WARNA HIJAU (MENGANALISA SEJARAH SUNDA DAN JAWA)

18:30
Kenapa warna/kata "hijau" menjadi sangat penting dalam menganalisa sejarah bangsa Sunda (Nusantara/Indonesia)?
Di Aceh terkenal dengan kisah Putri Hijau dan Meriam, di Padang terkenal dengan Laskar Hijau, di Jawa Nyai Roro Kidul tidak suka dengan yang berpakaian "Hijau", lalu ada Raksasa Hijau atau Buto Ijo pemangsa manusia dan di masyarakat Jawa Barat dikenal juga dengan sebutan Buta Hejo serta peribahasa "hejo tihang" dan lolondokan...yang pasti bukan si Hulk...yah !
1. Kisah "Putri Hijau dan Meriam" yang menjadi mithos masyarakat Sumatra Utara (Melayu/Deli/Medan) pada prinsipnya adalah kode yang dibuat oleh para leluhur bangsa setelah jatuhnya Kedatukan Aceh dan Kedatukan Deli menjadi "kesultanan" akibat serangan dari negara yang berbendera hijau. Selat Malaka sebagai gerbang masuk kerajaan Nusantara mulanya disusupi kaum 'pedagang' (padahal tentara) yang diam-diam mengembangkan pengaruhnya secara politis melalui nilai-nilai "agama" maka dari itu sebabnya Aceh disebut sebagai "Serambi ...." (tempat berkumpulnya Laskar Hijau). Pergantian nama dari "datuk" (kedatukan/kedaton) menjadi "sultan" (kesultanan) pada dasarnya menegaskan bahwa pemerintahan/raja sudah tidak dibawah Kemaharajaan Nusantara yang saat itu masih menetapkan konsep Kedatukan (Kedaton) dan Keratuan (Keraton).
2. Keruntuhan (pengkhianatan) Aceh dan Deli menyebabkan Indra Giri (Padang) melahirkan cerita si Malin Kundang, yang maksudnya adalah sindiran tentang "putra bangsa yang berkhianat kepada Ibu Pertiwi, mengingkari ajaran serta kedaulatan negara" itulah yang disebut sebagai manusia batu (biadab). Lalu, kisah ini benar-benar terjadi ketika seorang pemuda yang baru pulang dari negeri Hijau memimpin pasukan dan membantai ribuan putra bangsa yang tinggal di daerah Bonjol (sekarang malah jadi pahlawan...*%$#@*?).
3. Kejatuhan kerajaan Indra Giri (Sriwijaya) -pun pada prinsipnya diawali oleh runtuhnya kerajaan Aceh dan Deli, sehingga pasukan tentara "hijau" dapat masuk tanpa halangan melalui daratan. Artinya serangan dilakukan lewat dua arah (melalui darat dan laut) hingga bantuan dari Majapahit dengan pasukan maritimnya tidak dapat menyapu bersih para penyerbu terutama yang lewat daratan. Dalam sejarah yang telah diselewengkan dikatakan bahwa disekitar Pulau Bangka dan Belitung terdapat Bajak Laut (padahal pasukan perang angkatan laut) dan konon Majapahit menyerang Indra Giri (Sriwijaya), itu jelas salah dan ngawur...sebab Nusantara pada saat itu merupakan negara kesatuan yang utuh dan berdaulat. Pasukan hijau telah memutar balikan fakta (gilanya bangsa kita malah mendukung cerita palsu dan konyol itu...? Logikanya, mana mungkin ada bajak laut berani beroperasi di negeri angkatan laut terbesar se Asia Tenggara), bahkan tercatat bahwa Laksamana Laut Ma Ceng Ho (Panglima Perang Lautan) beserta pasukannya kabur ke Pulau Bangka (...anehnya penjahat itu malah disanjung sebagai duta agama yang terhormat sampai dibuatkan filmnya...teu eling sugan mah!).
4. Pulau Jawa sebagai pusat kekuatan maritim terbesar di Asia Tenggara yang terkenal dengan mithos Nyai Roro Kidul atau Ratu Laut Selatan (itu menurut negara-negara di Barat) bereaksi keras "Nyai Roro Kidul/Siluman Penjaga Laut tidak suka kepada yang berpakaian HIJAU. Hal ini pada dasarnya adalah sikap dan ketegasan bahwa ajaran (baju/pakaian) hijau adalah musuh bangsa Nusantara....Padahal arti kata Ratu Laut Selatan itu maksudnya KERAJAAN MARITIM DI LAUT SELATAN (samudara Hindia dan Pasifik), kata RATU bukan berarti queen melainkan KING (untungnya kita turunan udang dan ubur-ubur jadi tidak terprofokasi)
5. Di Jawa Barat dikenal dengan mithos "Buta Hejo" ...munjung ka buta hejo...sedang di Jawa Tengah dan Jawa Timur disebut "Buto Ijo" akhirnya di Bali menjadi "Buta Kala" sosok mahluk mengerikan yang gemar mencari korban (untungnya kita semua termasuk kaum Du'afa).
6. Di Jawa Barat sebagai wilayah Rama, mengajarkan sindiran "hejo tihang" bagi orang-orang yang tidak punya pendirian dan "si londok paeh nundutan" bagi mereka yang terlena. (bahkan ada penjahat "kolor hijau"...%@$#*!)
Begitu kira-kira analisa sejarah yang didasari oleh sistem tanda lewat mithos (legenda?) Analisa sejarah seperti ini umumnya tidak terlalu disukai oleh mayoritas masyarakat Indonesia, tapi digemari oleh suku-suku di pedalaman yang masih setia kepada Maharajanya.
Sungguh ironis, Nusantara (Indonesia) diserang habis-habisan oleh laskar hijau hingga akhirnya terkuasi...anehnya mayoritas rakyat Indonesia malah membela ajaran kaum penjajah itu, lebih edannya lagi mayoritas bangsa Indonesia malah ikut-ikutan memuja leluhur bangsa penjajah tersebut (Arab) serta menghinakan ajaran para leluhur bangsanya sendiri.
Tidak ada sedikitpun rasa terima-kasih kepada negara, kepada leluhur bangsa, kepada ajaran, kepada tanah air yang memberikan kehidupan....! Orang Indonesia sama sekali bukan orang Arab...lah kok yang dipuja malah tanah Arab, leluhur Arab, bahasa Arab hingga anakpun diberi nama kearab-araban. Arab tidak pernah memberi apapun kepada bangsa Indonesia...sebaliknya orang Indonesia tiap tahunnya setor lewat prosesi haji.
purwono wahyudi

Artikel Terkait

Previous
Next Post »