuduh sang mertua menjembatani penculikan Rara Oyi.
Tak selesai sampai di sini, Amangkurat kemudian berhasil menangkap Mas Rahmat dan calon selirnya. Mas Rahmat sendiri diampuni, tapi dengan syarat harus membunuh Rara Oyi dengan tangannya sendiri.

Bersekutu dengan VOC yang Sangat Dibenci Sultan Agung
Mataram di masa Sultan Agung begitu keras terhadap VOC. Tak hanya bersikap tegas soal wilayah, keduanya bahkan cukup sering berperang. Alasan Mataram membenci VOC sangat jelas karena organisasi dagang kompeni ini memiliki maksud busuk. Mataram tetap kontra dengan VOC sampai sang sultan mangkat. Namun, ketika kedudukan berganti ke Amangkurat I, kerajaan besar ini perlahan mulai berkawan baik dengan calon penjajah itu.
Hal ini terjadi ketika Trunojoyo asal Madura melakukan pemberontakan besar-besaran kepada Mataram. Amangkurat I saat itu benar-benar mati kutu dan mau tidak mau menerima bantuan VOC. Meskipun kolaborasi keduanya gagal membendung Trunojoyo, tapi hubungan VOC dan Mataram makin mesra. Sepeninggal Amangkurat I, Mataram makin tak terpisahkan dengan VOC. Namun, VOC sendiri saat itu memiliki posisi lebih tinggi sehingga leluasa mau mengatur Mataram sesuka hatinya.
Mengenai kematian Amangkurat I, hal tersebut tak lepas dari penyerbuan Trunojoyo. Diketahui ketika hal tersebut terjadi, Amangkurat I berhasil melakukan pelarian walaupun sebelumnya sempat mengalami luka-luka. Amangkurat I sakit parah ketika itu dan tak lama kemudian meninggal dunia. Sebagai penggantinya adalah Amangkurat II yang makin membawa Mataram ke jurang keterpurukan.
RAMALAN RONGGOWARSITO TENTANG KEMAKMURAN INDONESIA TAHUN 2025

RAMALAN RONGGOWARSITO TENTANG KEMAKMURAN INDONESIA TAHUN 2025

07:54 0
RAMALAN RONGGOWARSITO TENTANG KEMAKMURAN INDONESIA TAHUN 2025
Raden Ngabehi Ronggowarsito adalah salah satu pujangga besar keraton solo yang lahir pada hari Senin legi pada tanggal 15 maret tahun 1802 dan wafat pada hari rebo pon pada tanggal 15 desember tahun 1873. Beliau adalah pujangga yang terkenal karena menggubah Jongko Joyoboyo, yaitu kitab ramalan yang sangat terkenal. Sampai sekarang kitab ramalan ini masih menjadi kontroversi.
Salah satu ramalan yang ditulis adalah datangnya jaman kolobendu yang secara “condrosengkolo” datang pada tahun 1997 dan berakhir dengan jaman Kolosubo tahun 2025.
Jaman kolobendu ini digambarkan akan terjadi pertentangan dan permusuhan diantara komponen bangsa, yang disebabkan oleh adu domba oleh “Dalang” yang tidak kelihatan, karena berada di belakang layar.
JAMAN KOLOBENDU
Entenono Nuswantoro bakal ketampan bendu
Yen wis teko pandito ambuka wiwaranging Neroko
( Condro sengkolo 1997)
Pralambange jago tarung ning njero kurungan
Dalang wayang ngungkurke kelir
Sing nonton podo nangis
Entenono waluyo lan tentreme
Mengko nek wis tumeko
Pendowo Mulat Sirnaning Penganten ( Condro sengkolo 2025)

Sumber: Buku Jaman Kolobendu (Ronggowarsito) yang dibawakan oleh KI Manteb Sudarsono
Artinya :
JAMAN KOLOBENDU (CARUT MARUT)
Tunggulah, nusantara akan mendapatkan bencana
Jika sudah datang tahun 1997 
Perlambangnya adalah Ayam jantan Bertarung di dalam kurungannya
Sang Dalang Menggelar sandiwara
Yang menonton menangis
Tunggulah jaman kemakmuran dan ketentraman
Nanti jika sudah datang
Tahun 2025

Keterangan :
Tunggulah Nusantara akan mendapat bebendu atau bencana
Jika sudah datang tahun 1997 ( Pandito Ambuko Wiwaraning Neroko)
• Pandito = 7
• Ambuko = dibuka=bolong= 9
• Wiwara = pintu=terbuka= bolong-9
• Neroko = 1

Artinya : Condro Sengkolo Tahun 1997
Pada tahun 1997 Indonesia mengalami “bencana ekonomi” yang sangat besar, menandai AWAL datangnya jaman Kalabendu.
Ayam Jantan bertarung dalam kurungan, artinya : terjadi banyak permusuhan, perselisihan, dan pertentangan antar anak bangsa.
Sang dalang menggelar sandiwara artinya: Segala kejadian itu ada dalang yang mengaturnya, dalang yang tidak kelihatan atau di belakang layar.
Yang menonton menangis, artinya: Rakyat yang menjadi korbannya dan sengsara.
Tunggulah jaman kemakmuran dan ketentraman, artinya kemakmuran dan ketentraman bangsa akan datang, maka tunggulah kedatangannya.
Nanti jika sudah datang
Tahun 2005 (Pendowo Mulat Sirnaning Penganten)
• Pandowo = 5
• Mulat = melihat = mata = 2
• Sirno = hilang = 0
• Temanten = pengantin= sejodo= 2

Condro Sengkolo Tahun 2025
Jadi Jaman Kolosubo atau jaman kemakmuran dan ketentraman akan datang pada tahun 2025. Kolosubo artine Alembono = diakui dan dihormati oleh dunia.
Semoga jaman Kolosubo di mana kita mendapatkan kemakmuran, ketentraman dan dihormati oleh bangsa bangsa di dunia segera bisa kita capai.
Mengenai visi atau “penerawangan” dari leluhur kita Raden Ngabehi Ronggowarsito ini akan terjadi atau tidak tentu saja terserah pada Allah SWT yang maha kuasa atas segala sesuatu.
Foto Begawan Tung.
Sejarah Cepu

Sejarah Cepu

07:19 0


Karena peperangan adipati Tuban dan Adipati Bojonegoro lahirlah #Cepu
Sejarah Cepu
Mengapa bernama Cepu? Cerita rakyat yang melegenda, mengisahkan asal usul nama Cepu bermula dari peristiwa peperangan dua orang adipati, yaitu Adipati Tedjo Bendoro (Tuban) dan Adipati Djati Koesoema (Bojonegoro) Jawa Timur.
Alkisah Adipati asal Bojonegoro Djati Koesoema kalah perang. Sudah menjadi adat terikat tempo dulu, yang kalah harus menyerahkan semua kekanyaannya, putra-putrinya dan membayar ganti rugi. Termasuk putri Adipati Djati Koesoema, Retno Sari, putri cantik ini diserahkan kepada Adipati Tedjo Bendoro. Sayang, Retno Sari keberatan, dia melanggar janji dan kesapakatan adat, wanita ini melarikan diri.
Dari kisah pelarian putri rupawan ini, lahir nama-nama punden, dukuh, desa dan lokasi seperti Tuk Buntung dan lainnya. Larinya gadis cantik ini membuat Adipati Tedjo Bendoro murka, dia terpaksa melepas senjata mirip panah kearah sang putri, senjata itu persis mengenai bagian paha (Jawa, pupu).
Pusaka kecil mirip panah yang dilepas Adipati Tedjo Bendoro, saat itu dikenal dengan nama Cempulungi. dan dari senjata ampuh tadi, lantas (mungkin) lahir nama Cepu.
Versi lainnya adalah, karena senjata tersebut mengenai / menancap (jawa, nancep) di paha (jawa, pupu) sang Putri, maka sejak itu disebut sebagai CEPU.
Banyak catatan sejarah yang menuliskan nama Cepu didalamnya. Babad Tanah Jawa juga menuliskan tentang Cepu. semua ini tak lepas dari sepak terjang Arya Jipang / Arya Penangsang. Cerita atau babad pelarian Raja Majapahit, Prabu Brawijaya, juga menyebutkan tentang Cepu. Tapi untuk kebenarannya masih diperlukan kajian lebih dalam lagi, karena masih ada beberapa kesimpangsiuran di dalamnya.
Sejarah perminyakan Indonesia bahkan dunia juga mencatatkan nama Cepu di dalamnya. Hal ini merupakan suatu kebanggan tersendiri buat masyarakat Cepu.
Pada zaman penjajahan, Cepu merupakan salah satu kota penting, karena kandungan minyak dan hutan jatinya. Di Cepu dapat dijumpai beberapa bangunan peninggalan Belanda yang masih awet hingga masa kini. Salah satu bangunan yang unik adalah, loji klunthung. Peninggalan lain yaitu Gedung Pertemuan SOS Sasono Suko dan Kuburan Belanda (Kuburan Londo) yang terletak di desa Wonorejo Kelurahan Cepu.
GOWOK: Guru Olah Asmara Lelaki Jawa

