ASAL USUL KESENIAN REOG PONOROGO ( dibagi beberapa versi )

02:06
ASAL USUL KESENIAN REOG PONOROGO
( dibagi beberapa versi )

VERSI : Dewi Sanggalangit
Dahulu kala ada seorang puteri yang cantik jelita bernama Dewi Sanggalangit. Ia puteri salah satu raja yang terkenal di Kediri. Karena wajahnya yang cantik jelita dan sikapnya yang lembut, banyak pangeran dan raja-raja ingin meminangnya unuk dijadikan sebagai istri.
Namun sayangnya Dewi Sanggalangit belum memiliki keinginan untuk berumah tangga sehinga membuat pusing kedua orang tuanya. Padahal kedua orang tuanya sudah sangat mendambakan seorang cucu ditengah-tengah keluarga mereka.
"Anakku, sampai kapan kau menolak setiap pangeran yang datang melamarmu?" Tanya raja pada suatu hari.
"Ayahanda, sebenarnya hamba belum berhasrat untuk bersuami. Namun jika ayahnda sangat mengharapkan hamba untuk menikah, baiklah. Tapi hamba meminta syarat, suami hamba harus memenuhi keinginan hamba".
"Lalu apa keinginanmu?"
"Hamba belum tahu.."
"Lho, kok aneh??" sahut baginda.
"Hamba akan bersemedi terlebih dahulu untuk meminta petunjuk Dewa. Setelah itu hamba akan menghadap ayahanda untuk menyampaikan keinginan hamba."

Demikianlah, lalu Dewi sanggalangit besemedi selama tiga hari tiga malam memohon petunjuk sang Dewa. Lalu pada hari keempat ia menghadap ayahandanya.
"Ayahanda, calon suami hamba harus mampu menghadirkan sebuah tontonan yang menarik. Tontonan atau pertunjukan yang belum pernah ada sebelumnya. Semacam tarian yang diiringi tabuhan dan gamelan, dilengkapi dengan barisan kuda kembar sebanyak seratus empat puluh ekor yang nantinya akan dijadikan sebagai pengiring pengantin. Terakhir harus dapat menghadirkan binatang berkepala dua.
"Wah berat sekali syaratmu itu..!!" Sahut baginda.
Meski berat, namun syarat itu tetap diumumkan kepada rakyat-rakyatnya, tak terkecuali raja-raja dan pangeran dari negeri tetangga dan seberang.
Para pelamar yang tadinya menggebu-gebu unuk memperistri Dewi Sanggalangit banyak yang ciut nyalinya dan akhirnya mereka mengundurkan diri karena merasa syarat yang harus dipenuhi sangat mustahil dan berat.
Akhirnya tinggal dua orang saja yang tersisa dan menyatakan siap dan sanggup untuk memenuhi permintaan Dewi Sanggalangit. Mereka adalah Raja Singabarong dari Kerajaan Lodaya dan Raja Kelana Swandana dari Kerajaan Bandarangin.
Baginda Raja sangat terkejut mendengar kesanggupan kedua raja itu. Sebab raja Singabarong adalah manusia yang aneh, ia seorang manusia berkepala harimau. Wataknya buas dan kejam. Sedangkan Kelanasewandana adalah seorang raja yang berwajah tampan dan gagah, namun punya kebiasaan aneh. Suka pada anak laki-laki. Anak laki-laki dianggapnya sebagai gadis-gadis cantik.
Namun semua sudah terlanjur, Dewi Sanggalangit tidak bisa menggagalkan persyaratan yang telah diumumkannya.
Raja Singabarong bertubuh besar dan tinggi. Dari bagian leher keatas berwujud harimau yang meyeramkan. Berbulu lebat dan dipenuhi dengan kutu-kutu. Itulah sebabnya ia memeluhara seekor burung merak yang rajin mematuki kutu-kutunya.