GOWOK: Guru Olah Asmara Lelaki Jawa

07:37 0
GOWOK: Guru Olah Asmara Lelaki Jawa
Gowok adalah sebutan seorang perempuan Jawa di masa lalu yang berprofesi sebagai guru bagi seorang lelaki agar menjadi “lelaki sejati”. Gowok mengajarkan seluk-beluk kehidupan berumah tangga, utamanya yang terkait persanggamaan. Lelaki yang “disekolahkan” kepada seorang gowok akan mendapat pelajaran olah asmara: mengenal tubuh perempuan, menandai titik sensitif perempuan, berbagai gaya sanggama untuk memuaskan perempuan, mengatur napas dan gerak agar tahan lama, dan menunjukkan berbagai ramuan untuk meningkatkan stamina bercinta.

Gowok memperlakukan “siswanya” layaknya suami sendiri, karena itu pelajaran sanggama bukan hanya diberikan secara lisan, tapi langsung dipraktikkan. Sanggama bukan hanya bisa dilakukan dengan gowok, melainkan juga dengan pembantu gowok, bahkan dengan calon gowok yang sedang bersekolah di tempat sang gowok.
Dahulu, di Jawa gowok memberikan pelajaran sanggama untuk: anak lelaki yang telah mimpi basah atau yang baru sembuh dari khitan, lelaki yang telah diterima lamarannya oleh seorang perempuan, dan lelaki yang istrinya sedang hamil tua atau masih berada dalam masa nifas. Jenis terakhir ini sebenarnya tidak termasuk kategori pelajaran olah asmara, tapi pelayanan berahi.
Seorang gowok yang menjadi langganan sebuah keluarga bisa mengajari semua lelaki di keluarga tersebut. Misalnya: dua tahun lalu mengajari kakaknya yang sudah sunat, tahun ini bisa saja mengajari adiknya, sementara puluhan tahun yang lalu sudah mengajari bapaknya. Masa belajar pada seorang gowok biasanya satu atau dua minggu.
Untuk calon pengantin yang lamarannya sudah diterima calon istrinya, penentuan siapa gowok yang akan dipilih untuk “mengajari” calon pengantin lelaki akan dibicarakan oleh dua keluarga mempelai. Mereka biasanya akan mengajukan gowok yang sudah menjadi langganan keluarga masing-masing.
Banyak cerita menyebutkan, lelaki yang pernah belajar kepada gowok bukan hanya ahli di malam pertama, melainkan juga tidak bisa melupakan “perlakuan” yang diberikan gowok kepadanya. Maka, tidak aneh jika banyak mantan siswa gowok yang tergila-gila pada gowoknya, bahkan bertekad menikahi gowoknya sendiri. Mau coba? Sunat dulu!
Kembang lumpang

Kembang lumpang

06:51 0
Kembang lumpang lebih merujuk pada penderitaan dan perjuangan. Kembang lumpang adalah istilah lokal Betawi, zaman dimana tanah Betawi-- terutama di daerah pinggiran, masih banyak tanah pertanian. Kembang lumpang adalah profesi yang mengiringi pertanian padi. Profesi ini hilang ketika pertanian di tanah betawi mulai di jamah teknologi moderen.
Istilah kembang lumpang terdiri dari kata ‘kembang’ dan ‘lumpang’. Kata ‘kembang’ di sini mungkin kita sudah mafhum. Sedangkan ‘lumpang’ adalah alat untuk menumbuk, biasanya berpasangan dengan alu . Ada beberapa jenis lumpang yang dahulu kala banyak melengkapi perabotan rumah tangga orang Betawi.
Ada lumpang kayu, gunanya untuk menumbuk gabah kering menjadi beras, lumpang kayu Betawi biasanya dibuat dari kayu ambon (trembesi). Lumpang batu besar untuk nepung, yaitu menumbuk beras menjadi tepung, lumpang batu kecil, untuk menumbuk bumbu dapur. Lumpang batu umumnya terbuat dari batu andesit yang banyak ditemui di sungai- sungai besar....
ISTILAH BELANDA MASIH JAUH

ISTILAH BELANDA MASIH JAUH

16:44 0
Istilah "Belanda masih jauh"
Ya, jika dinalar Belanda dan Indonesia memang terletak di benua yang berbeda dan terpisah oleh lautan dan banyak negara-negara. Puluhan ribu kilometer jarak yang terbentang antara dua negara ini. Tidak ada yang aneh bukan?
Kalimat Belanda masih jauh ini begitu populer di masa penjajahan dulu di kalangan masyarakat Jawa dan masih tetap eksis hingga saat ini. Makna yang terkandung dalam pameo ini pun belum luntur, tidak usah terburu-buru pada sesuatu perkara.
Pada masa penjajahan Belanda dulu, kegiatan 'gerilyawan' Indonesia adalah lari untuk menghindar saat ada patroli yang dilakukan oleh serdadu dan centeng Belanda. Sementara itu kalau sedang tidak ada patroli Belanda, mereka akan menjarah dan memeras orang-orang kampung serta menagih upeti.
"Tenang saja Belanda masih jauh," kata mereka. Kurang lebih kalimat tersebut bisa diterjemahkan sebagai berikut "Tidak usah buru-buru lari," atau "Tidak perlu cepat-cepat larinya, karena (patroli) Belanda masih jauh,"
Inilah yang sudah membudaya selama berabad-abad di masyarakat Indonesia. Terlalu menyepelekan dan menggampangkan sesuatu. Ayo kita berubah.... 
"Belanda sudah dekat"

dedy irawan
JAKA JUMPUT DAN RADEN SITUBANDA

JAKA JUMPUT DAN RADEN SITUBANDA

07:57 0
JAKA JUMPUT DAN RADEN SITUBANDA (tamat)
Cerita rakyat babat alas asal usul nama kampung Surabaya
Raden Situbondo dan Gajah Seta yang melihat kejadian itu hanya membiarkannya. Perhatian mereka kini tertuju pada Trung yang mulai siuman. Gajah Seta memberikan bekal airnya untuk diminum si pendekar yang ditinggalkan sukma harimaunya.
“Kau baik-baik saja, Kisana?” tanya Gajah Seta.
“Kurang ajar! Berani-beraninya kalian mengikatku seperti ini! Hei kau!â bentaknya sambil menoleh ke arah Raden Situbondo. “Mengapa kau mengganggu pertarunganku, hampir saja kuremukan kepala bocah itu kalau saja kalian tidak muncul. Sungguh, demi seluruh sukma harimau di tempat ini, saudara-saudaraku sebentar lagi akan datang membebaskanku. Mereka akan mencabik-cabik daging kalian.” Sesudah mengucapkan sumpah serapah itu dia meneriakkan sesuatu dari dasar tenggorokannya, seolah aum harimau.

“Diamlah, Kisana! Kami hanya tidak ingin kau melukai saudara kami. Ijinkan kami memperkenalkan diri. Aku adalah Haryo Gajah Situbondo, dan ini adalah pamanku Gajah Seta. Kedatangan kami kemari hendak membuka hutan di wilayah ini. Aku harap kedatangan kami tidak mengganggumu.”
“Ah, persetan kalian. Ini pasti ulah para penjajah. Dasar kau antek penjajah, mau saja kalian diperalat mereka. Katakan pada mereka, Aku Trung dari selatan, tidak gentar dengan bedil-bedil mereka. Telah kuhabisi serombongan dari mereka di tapal batas Pasuruan. Kalau mereka hendak datang kemari, biar kuhabisi serombongan lagi di hutan ini.” Sehabis mengucapkan itu kembali dia mengaum.
“Dengar, Kisana. Aku juga tidak senang penjajah ada di tanahku. Terlebih mereka kerap memanfaatkan kita untuk meraup keuntungan. Lihatlah daerah-daerah di pesisir utara jawa telah mereka kuasai. Dan sekarang mereka hendak menguasai wilayah timur juga. Tiap perselisihan di antara kita, dimanfaatkan betul oleh mereka.
“Mungkin sebaiknya, Paman,” kali ini mengarah pada Gajah Seta. 
“Setelah membuka hutan ini aku akan pergi ke timur,” kata Raden Situbondo kemudian merenung.

“Ceritakanlah padaku, Kisana,” tanya Gajah Seta. “Siapa engkau dan bagaimana engkau dan orang-orangmu bisa berada di hutan ini?”
“Kami berasal dari selatan,” kata Trung. “Sebuah tempat keramat bernama Lodaya. Suatu ketika kami membantu Bupati Pasuruan untuk mengenyahkan para penjajah. Pertempuran demi pertempuran kami menangkan. Ketika para prajurit mulai bersemangat, datang berita bahwa bangsawan-bangsawan yang semula mendukung kami jadi memusuhi kami. Akibatnya para prajurit menjadi terpecah. Dengan mudah laskar-laskar kami dipukul mundur dan kocar-kacir. Entah bagaimana nasib yang lain, aku beserta saudara-saudaraku dan dua ratus orang memilih tinggal dan bersembunyi di hutan ini atas bantuan Adipati Jangrana. Tidak mungkin kami kembali ke Lodaya karena pasti dengan mudah kami akan ditemukan.”
“Kini jumlah kami tinggal sembilan puluh orang,” lanjutnya sambil menunjuk keliling dengan wajahnya. âItulah saudara-saudaraku beserta rombongannya.”
Raden Situbondo dan Gajah Seta kaget karena ternyata di balik hutan kejauhan serombongan orang datang mendekat dengan senjata lengkap. Jawara di antara mereka nampak mengenakan ikat kepala bermotif loreng harimau. Dengan cepat dua orang berikat kepala itu mendahului rombongan, meloncati belukar dan akar-akar pohon yang menyeruak. Mereka mendarat beberapa langkah di hadapan Raden Situbondo dan Gajah Seta.
“Siapa kalian? Berani-beraninya kalian mengganggu ketenangan kami?” tanya salah seorang di antara mereka.
“Lepaskan kakang kami atau kalian akan binasa di sini,” sahut yang lain.

“Dengarkan aku, Kisana,” Gajah Seta memulai. “Kami tak hendak memulai pertarungan. Lepaskanlah saudara kalian, dan jamulah kami berdua di tempat kalian. Sebagai orang jauh, tentu suatu kehormatan bagi kami bila dapat singgah di tempat kalian. Kelak kami akan bercerita tentang keramahan kalian di tempat yang tidak kalian tahu.”
“Kalian diterima di sini, mari kita berkumpul di rumahku,” kata Trung setelah terlepas dari ikatan. âNamaku Trung, ini Wage dan Kalang beserta orang-orang kami. Kalian pasti lapar setelah mengalahkanku. Istri-istri kami pandai memasak. Kalian pasti akan menghabiskan banyak beras kami nanti,” kata Trung kemudian tertawa. Malam itu Raden Situbondo dan Gajah Seta bermalam di perkampungan Simo Bersaudaraâdisebut demikian karena jurus harimau yang mereka miliki. Mereka dijamu dengan meriah meskipun makanannya ala kadarnya mengingat kampung ini merupakan tempat persembunyian.
Sementara itu di bagian lain hutan Raden Joko Taruna nyaris pingsan. Tubuhnya terhuyung di antara pepohonan dan semak belukar. Lama dia berjalan serupa itu hingga suatu saat kakinya tersandung akar pohon. Tubuhnya terjerembab ke dalam semak-semak berduri. Kaki dan tangannya tersangkut tak bisa bergerak. Dia hanya bisa berteriak minta tolong dengan suaranya yang parau di tengah hutan itu sebelum pada akhirnya tak sadarkan diri.
Joko Jumput yang kebetulan berada tak jauh dari tempat itu segera mencari sumber teriakan. Dia menemukan Raden Joko Taruna pingsan. Segera dia angkat tubuh itu dan membawanya ke tempat yang lapang. Di sana dia rawat luka-luka Raden Joko Taruna sambil membersihkan bagian-bagian tubuh yang kotor. Tidak mungkin membawa si sakit keluar hutan dalam keadaan serupa itu. Demi menunggui si pingsan, Joko Jumput rela bermalam di dalam hutan. Jaka Taruna yang terkalahkan oleh Raden Situbanda sedang terjepit diantar dua buah pohon didekat sebuah sungai, karena patemon penemuan Jaka Taruna di pinggiran sungai, maka tempat tersebut disebut PETEMON KALI (penemuan di kali)
Esoknya Raden Situbondo memerintahkan agar menjemput Gajah Menggala beserta rombongannya di hutan timur untuk bergabung. Telah disepakati bahwa hutan tempat Simo bersaudara tinggal akan dibuka. Akan tetapi jati diri mereka tetap dirahasiakan. Mereka disamarkan sebagai rombongan Raden Situbondo. Raden Situbondo juga berpesan agar kelak jika tempat itu menjadi ramai agar diberi nama sesuai dengan nama mereka****. Trung, Wage, Kalang, dan yang lain setuju. Mereka juga bertanggung jawab menjaga keamanan di wilayah itu karena merekalah yang dianggap sebagai tetua.
Raden Situbondo merasa bahwa tugasnya membuka hutan telah selesai. Baginya sudah tidak penting lagi apakah Sang Putri menerima lamarannya atau tidak. Sekarang dia berharap bisa menyelesaikan tugas ini dengan sempurna kemudian berlayar pulang. Dia juga berangan-angan hendak menyebrangi laut dan menetap di sebuah tempat sekitar bekas kerajaan Blambangan, menjaga wilayah itu dari tangan-tangan penjajah. Kepedihannya padam disiram berbagai pengalaman selama membuka hutan dan cita-cita barunya menjaga tanah airnya dari penjajah. “Perjuangan membela tanah air masih panjang,” pikirnya.
Ketika orang-orang sibuk bekerja datanglah Joko Jumput. Kedatangannya kali ini menampakkan sikap permusuhan. Dia melewati orang-orang tanpa menghiraukannya. Kemudian dia berteriak.
“Hai, kau, Raden Situbondo. Ternyata aku keliru mengira kau sebagai seorang ksatria pilih tanding. Ternyata kau seorang pengecut yang menggunakan tangan orang lain untuk mengalahkan musuhmu. Kemari dan hadapilah aku jika kau seorang ksatria.”
Raden Situbondo yang merasa heran menghampiri Joko Jumput. Dengan segera dia menjawab, “Apa yang engkau maksud?”
“Aku hendak menuntut balas Raden Joko Taruna karena kalian telah memperlakukannya semena-mena.”

Tiba-tiba sebuah sumpit melayang mengenai tubuh Raden Situbondo. Semua orang terkejut, tak terkecuali Joko Jumput. Segera mereka memperhatikan sekeliling hutan mencari pemanah gelap itu. Gajah Seta dan beberapa orang lainnya mendekati Raden Situbondo. Beruntung Raden Situbondo cukup sigap sehingga sumpit itu tidak mengenai bagian tubuhnya yang vital. Meski begitu, sumpit itu telah dilumuri racun tua dari saripati pohon upas yang telah direndam. Bagian kulit yang terkena mata sumpit langsung merah terbakar.
Joko Jumput yang kaget melihat kejadian itu segera berbalik dan berteriak, “Pengecut kau, hai, Joko Taruna! Kenapa kau tidak keluar menantang Raden Situbondo dan malah melemparkan sumpit. Hendak aku bantu kau mengalahkan musuh-musuhmu, kini kau malah mengkhianati adu tandingku. Jangan lari kau, rasakan pembalasanku.”
“Tunggu!” Teriak Raden Situbondo mencegah Joko Jumput. 
“Biarkanlah dia pergi. Kelak dia akan memetik buah perbuatannya sendiri. Kalau kau sudi, bantulah aku menawar racun dalam senjata ini.”