Raja Singabarong telah memerintahkan kepada para abdinya untuk mencarikan kuda-kuda kembar. Mengerahkan para seniman untuk menciptakan sebuah tontonan yang menarik dan mendapatkan seekor binatang berkepala dua.. Namun pekerjaan tersebut ternyata tidak mudah. Kuda kembar sudah bisa dikumpulkan, namun tontonan dengan kreasi yang baru belum juga tercipta, demikian pula dengan binatang berkepala dua belum juga bisa didapatkan.
Maka pada suatu hari ia memanggil patihnya yang bernama Iderkala. Ia diutus oleh Raja Singabarong untuk menyelidiki kesiapan dari pesaingnya, Kelanaswandana. Patih Iderkala dan beberapa prajurit terlatihnya segera berangkat menuju kerajaan Bandarangin dengan menyamar sebagai seorang pedagang. Setelah mereka melakukan penyelidika dengan seksama selama beberapa hari, mereka kembali ke Lodaya.
"Ampun Baginda. Kiranya si Kelanasewanda hampir berhasil mewujudkan permintaan Dewi Sanggalangit. Hamba melihat lebih dari seratus kuda dikumpulkan. Mereka juga yelah menyiapkan tontonan yang menarik dan sangat menakjubkan." Patih Iderkala melaporkan.
"Wah Celaka..!! Kalau begitu, sebentar lagi dia dapat merebut Dewi Sanggalangit sebagai istrinya." Kata Raja Singabarong."Lalu bagaimana dengan binatang berkepala duanya?? Apa mereka juga sudah siapkan??"
"Hanya binatang itulah yang belum mereka siapkan Baginda, tapi nampaknya sebentar lagi mereka dapat menyiapkannya" Sambung Patih Iderkal.
"Patih Iderkala, mulai siapkan prajurit pilihan yang terbaik dengan persenjatan yang lengkap. Setiap saat mereka harus siap diperintah untuk menyerbu ke Bandarangin.
Demikianlah, Raja Singabarong ingin bermaksud untuk merebut hasil usaha keras Raja Kelanasewandana. Setelah mengadakan persiapan yang matang, Raja singabarong memerintahkan beberapa mata-matanya untuk menyelidiki perjalanan yang ditempuh Raja Kelanasewandana dari Wengker menuju Kediri. Rencananya Raja Singabarong akan menyerbu mereka diperjalanan dan merebut hasil usaha Raja Kelanaswandana untuk diserahkan sendiri kepada Dewi Sanggalangit.
Namun, Rencana Raja Sibgabarong hancur karena semua mata-mtanya berhasil ditangkap dan dibunuh oleh prajurit kerajaan Bandarangin karena kedok mereka terbongkar.
Sementara itu Raja Singabarong yang menunggu laporan dari pajurit mata-matanya yang di kirim ke kerajaan Bandarangin nampak gelisah. Ia segera memerintahkan kepada patih Iderkala untuk menyusul mereka ke perbatasan. Sementara ia sendiri pergi ke tamansari untuk menemui si burung merak, karena pada saat itu kepalanya terasa gatal sekali.
"Hai burung meak, cepat patukilah kutu-kutu dikepalaku!" Teriak aja Singabarong menahan gatal.
Burung merak yang biasa melakukan tugasnya segera hinggap di bahu Raja Singabarong dan mulai mematuki kutu-kutu yang bertebaran di kepala Raja Singabarong. Karena Patukan-patukan yang nikmat dari Burung Merak itu, Raja Singabarong sampai tertidur pulas. Ia sama sekali tak mengetahui keadaan diluar istana. Karena tak ada prajurit yang berani melapor kepadanya.