“Sebelumnya, hamba sampaikan beribu maaf, Raden. Sepertinya hamba termakan tipuan Raden Joko Taruna.” Kata Joko Jumput sambil menghampiri Raden Situbondo. âDia mengatakan bahwa engkau telah memerintahkan Trung untuk mengalahkannya. Lalu dia meminta bantuan hamba karena dia tidak dapat melawan kalian seorang diri.”
“Bukan begitu ceritanya,” Kata Trung. “Akulah yang telah menghajarnya. Dia pemuda yang tak mengenal tata krama. Di hutan dia terus berteriak tanpa henti sehingga mengganggu pekerjaan kami. Hewan-hewan pada lari mendengar suaranya sehingga kami kesulitan berburu. Karena itu kami beri dia pelajaran. Raden Situbondo yang menyelamatkan dia dari kami. Seandainya Raden Situbondo tidak datang, tentu dia sudah jadi bulan-bulanan.”
“Aku kenal racun ini,â kata Joko Jumput. âIni seperti racun yang digunakan oleh pejuang-pejuang Maluku melawan penjajah. Aku bisa menyembuhkannya.”
“Paman,” kata Joko Jumput kepada Gajah Seta kemudian. “Lekas kejarlah Paman Menggala agar tidak melukai Joko Taruna. Kakang Trung ajaklah beberapa orang mencari tumbuhan penawar dan pergilah ke Kedung Gempol. Di sana ada sebuah sumber mata air yang segar. Kita akan membawa Raden Situbondo ke sana untuk diobati. Aku juga akan mencari penawarnya di hutan. Biarlah kakang Wage dan yang lainnya yang membawa Raden Situbondo ke Kedung Gempol. Letaknya tak jauh dari hutan yang telah kalian buka kemaren.”

Hampir tengah hari ketika Raden Situbondo tiba di Kedung Gempol. Mereka merebahkan tubuh Raden Situbondo tak jauh dari mata air. Begitu segar sumber air itu sampai-sampai orang berebut meminumnya, lupa dengan Raden Situbondo. Ketika seseorang teringat, mereka segera mengambilkan air dan meminumkannya kepada Raden Situbondo.
Tak lama kemudian Gajah Seta dan Gajah Menggala hadir. Raut wajah mereka dilumuri amarah. Tidak terima keponakannya menderita serupa itu. Mereka berjalan mondar-mandir di dekat aliran air tak sabar.

Beberapa saat kemudian datanglah rombongan Trung membawa tumbuh-tumbuhan penawar. Joko Jumput menyusul kemudian dengan langkah kaki yang lebih cepat. Segera dia bekerja dengan ramuan yang sudah didapat. Sebagian ada yang diperintahkan untuk menyiapkan perapian untuk merebus ramuan, sebagian lagi ditumbuk untuk dioleskan ke luka.
Racun yang menyerang itu membuat tubuh Raden Situbondo merasa demam. Keringat dingin keluar dari sekujur tubuhnya. Joko Jumput memerintahkan Gajah Seta agar memberi minum dari sumber air.
Malam itu Raden Situbondo merasakan demam. Tubuhnya serasa terbakar. Joko Jumput menolaknya dengan memberinya minum dalam jumlah yang lebih banyak dan mengompresnya.

“Minumlah ini, Raden.” Kata Joko Jumput. “Air ini adalah sumber kehidupan. Takkan racun itu meremas jantungmu selama kau meminum air ini.”
Sementara itu beberapa orang yang diutus untuk mengetahui keberadaan Raden Joko Taruna telah kembali. Mereka bercerita bahwa Raden Joko Taruna telah mengatakan kepada Adipati Surabaya bahwa Raden Situbondo telah berhasil dikalahkan dan dibunuh. Dengan demikian dialah yang menjadi pemenang sayembara untuk meminang Putri Adipati.
Segera diumumkan kepada penduduk bahwa Raden Joko Taruna yang telah memenangkan sayembara akan segera dikawinkan dengan Sang Putri. Akan diadakan pesta rakyat dalam perkawinan itu. Kadipaten akan menggelar hiburan untuk rakyat berupa tari-tarian tiga hari tiga malam. Gajah Seta dan Gajah Menggala mendengar cerita itu sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
Esoknya Raden Situbondo bangun pagi sekali. Demamnya telah turun. Namun tubuhnya masih terasa lemas. Dia tengah berbincang dengan Joko Jumput di dekat mata air.
“Tuan, terima kasih telah menolong saya. Jasa tuan akan tinggal di dalam lubuk hati saya. Hamba hendak berpesan, kelak bila di tempat ini telah ramai berilah nama Banyu Urip***** agar waktu tidak menanggalkan kebaikan tuan. Dan ini adalah tempat yang bagus untuk pengobatan. Mungkin kelak sebuah balai pengobatan bisa dibangun di sini.”
“Kalau tidak keberatan, hamba hendak meminta bantuan sekali lagi. Susullah Raden Joko Taruna. Sampaikan kepada Adipati dan Sang Dewi kejadian yang sebenarnya di hutan ini. Aku tidak ingin Adipati dan Sang Dewi tertipu meski sebenarnya mereka juga gembira apabila Raden Joko Taruna yang muncul sebagai pemenang. Kabarkanlah bahwa engkaulah yang telah mengalahkanku dalam pertarungan. Aku lebih rela Sang Dewi menikah denganmu. Kau seorang ksatria pilih tanding yang menyembunyikan jati dirimu. Kau memiliki darah bangsawan Mataram. Kelak semua orang akan mengetahuinya.”
“Bawalah keris pusaka milikku sebagai bukti. Aku pasrahkan keris ini padamu. Aku yakin Adipati dan Sang Dewi lebih percaya padamu.”
Dengan berbekal keris pemberian Raden Situbondo, berangkatlah Joko Jumput menuju Kadipaten. Dia merasa heran, bagaimana dirinya bisa terlibat dalam konflik perebutan Putri Adipati. Tapi membayangkan sosok Sang Dewi membuat pikirannya mantap. Dia bertekad hendak mengungkap kecurangan Joko Taruna dan kemudian mempersunting Sang Dewi. Dia membayangkan bahwa ibunya yang telah tua akan merasa gembira.
Hampir tengah hari ketika Joko Jumput tiba di halaman Kadipaten. Kepada prajurit jaga dia mengatakan hendak bertemu dengan Adipati untuk mengambil imbalan karena telah memenangkan sayembara. Sempat terjadi perselisihan karena pemenang sayembara telah diumumkan. Tapi ketika Joko Jumput menunjukkan keris milik Raden Situbondo yang dibawanya, para prajurit jaga yang semula hendak mengusirnya kini berbondong-bondong mengantarkan Joko Jumput menuju halaman pendopo.
Adipati yang mendengar berita itu segera datang dan memerintahkan orang untuk memanggil Raden Joko Taruna. Para pembesar Kadipaten juga dipanggil. Ketika semua telah berkumpul, Joko Jumput dipersilahkan naik ke dalam pendopo.
“Mohon ampun sebelumnya, Paduka. Hamba kemari hendak menyampaikan bahwa Raden Situbondo telah hamba kalahkan.”
“Siapa sebenarnya engkau? Apakah benar engkau telah mengalahkan Raden Situbondo yang terkenal sebagai ksatria pilih tanding yang sakti mandraguna?” Tanya Adipati.
“Nama hamba Joko Jumput, Paduka. Ibu hamba adalah janda penjual jamu yang tinggal di daerah Praban. Mengenai perihal Raden Situbondo, hamba membawa bukti berupa keris milik Raden Situbondo.”
Semua orang yang hadir terkejut. Begitu juga dengan Adipati. Semua yang hadir mulai memperhatikan sosok Joko Jumput dengan lebih serius sambil melirik-lirik ke arah Raden Joko Taruna. Raden Joko Taruna merasa gelisah.
“Katakanlah padaku, hai, anak muda. Manakah yang harus kupercaya, orang yang pertama datang atau yang kemudian? Menurut hematku, kalaupun kalian berdua bersatu melawan Raden Situbondo, belum tentu kalian dapat mengalahkannya.
“Raden Joko Taruna,â Sekarang Adipati beralih pertanyaannya. âApakah benar engkau telah mengalahkan Raden Situbondo? Kenapa tiba-tiba ada orang lain yang mengakui kemenanganmu?”
“Ijinkan hamba bicara,” jawab Raden Joko Taruna. “Memang benar saya telah mengalahkan Raden Situbondo. Dia memang ksatria pilih tanding namun ternyata dia tidak tahan menghadapi jurus pamungkas hamba hingga dia terpental dan jatuh. Hamba tidak tahu apakah dia mati atau sekedar pingsan. Tapi hamba yakin Raden Situbondo pasti mati karena selama ini belum ada seorang pun yang dapat hidup menahan jurus pamungkas hamba. Hamba tidak meneruskan pertarungan karena musuh telah nyata-nyata hamba kalahkan.”
“Mungkin kebetulan pemuda ini berada di dekat situ kemudian mengambil keris milik Raden Situbondo yang sedang sekarat. Kemudian dia datang kemari berharap dapat menemukan kehidupan mulya dengan keris yang dicurinya.”
“Kalau memang benar begitu, Raden,” sela Joko Jumput sambil bangkit. “ ijinkan hamba menerima jurus pamungkas yang Raden miliki. Tak salah apa yang dikatakan Raden Situbondo. Engkau tidak dapat memahami belas kasih orang lain. Bukankah Raden Situbondo sendiri yang menyelamatkan engkau di hutan sana? Bukankah tangan hamba ini yang membebaskan engkau dari semak berduri? Hatimu seperti batu. Kelak engkau akan dikenal sebagai orang yang terbuat dari batu,” ucap Joko Jumput menggeledek.
Adipati tertarik dengan kata-kata yang dilontarkan Joko Jumput. Dia hendak bertanya lebih jauh mengenai kejadian sebenarnya di dalam hutan. Namun salah seorang pembesar Adipati yang masih berkerabat dengan Raden Joko Taruna menukas.
“Kenapa tidak diadakan adu tanding saja di antara mereka berdua. Barangsiapa yang keluar jadi pemenangnya, dialah yang akan mempersunting Sang Dewi karena tentu dialah yang dapat mengalahkan Raden Situbondo yang terkenal dengan ajian Gajah Panodya itu.” Dalam pikiran pembesar ini, kisah Raden Joko Taruna lebih bisa dia terima dibandingkan kisah dari pemuda gembel itu.
“Tidak!â Jawab Joko Jumput. ‘Hamba kemari tidak untuk bertarung demi memperebutkan Sang Dewi. Hamba kemari membawa sebuah kebenaran. Kebenaran ini harus diungkap. Kalau soal pertarungan, hamba yakin semua orang tahu siapa yang akan keluar jadi pemenangnya. Raden Joko Taruna bukan lawan yang sepadan bagi hamba.”
Mendengar dirinya dihina Raden Joko Taruna menjadi amarah. Dia pusatkan konsentrasi dan merapal ajian pamungkasnya. Dalam waktu singkat tubuhnya melesat menyerang ke tengah pendapa. Joko Jumput yang tidak siap menerima serangan itu terpental hingga ke halaman pendopo. Mulutnya berdarah namun dia segera bangkit menyongsong ulah tanding Raden Joko Taruna.
Pertarungan di halaman pendopo berlangsung seru. Raden Joko Taruna mengeluarkan segenap kesaktiannya. Namun setiap pukulan dan tendangannya selalu dapat dielakan. Dalam satu gerakan ceroboh Raden Joko Taruna terhuyung kehilangan keseimbangan. Joko Jumput dengan mudah menjatuhkan lawannya. Dengan satu jurus cepat Raden Joko Taruna rubuh tidak berdaya.
Orang-orang yang menyaksikan segera mengangkat Raden Joko Taruna dari tanah. Dengan dikalahkannya Raden Joko Taruna, maka Joko Jumput berhak menjadi pemenang sayembara. Adipati memutuskan bahwa Joko Jumputlah yang akan meminang Sang Putri. Segera dibuat pengumuman baru dan disebarkan kepada rakyat. Adipati merasa senang karena calon menantunya ini bukanlah seorang ksatria kacangan. Apalagi sang calon menantu memiliki keris sakti milik Raden Situbondo. Konon keris itu telah banyak digunakan di berbagai medan pertempuran dan tidak sedikit menyadap darah lawan-lawannya.
Malamnya diam-diam Raden Situbondo mendatangi wilayah keputrian, tempat di mana sang dewi berada. Dia hendak menyaksikan sang dewi untuk kali penghabisan. Dengan ajian bayu puputan dia masuk ke dalam istana keputrian tanpa diketahui.

“Tuan Putri,” tegur Raden Situbondo.
Sang dewi yang tengah memikirkan Joko Jumput tersentak mendengar namanya dipanggil. Hampir saja dia berteriak mengetahui ada sosok dalam gelap memanggilnya.
“Bagaimana engkau bisa kemari? Apakah yang hendak engkau perbuat padaku? Aku akan berteriak memanggil prajurit untuk menangkapmu.”
“Tunggu, tuan putri,” sela Raden Situbondo. “Kedatangan hamba kemari hanya untuk memastikan kebahagiaan tuan putri kelak. Hamba merasa lega karena Joko Jumputlah yang akan mempersunting engkau. Melihat engkau bahagia, meski pun dari jauh sudah cukup bagi hamba. Sebagai hadiah pernikahan, terimalah batu hijau bertuah ini. Kenakanlah sebagai perhiasan agar terpancar kecantikanmu. Dengan begitu gelora cinta hamba dapat terpuaskan. Kelak bila kalian telah tua, lihatlah batu itu dan kenanglah kalian berdua akan hamba yang hina ini.”
Setelah menyerahkan batu hijau bertuah itu, Raden Situbondo segera pergi dan menghilang dalam kepekatan malam. Sejak saat itu tidak banyak yang mendengar kabar mengenai dirinya. Sebagian orang mengatakan setelah kembali ke tanah Madura, dia menyebrangi laut dan membuka hutan di bekas wilayah Blambangan. Sebagian lagi mengatakan dia mati dalam perjalanan pulang ke tanah asalnya. Yang pasti, hutan-hutan yang telah dia buka kini menjadi perkampungan yang padat penduduknya. Di banyak tempat terpampang patung harimau untuk mengenang kisah Simo bersaudara.
Catatan :
* Hutan Kitri = Wonokitri, nama salah satu kampung yang ada di Surabaya
** Kupang menjadi nama depan kampung di Surabaya seperti Kupang Krajan, Kupang Gunung, Kupang Segunting, dan sebagainya.
*** Di daerah Praban Surabaya terdapat makam kuno yang dipercaya sebagai tempat peristirahatan Joko Jumput.
**** Konon nama-nama kampung seperti Simo Katrungan, Simo Kewagean, atau pun Simo Kalangan berasal dari nama-nama yang ada dalam cerita ini.
***** Perkampungan yang terletak di sebelah timur perkampungan Simo
waluyo sugito
RUNTUHNYA MAJAPAHIT

RUNTUHNYA MAJAPAHIT

19:27 0
RUNTUHNYA MAJAPAHIT (1)Oleh : Damar Shashangka
Seekor Harimau yang dikangkangi oleh merak, tidak akan mampu lagi mengaum bebas.
Majapahit adalah sebuah Kerajaan besar. Sebuah Emperor. Yang wilayahnya membentang dari ujung utara pulau Sumatera, sampai Papua. Bahkan, Malakayang sekarang dikenal dengan nama Malaysia, termasuk wilayah kerajaan Majapahit. Majapahit berdiri pada tahun 1293 Masehi. Didirikan oleh Raden Wijaya yang lantas setelah dikukuhkan sebagai Raja beliau bergelar Shrii Kertarajasha Jayawardhana.
Eksistensi Majapahit sangat disegani diseluruh dunia. Diwilayah Asia, hanya Majapahit yang ditakuti oleh Kekaisaran Tiongkok China. Di Asia ini, pada abad XIII, hanya ada dua Kerajaan besar,Tiongkok dan Majapahit.
Lambang Negara Majapahit adalah Surya. Benderanya berwarna Merah dan Putih. Melambangkan darah putih dari ayah dan darah merah dari ibu.