Diluar istana pasukan Bandarangin telah menyerbu dan mengalahkan prajurit Lodaya. Bahkan patih Iderkala yang dikirim ke perbatasan elah tewas terlebih dahulu karena berpapasan dengan pasukan Bandarangin. Ketika pertempuran itu sudah merambat ke dalam istana dekat tamansari, barulah Raja Singabarong terbangun dari tidurnya karena mendengar suara ribut-ribut. Sementara si burung merak masih saja terus mematuki kutu-kutu di kepala Raja Singabarong. Jika dilihat secara sepintas dari depan Raja Singabarong terlihat seperti binatang berkepala dua yaitu berkepala harimau dan merak.
"Hai mengapa diluar sana ribut-ribut...!!!" Teriak Raja Singabarong marah.
Namun tak ada jawaban, kecuali berkelebatnya bayangan seseorang yang tak lain dan tak bukan adalah Raja Kelanasewandana.
Raja Singabarong terkejut sekali. "Hai Raja Kelanasewandana mau apa kau datang kemari..??"
"Jangan pura-pura bodoh!!" Sahut Raja Kelanasewandana. "Bukankah kau hendak merampas usahaku dalam memenuhi persyaratan Dewi Sanggalangit..!!"
"Hemm, jadi kau sudah tahu??" Sahut Raja Singabarong dengan penuh rasa malu.
"Ya, maka aku akan menghukummu!!"
Lalu Raja kelanaswandana mengeluarkan kesaktiannya. Seketika kepala Raja Singabarong menjadi berubah. Burung merak yang tadinya hinggap di bahunya lalu menempel dan menyatu dengan kepala Raja Singabarong. Raja Singabarong marah bukan kepalang, lalu ia mencabut kerisnya dan meloncat untuk menyerang Raja Kelanasewandana. Namun Raja Kelanasewandana segera mengayunkan cambuk saktinya yang bernama Samandiman ketubuh Raja Singabarong. Cambuk itu dapat megeluarkan hawa panas dan suaranya seperti halilintar.
Begitu terkena sabetan Cmbuk itu, Raja Singabarong terpental dan mengglepar-glepar diatas tanah. Seketika ubuhnya terasa lemah dan berubah menjadi binatang aneh, berkepala dua yaitu harimau dan merak. Ia tidak dapat berbicara dan akalnya pun hilang. Raja Kelanasewandana segera memerintahka prajuritnya untuk menangkap Singabarong dan membawanya ke negeri Bandarangin.
Beberapa hari kemudian Raja Kelanasewandana mengirim utusan yang memberitahukan Raja Kediri bahwa ia segera datang membawa persyaratan Dewi Sanggalangit. Raja Kediri langsung memanggil Dewi Sanggalangit.
"Anakku apa kau benar-benar bersedia menjadi istri dari Raja Kelanasewandana??"
"Ayahanda, apakah Raja Kelanasewandana sanggup untuk memenuhi semua persyaratan yang telah hamba sampaikan??"
"Tentu saja, Dia akan datang dengan semua persyaratan yang kau ajukan, masalahnya sekarang apakah kau tidak menyesal jika harus menjadi istri Raja Kelanasewandana??".
"Jika hal itu sudah menjadi jodoh, hamba akan menerimanya sebagai Suami hamba ayahanda, dan hamba akan merubah kebiasaan buruk Raja Kelanasewandana yang suka kepada laki-laki itu."
Demikianlah, pada hari yang sudah ditentukan datanglah rombongan Raja Kelanasewandana dengan kesenian yang diberi nama Reog sebagai pengiring. Raja Kelanaswandana datang dengan iringan seratus empat puluh ekor kuda kembar, dengan suara gamelan, kendang, dan terompet aneh yang menimbulkan perpaduan suara aneh tapi merdu dan mendayu-dayu. Ditambah lagi dengan hadirnya binatang aneh yang berkepala dua, yaitu harimau dan merak.
Pada akhirnya Dewi Sanggalangit lalu menikah dengan Raja Kelanaswandana dan Dewi Sanggalangit diboyong ke kerajaan Bandarangin di Wengker ( Ponorogo ) untuk dijadikan permaisurinya. Lalu kesenian ini dinamai sebagai Reog Ponorogo yang sering kita lihat di pertunjukan.