Lambang nasionalisme sejati. Lambang kecintaan pada bhumi pertiwi. Karma Bhumi. Dan pada jamannya, bangsa kita pernahmenjadi Negara adikuasa, superpower, layaknya Amerika dan Inggris sekarang.
Pusat pemerintahan ada di Trowulan, sekarang didaerah Mojokerto, Jawa Timur. Pelabuhani Internasional-nya waktu itu adalah Gresik, Ujung Galuh (Tanjung Perak sekarang) dan Kambang Putih (pelabuhan Tuban sekarang).
Agama resmi Negara adalah Hindhu aliran Shiva dan Buddha. Dua agama besar ini dikukuhkan sebagai agama resmi Negara. Sehingga kemudian muncul istilah agama Shiva Buddha. Nama Majapahit sendiri diambil dari nama pohon kesayangan Deva Shiva, AvataraBrahman, yaitu pohon Bilva atau Vilva. Di Jawa pohon ini terkenal dengan nama pohon Maja, dan rasanya memang pahit. Maja yang pahit ini adalah pohon suci bagi penganut agama Shiva,dan nama dari pohon suci ini dijadikan nama kebesaran dari sebuah Emperor di Jawa.
Dalam bahasa sanskerta, Majapahit juga dikenal dengan nama Vilvatikta (Wilwatikta. Vilva: Pohon Maja, Tikta : Pahit ). Sehingga, selain Majapahit (baca : Mojopait ) orang Jawa juga mengenalKerajaan besar ini dengan nama Wilwatikta (Wilwotikto).
Kebesaran Majapahit mencapai puncaknya pada jaman pemerintahan Ratu Tribhuwana tungga dewi Jayawishnuwardhani (1328-1350 M). Dan mencapai jaman keemasanpada masa pemerintahan Prabhu Hayam Wuruk (1350-1389 M) dengan Mahapatih Gajah Mada-nya yang kesohor dipelosok Nusantara itu. Pada masa itu kemakmuran benar-benar dirasakan seluruh rakyat Nusantara.
Benar-benar jaman yang gilang gemilang!Stabilitas Majapahit sempat koyak akibat perang saudara selama lima tahun yang terkenal dengan nama Perang Pare-greg (1401-1406 M).
Peperangan ini terjadi karena Kadipaten Blambangan hendak melepaskan diri dari pusat Pemerintahan. Blambangan yang diperintah oleh Bhre Wirabhumi berhasil ditaklukkan oleh seorang ksatria berdarah Blambangan sendiri yangmembelot ke Majapahit, yaitu Raden Gajah.
(Kisah ini terkenal didalam masyarakat Jawa dalam cerita rakyat pemberontakan Adipati Blambangan Kebo Marcuet. Kebo = Bangsawan, Marcuet = Kecewa. Kebo Marcuet berhasil ditaklukkan oleh Jaka Umbaran. Jaka = Perjaka, Umbaran = Pengembara. Dan Jaka Umbaran setelah berhasil menaklukkan Adipati Kebo Marcuet, dikukuhkan sebagai Adipati Blambangan dengan nama Minak Jingga. Minak = Bangsawan, Jingga = Penuh Keinginan. Adipati Kebo Marcuet inilah Bhre Wirabhumi, dan Minak Jingga tak lain adalah Raden Gajah, keponakan Bhre Wirabhumi sendiri.)
Arya Damar menunggu kelahiran putra yang dikandung Tan Eng Kian sebelum ia menikahinya. Begitu putri China ini selesai melahirkan, dinikahilah dia oleh Arya Damar.Anak yang lahir dari rahim Tan Eng Kian, hasil dari pernikahannya dengan Prabhu Brawijaya, adalah seorang anak lelaki. Diberi nama Tan Eng Hwat. Karena ayah tirinya muslim,dia juga diberi nama Hassan. Kelak di Jawa, dia terkenal dengan nama Raden Patah!
Dari hasil perkawinan Arya Damar dengan Tan Eng Kian, lahirlah juga seorang putra.Diberinama Kin Shan. Nama muslimnya adalah Hussein. Kelak di Jawa, dia terkenal dengannama Adipati Pecat tandha, atau Adipati Terung yang terkenal itu!Kembali ke Jawa.
Dewi Anarawati yang muslim itu telah berhasil merebut hati Prabhu Brawijaya. Dia lantas menggulirkan rencana selanjutnya setelah berhasil menyingkirkan pesaingnya, Tan Eng Kian. Dewi Anarawati meminta kepada Prabhu Brawijaya agar saudara-saudaranya yang muslim, yang banyak tinggal dipesisir utara Jawa, dibangunkan sebuah Ashrama, sebuah Peshantrian, sebuah Padepokan, seperti halnya Padepokan para Pandhita Shiva dan para Wiku Buddha.
Mendengar permintaan istri tercintanya ini, Prabhu Brawijaya tak bisa menolak. Namun yang menjadi masalah, siapakah yang akan mengisi jabatan sebagai seorang Guru layaknya padepokan Shiva atau Mahawiku layaknya padepokan Buddha? Pucuk dicinta ulam tiba, DewiAnarawati segera mengusulkan, agar diperkenankan memanggil kakak iparnya, Syeh Ibrahim As-Samarqand yang kini ada di Champa untuk tinggal sebagai Guru di Ashrama Islam yanghendak dibangun.
Dan lagi-lagi, Prabhu Brawijaya menyetujuinya.Para Pembesar Majapahit, Para Pandhita Shiva dan Para Wiku Buddha, sudah melihat gelagat yang tidak baik. Mereka dengan halus memperingatkan Prabhu Brawijaya, agar selalu berhati-hati dalam mengambil sebuah keputusan penting.Tak kurang-kurang, Sabdo Palon dan Nayagenggong, punakawan terdekat Prabhu Brawijaya juga sudah memperingatkan agar momongan mereka ini berhati-hati, tidak gegabah.
Namun, Prabhu Brawijaya, bagaikan orang mabuk, tak satupun nasehat orang-orang terdekat beliau dengarkan.
Perekonomian Majapahit sudah hampir didominasi oleh etnis China semenjak putri TanEng Kian di peristri oleh Prabhu Brawijaya, dan memang itulah misi dari Kekaisaran Tiongkok.
Kini, dengan masuknya Dewi Anarawati, orang-orang muslim-pun mendepat kesempatan besar.Apalagi, pada waktu itu, banyak juga orang China yang muslim. Semua masukan bagi Prabhu Brawijaya tersebut, tidak satupun yang diperhatikan secara sungguh-sungguh. Para Pejabat daerah mengirimkan surat khusus kepada Sang Prabhu yang isinya mengeluhkan tingkah laku para pendatang baru ini. Namun, tetap saja, ditanggapi acuh tak acuh.
Hingga pada suatu ketika, manakala ada acara rutin tahunan dimana para pejabat daerah harus menghadap ke ibukota Majapahit sebagai tanda kesetiaan, Ki Ageng Kutu, AdipatiWengker (Ponorogo sekarang), mempersembahkan tarian khusus buat Sang Prabhu.
Tarian ini masih baru. Belum pernah ditampilkan dimanapun. Tarian ini dimainkan dengan menggunakan piranti tari bernama Dhadhak Merak. Yaitu sebuah piranti tari yang berupa duplikat kepala harimau dengan banyak hiasan bulu-bulu burung merak diatasnya. Dhadhak Merak ini dimainkan oleh satu orang pemain, dengan diiringi oleh para prajurid yang bertingkah polahseperti banci. (Sekarang dimainkan oleh wanita tulen).
Ditambah satu tokoh yang bernama Pujangganom dan satu orang Jathilan. Sang Pujangganom tampak menari-nari acuh tak acuh,sedangkan Jathilan, melompat-lompat seperti orang gila.Sang Prabhu takjub melihat tarian baru ini. Manakala beliau menanyakan makna dari suguhan tarian tersebut, Ki Ageng Kutu, Adipati dari Wengker yang terkenal berani itu, tanpasungkan-sungkan lagi menjelaskan, bahwa Dhadhak Merak adalah symbol dari Kerajaan Majapahit sendiri. Kepala Harimau adalah symbol dari Sang Prabhu. Bulu-bulu merak yang indah adalah symbol permaisuri sang Prabhu yang terkenal sangat cantik, yaitu Dewi Anarawati.
Pasukan banci adalah pasukan Majapahit. Pujangganom adalah symbol dari Pejabat teras, danJathilan adalah symbol dari Pejabat daerah.

Arti sesungguhnya adalah, Kerajaan Majapahit, kini diperintah oleh seekor harimau yang dikangkangi oleh burung Merak yang indah. Harimau itu tidak berdaya dibawah selangkangan sang burung Merak. Para Prajurid Majapahit sekarang berubah menjadi penakut, melempem dan banci, sangat memalukan! Para pejabat teras acuh tak acuh dan pejabat daerah dibuat kebingungan menghadapi invasi halus, imperialisasi halus yang kini tengah terjadi.
Dan terang-terangan Ki Ageng Kutu memperingatkan agar Prabhu Brawijaya berhati-hati dengan orang-orang Islam! Kesenian sindiran ini kemudian hari dikenal dengan nama REOG PONOROGO!
Mendengar kelancangan Ki Ageng Kutu, Prabhu Brawijaya murka! 
Dan Ki Ageng Kutu,bersama para pengikutnya segera meninggalkan Majapahit. Sesampainya di Wengker, beliau mamaklumatkan perang dengan Majapahit!

Prabhu Brawijaya mengutus putra selirnya, Raden Bathara Katong untuk memimpin pasukan Majapahit, menggempur Kadipaten Wengker! ( Akan saya ceritakan pada bagian kedua: Damar Shashangka.)
Prabhu Brawijaya, menjanjikan daerah ‘perdikan’. Daerah perdikan adalah daerah otonom. Beliau menjanjikannya kepada Dewi Anarawati.
Dan Dewi Anarawati meminta daerah Ampel dhenta (didaerah Surabaya sekarang) agar dijadikan daerah otonom bagi orang-orang Islam. Dan disana, rencananya akan dibangun sebuah Ashrama besar, pusat pendidikan bagi kaum muslim.

Begitu Prabhu Brawijaya menyetujui hal ini, maka Dewi Anarawati, atas nama Negara,mengirim utusan ke Champa. Meminta kesediaan Syeh Ibrahim As-Samarqand untuk tinggal di Majapahit dan menjadi Guru dari Padepokan yang hendak dibangun.Dan permintaan ini adalah sebuah kabar keberhasilan luar biasa bagi Raja Champa. Misi peng-Islam-an Majapahit sudah diambang mata.
Maka berangkatlah Syeh Ibrahim As-Samarqand ke Jawa. Diiringi oleh kedua putranya, Sayyid ‘Ali Murtadlo dan Sayyid ‘Ali Rahmad.
Sesampainya di Tuban, pelabuhan Internasional pada waktu itu, mereka disambut oleh masyarakat muslim pesisir yang sudah ada disana sejak jaman Prabhu Erlangga Raja Kahuripan berkuasa.

Masyarakat muslim ini semakin banyak mendiami pesisir utara Jawa semenjak kedatangan Syeh Maulana Malik Ibrahim di Gresik, yang pada waktu itu memohon menghadap kehadapan Prabhu Wikramawardhana hanya untuk sekedar meminta beliau agar ‘pasrah’ memeluk Islam.
Tentu saja, permintaan ini ditolak oleh Sang Prabhu Wikramawardhana pada waktu itu karena dianggap lancang. Namun, beliau sama sekali tidak menjatuhkan hukuman.
Beliau dengan hormat mempersilakan rombongan Syeh Maulana Malik Ibrahim agar kembali pulang. Namun sayang, di Gresik, banyak para pengikut Syeh Maulana Malik Ibrahim terkena wabah penyakit yang datang tiba-tiba. Banyak yang meninggal. Dan Syeh Maulana Malik Ibrahim akhirnya wafat juga di Gresik, dan lantas dikenal oleh orang-orang Jawa muslim dengan nama Sunan Gresik.Syeh Maulana Malik Ibrahim atau Sunan Gresik telah datang jauh-jauh hari sebelum ada yang dinamakan Dewan Wali Sangha
(Sangha = Perkumpulan orang-orang suci. Sangha diambil dari bahasa Sansekerta. Bandingkan dengan doktrin Buddhis mengenai Buddha, Dharma dan Sangha. Kata-kata Wali Sangha lama-lama berubah menjadi Wali Songo yang artinya Wali Sembilan.: Damar Shashangka )
Rombongan dari Champa ini sementara waktu beristirahat di Tuban sebelum meneruskan perjalanan menuju ibukota Negara Majapahit. Sayang, setibanya di Tuban, Syeh Ibrahim As-Samarqand jatuh sakit dan meninggal dunia. Orang Jawa muslim mengenalnya dengan nama Syeh Ibrahim Smorokondi. Makamnya masih ada di Tuban sekarang.Kabar meninggalnya Syeh Ibrahim As-Samarqand sampai juga di istana.
Dewi Anarawati bersedih. Lantas, kedua putra Syeh Ibrahim As-Samarqand dipanggil menghadap. Atas usul Dewi Anarawati, Sayyid ‘Ali Rahmad diangkat sebagai pengganti ayahnya sebagai Guru dari sebuah Padepokan Islam yang hendak didirikan.Bahkan, Sayyid ‘Ali Rahmad dan Sayyid ‘Ali Murtadlo mendapat gelar kebangsawanan Majapahit, yaitu Rahadyan atau Raden. Jadilah mereka dikenal dengan nama Raden Rahmad dan Raden Murtolo (Orang Jawa tidak bisa mengucapkan huruf ‘dlo’. Huruf ‘dlo’ berubah menjadi‘lo’. Seperti Ridlo, jadi Rilo, Ramadlan jadi Ramelan, Riyadloh jadi Riyalat, dll).
Namun lama kelamaan, Raden Murtolo dikenal dengan nama Raden Santri, makamnya juga ada di Gresik sekarang.
Raden Rahmad, disokong pendanaan dari Majapahit, membangun pusat pendidikan Islam pertama di Jawa. Para muslim pesisir datang membantu. Tak berapa lama, berdirilah Padepokan Ampeldhenta. Istilah Padepokan lama-lama berubah menjadi Pesantren untuk membedakannya dengan Ashrama pendidikan Agama Shiva dan Agama Buddha. Lantas dikemudian hari, Raden Rahmad dikenal dengan nama Sunan Ampel
Raden Santri, mengembara ke Bima, menyebarkan Islam disana, hingga ketika sudah tua,ia kembali ke Jawa dan meniggal di Gresik .
Para pembesar Majapahit, Para Pandhita Shiva dan Para Wiku Buddha, sudah memperingatkan Prabhu Brawijaya. Sebab sudah terdengar kabar dimana-mana, kaum baru ini adalah kaum missioner. Kaum yang punya misi tertentu.
Malaka sudah berubah menjadi Kadipaten Islam, Pasai juga, Palembang juga, dan kini gerakan itu sudah semakin dekat dengan pusat kerajaan.
Semua telah memperingatkan Sang Prabhu. Tak ketinggalan pula Sabdo Palon dan NayaGenggong. Namun, bagaikan berlalunya angin, Prabhu Brawijaya tetap tidak mendengarkannya.
Raja Majapahit yang ditakuti ini, kini bagaikan harimau yang takluk dibawah kangkangan burung Merak, Dewi Anarawati.
Benarlah apa yang dikatakan oleh Ki Ageng Kutu dari Wengker dulu. ( Bersambung )
MENYUSURI JEJAK SANG “MACAN KEMAYORAN”

MENYUSURI JEJAK SANG “MACAN KEMAYORAN”

02:39 0
Siapa Sebenernya Macan Kemayoran !!!
MENYUSURI JEJAK SANG “MACAN KEMAYORAN”
Murtado “Macan Kemayoran”

Macan Kemayoran sekarang ini lebih dikenal sebagai PERSIJA, JAK Mania atau Salah satu Organisasi yang ada di Jakarta. bahkan anak sekolah sekarang pun banyak yang tidak tahu kalau “Macan Kemayoran” adalah julukan seorang Murtado pemuda kemayoran yang terkenal dalam “maen pukulan”. Sungguh ironi bagi masyarakat kemayoran yang seharusnya tahu cerita rakyat di wilayahnya.
Saya teringat ucapan seorang Jenderal Purnawirawan (Almarhum), sewaktu ikut mengantar bantuan logistik untuk gempa Jogya tahun 2006, beliau mengatakan “hanya Kemayoran yang punya Macan”. Memang benar adanya karena Macan Kemayoran nyata dan menjadi pahlawan tanpa tanda jasa bagi mayarakat kemayoran pada jamannya. Kepopuleran julukan macan memang sudah ada di Betawi sejak dulu, ini adalah simbol identitas seseorang atau kelompok yang menunjukkan kepandaian atau kekuatan. Dari golongan ulama ada Guru Mughni yang di juluki “Kiai Macan Betawi”

Si Ronda Jawara yang berjuluk “Macan Betawi” ; juga Tan Liong Houw atau Latief Harris Tanoto, pesepakbola nasional yang terkenal tahun 1950-an yang bermain untuk klub sepakbola Persatuan Sepakbola Indonesia Jakarta (Persija) diberi julukan pendukungnya “Macan Betawi” dan Persija pun memiliki julukkan “Macan Kemayoran”. Tapi kepopuleran macan di kemayoran bahkan seantero betawi tak mampu bersaing dengan elang bondol dan salak condet yang merupakan hewan dan buah khas betawi yang di jadikan simbol Jakarta.
Lalu, kalau memang benar adanya Murtado “Macan Kemayoran”, siapa dandimana sekarang keturunannya? Media kemayoran pun mencari dan menyusuri jejak peninggalan atau para keturunan keluarga dari sang Macan Kemayoran ini. Setelah kesana-kemari, penyusuran pun berakhir di daerah Pasar Nangka tepatnya di dalam gang kecil di RW.010 Kelurahan Kebon Kosong.
Disinilah rumah tinggal dari keturunan Murtado “Macan Kemayoran”. Ikhwan Murtado atau lebih dikenal dengan bang Iwan Cepi Murtado si pemilik rumah, beliau adalah anak ke lima (bontot) dari ma’Siti istri ke 13 Murtado. Lahir di Kemayoran 70 tahun silam tepatnya 23 April 1942. Pria 3 anak dan 1 istri yang lebih pantas di panggil babe ini masih terlihat gagah dalam usianya yang sudah sepuh. Selain darah jawara yang mengalir dari orang tuanya, babe Iwan Cepi ini mantan prajurit angkatan darat pada tahun 1964 dan berdinas di Malang Jawa Timur dengan pangkat terakhir prajurit satu. Sekarang ini aktif di kegiatan sosial dan sebagai salah satu pendiri Lembaga Macan Kemayoran.