VERSI LAIN
Menurut legenda Reog atau Barongan bermula dari kisah Demang Ki Ageng Kutu Suryonggalan yang ingin menyindir Raja Majapahit, Prabu Brawijaya V. Sang Prabu pada waktu itu sering tidak memenuhi kewajibannya karena terlalu dipengaruhi dan dikendalikan oleh sang permaisuri. Oleh karena itu dibuatlah barongan yang terbuat dari kulit macan gembong (harimau Jawa) yang ditunggangi burung merak. Sang prabu dilambangkan sebagai harimau sedangkan merak yang menungganginya melambangkan sang permaisuri. Selain itu agar sindirannya tersebut aman, Ki Ageng melindunginya dengan pasukan terlatih yang diperkuat dengan jajaran para warok yang sakti mandraguna. Di masa kekuasaan Adipati Batorokatong yang memerintah Ponorogo sekitar 500 tahun lalu, reog mulai berkembang menjadi kesenian rakyat. Pendamping Adipati yang bernama Ki Ageng Mirah menggunakan reog untuk mengembangkan kekuasaannya.
Reog mengacu pada beberapa babad, Salah satunya adalah babad Kelana Sewandana. Babad Klana Sewandana yang konon merupakan pakem asli seni pertunjukan reog. Mirip kisah Bandung Bondowoso dalam legenda Lara Jongrang, Babad Klono Sewondono juga berkisah tentang cinta seorang raja, Sewondono dari Kerajaan Wengker bandarangin, yang hampir ditolak oleh Dewi Sanggalangit dari Kerajaan Kediri. Sang putri meminta Sewondono untuk memboyong seluruh isi hutan ke istana sebagai mas kawin. Demi memenuhi permintaan sang putri, Sewandono harus mengalahkan penunggu hutan, Singa Barong (dadak merak). Namun hal tersebut tentu saja tidak mudah. Para warok, prajurit, dan patih dari Wengker pun menjadi korban. Bersenjatakan cemeti pusaka Samandiman, Sewondono turun sendiri ke gelanggang dan mengalahkan Singobarong. Pertunjukan reog digambarkan dengan tarian para prajurit yang tak cuma didominasi para pria tetapi juga wanita, gerak bringasan para warok, serta gagah dan gebyar kostum Sewandana, sang raja pencari cinta.
Versi lain dalam Reog Ponorogo mengambil kisah Panji. Ceritanya berkisar tentang perjalanan Prabu Kelana Sewandana mencari gadis pujaannya, ditemani prajurit berkuda dan patihnya yang setia, Pujangganong. Ketika pilihan sang prabu jatuh pada putri Kediri, Dewi Sanggalangit, sang dewi memberi syarat bahwa ia akan menerima cintanya apabila sang prabu bersedia menciptakan sebuah kesenian baru. Dari situ terciptalah Reog Ponorogo. Huruf-huruf reyog mewakili sebuah huruf depan kata-kata dalam tembang macapat Pocung yang berbunyi: Rasa kidung/ Ingwang sukma adiluhung/ Yang Widhi/ Olah kridaning Gusti/ Gelar gulung kersaning Kang Maha Kuasa. Unsur mistis merupakan kekuatan spiritual yang memberikan nafas pada kesenian Reog Ponorogo.
Warok
Warok sampai sekarang masih mendapat tempat sebagai sesepuh di masyarakatnya. Kedekatannya dengan dunia spiritual sering membuat seorang warok dimintai nasehatnya atas sebagai pegangan spiritual ataupun ketentraman hidup. Seorang warok konon harus menguasai apa yang disebut Reh Kamusankan Sejati, jalan kemanusiaan yang sejati.