Bang Iwan Cepi Murtado saat syuting “Kampung Kemayoran”
Berikut perbincangan dengan bang Iwan Cepi Murtado.
bang Iwan, siapa dan dimana tinggalnya Murtado “Macan Kemayoran”?

“Murtado tuh babe ane, babe seorang pemude kampung nyang dikenal alim dan kagak sombong. Pergaulannye ampe kemane aje dan selalu menghormati ame nyang tua-an. Waktuntu rumenye ade di tenge kampung. kalo sekarang kire-kire di samping Polsek Kemayoran (nyang udeh jadi rumah makan). Babe di juluki macan kemayoran ame penduduk kampung, dimane waktu ntu kampung kemayoran di pegang/di kuasai ame mandor Bacankaki tangan bek Lihun ( Bek Lihun dan Mandor Bacan adalah Kaki tangan Kompeni Belanda). Sepak terjang ni orang bedua, selalu bikin resah penduduk kampung. Tukang meres penduduk, bawa lari anak perawan, meminta pakse hasil panen dan laen-laen. Nyang jelas penduduk kagak ade nyang demen ame bek Lihun dan mandor bacan. Bek lihun terkenal sebagai seorang jawara nyang gak ade tandingannye. Semua jawara yang ade di kemayoran maupun dari luar kemayoran kagak ade nyang sanggup ngejatohin die. Emang pada waktu itu kemayoran dikenal banyak nyang jago maen pukulan. Nah cuman pemuda Murtado lah nyang mampu ngejatohin sang jawara bek lihun. Kejadiannya waktu pemuda Murtado menolong anak perawan nyang di “godain” ame mandor bacan. Sejurus dua jurus mandor bacan berhasil di taklukan dan dibuat lari kebirit-birit. Mandor bacan pun melaporkan kejadian yang menimpanya ke Bek Lihun. Mandor bacan pun balik lagi mencari Pemuda Murtado bersama bek lihun. Terjadilah perkelahian antara murtado dan bek lihun yang di tonton sama penduduk kampung kemayoran. Bek lihun pun berhasil di jatuhkan ame murtado, nah semenjak itulah babe ane di juluki Macan Kemayoran.
”bang, emang bener babe Murtado istrinya ada 13?
“sebenernye sih bukan istrinye ade 13 orang, tapi babe pernah kimpoi ampe 13 kali. Nah ane anak kelime dari bini babe nyang ketigebelas. Sodare kandung ane udeh pade kagak ade semue
”Kalo babe murtado lahir taon berape bang?
“Wah kalu ntu ane gak tau pastinye, ente itung aje sendiri. Babe ane meninggal taon 1959 di rumah salah satu abang ane di daerah kebon sirih. Di kubur di utan panjang, nah waktu tuh kuburan di gusur, di pindahin di karet. Babe meninggal pada umur 90 taon. Nah ente itung deh kapan lahirnye.
”Jadi babe lahir taon 1869?
“Kalo ente ngitungnye udeh bener, ye segitu. Karena babe ane hidup di jamannya si pitung. Pitung kalo mo ke depok musti lewatin kemayoran, die dateng dari arah muara ( skarang suntermuara). Kalo si pitung kan terkenal jawara pesisir asal rawabelong.
”Maen pukulan babe ame si pitung samagak?
“Wah gak tau ane, Kalo babe beguru nyedi daerah condet. Guru Sandang namenye
”Abang bangga jadi anak babe murtado?
“Ye udeh jelas bangga dong….., babe tuh menurut ane pahlawan kampung kemayoran. babe selalu membela penduduk dari ancaman kaki tangan kompeni. Ini di buktikan dengan di terbitkannya buku cerita rakyat pada tahun 1982 oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
”Bang, kenapa anak sekarang mengenal Macan Kemayoran bukan sebagai sosok Murtado melainkan julukan Klub Sepakbola Persija Jakarta?
“Persija lapangan bolanye dulu emang di Kemayoran, mangkanye julukannye Macan Kemayoran. tapi gak tau kenape trus di pindain ke Menteng. Kalo anak sekarang gak tahu siape sosok Macan Kemayoran nyang menjadi julukan Persija ye…. gak bisa di salahin juga, bisa jadi emang kagak ade nyang kasih tau atau emang gak mau tau. Anak sekarang kan jarang nyang mo tahu sejarah, cerita asal-usul kampungnye, siape pelaku sejarah dan lain-lain. mungkin di sekolahnye gak di ceritain kali, ame guru sejarahnye, buku ceritenye aje taon 82, tau deh sekarang ade ape kagak. kalo ane setuju tuh ape kate Bung Karno “JAS MERAH” jangan sekali-kali melupakan sejarah.
Karena waktu yang sudah menjelang magrib, kami akhiri perbincangan dengan bang Iwan Cepi Murtado sampai disini. Beliau berpesan kepada kami
“ tolong lestarikan sejarah dan budaya Betawi di Kemayoran”.

Sumber: kaskus
Gobang, Goloknya Jawara Betawi

Gobang, Goloknya Jawara Betawi

07:13 0
Gobang, Goloknya Jawara Betawi
Golok merupakan salah satu senjata yang sangat populer di kalangan masyarakat Betawi. Hampir tiap keluarga Betawi selalu menyimpan senjata jenis ini. Dulu sebelum orang-orang Betawi menganggap golok sebagai sebuah senjata untuk membela diri.
Golok bagi orang Betawi tempo doeloe , biasanya identik dengan para jawara (pendekar) sebagai senjata untuk membela diri ataupun melawan penjajah. Para jawara ini memiliki pengaruh besar di masyarakat. Jawara Betawi dahulu sering dikaitkan dengan sosok jagoan atau pendekar yang membela orang-orang tertindas. Sebut saja Si Pitung, Si Jampang, Bang Juned, Bang Murtado, Bang Sabeni, Mat Codet dan lainnya.
Para jawara Betawi tempo doeloe ini biasa memiliki kemampuan yang lebih ketimbang orang biasa. Kemampuan yang paling bisa dikenali adalah kemampuan dalam maen pukulan (silat), dan kekuatan supernatural (magig). Dalam hal fisik, mereka juga punya keunggulan yang baik. Dari beberapa kemampuan inilah yang membuat sosok jawara selalu ditakuti sekaligus kagumi. Sehingga terkadang dibeberapa daerah menjadi tokoh yang kharismatik dan heroik. Biasanya para jawara Betawi ini memiliki pegangan ajimat berupa senjata atau lainnya. Salah satu senjata yang digunakan para jawara Betawi ini adalah Golok Gobang.
Golok gobang ini terbuat dari bahan tembaga. Di Jawa Barat, golok model ini dinamakan sebagai golok candung. Sedangkan masyarakat Betawi kota dan tengah menamai golok tersebut sebagai Gagang Jantuk.
Golok gobang ini memiiki panjang sekitar 30 cm atau tidak lebih panjang dari lengan, sedangkan diameternya sekitar 7 cm. Gagang atau pegangan golok gobang pada umumnya tidak menggunakan motif ukiran berupa hewan, melainkan hanya berupa variasi melengkung polos yang dibuat dari kayu rengas. Golok gobang berbentuk rata pada ujung goloknya dan melengkung pada bagian perut ke arah punggung goloknya.
Jenis golok gobang ini secara murni memang digunakan sebagai senjata untuk membacok. Para jawara biasa memakai bilah golok gobang yang polos tanpa pamor atau wafak. Golok gobang yang dimiliki para jawara biasanya memiliki diameter sekitar 6 cm dan tampak lebih lebar dari golok-golok pada umumnya.
Foto Dedy Irawan.