Warok adalah pasukan yang bersandar pada kebenaran dalam pertarungan antara kebaikan dan kejahatan dalam cerita kesenian reog. Warok Tua adalah tokoh pengayom, sedangkan Warok Muda adalah warok yang masih dalam taraf menuntut ilmu. Hingga saat ini, Warok dipersepsikan sebagai tokoh yang pemerannya harus memiliki kekuatan gaib tertentu. Bahkan tidak sedikit cerita buruk seputar kehidupan warok. Warok adalah sosok dengan stereotip: memakai kolor, berpakaian hitam-hitam, memiliki kesaktian dan gemblakan.Menurut sesepuh warok, Kasni Gunopati atau yang dikenal Mbah Wo Kucing, warok bukanlah seorang yang takabur karena kekuatan yang dimilikinya. Warok adalah orang yang mempunyai tekad suci, siap memberikan tuntunan dan perlindungan tanpa pamrih. “Warok itu berasal dari kata wewarah. Warok adalah wong kang sugih wewarah. Artinya, seseorang menjadi warok karena mampu memberi petunjuk atau pengajaran kepada orang lain tentang hidup yang baik”.“Warok iku wong kang wus purna saka sakabehing laku, lan wus menep ing rasa” (Warok adalah orang yang sudah sempurna dalam laku hidupnya, dan sampai pada pengendapan batin).
Syarat menjadi Warok
Warok harus menjalankan laku. “Syaratnya, tubuh harus bersih karena akan diisi. Warok harus bisa mengekang segala hawa nafsu, menahan lapar dan haus, juga tidak bersentuhan dengan perempuan. Persyaratan lainnya, seorang calon warok harus menyediakan seekor ayam jago, kain mori 2,5 meter, tikar pandan, dan selamatan bersama. Setelah itu, calon warok akan ditempa dengan berbagai ilmu kanuragan dan ilmu kebatinan. Setelah dinyatakan menguasai ilmu tersebut, ia lalu dikukuhkan menjadi seorang warok sejati. Ia memperoleh senjata yang disebut kolor wasiat, serupa tali panjang berwarna putih, senjata andalan para warok. Warok sejati pada masa sekarang hanya menjadi legenda yang tersisa. Beberapa kelompok warok di daerah-daerah tertentu masih ada yang memegang teguh budaya mereka dan masih dipandang sebagai seseorang yang dituakan dan disegani, bahkan kadang para pejabat pemerintah selalu meminta restunya.
Gemblakan
Selain segala persyaratan yang harus dijalani oleh para warok tersebut, selanjutnya muncul disebut dengan Gemblakan. Dahulu warok dikenal mempunyai banyak gemblak, yaitu lelaki belasan tahun usia 12-15 tahun berparas tampan dan terawat yang dipelihara sebagai kelangenan, yang kadang lebih disayangi ketimbang istri dan anaknya. Memelihara gemblak adalah tradisi yang telah berakar kuat pada komunitas seniman reog. Bagi seorang warok hal tersebut adalah hal yang wajar dan diterima masyarakat. Konon sesama warok pernah beradu kesaktian untuk memperebutkan seorang gemblak idaman dan selain itu kadang terjadi pinjam meminjam gemblak. Biaya yang dikeluarkan warok untuk seorang gemblak tidak murah. Bila gemblak bersekolah maka warok yang memeliharanya harus membiayai keperluan sekolahnya di samping memberinya makan dan tempat tinggal. Sedangkan jika gemblak tidak bersekolah maka setiap tahun warok memberikannya seekor sapi. Dalam tradisi yang dibawa oleh Ki Ageng Suryongalam, kesaktian bisa diperoleh bila seorang warok rela tidak berhubungan seksual dengan perempuan. Hal itu konon merupakan sebuah keharusan yang berasal dari perintah sang guru untuk memperoleh kesaktian.
Kewajiban setiap warok untuk memelihara gemblak dipercaya agar bisa mempertahankan kesaktiannya. Selain itu ada kepercayaan kuat di kalangan warok, hubungan intim dengan perempuan biarpun dengan istri sendiri, bisa melunturkan seluruh kesaktian warok. Saling mengasihi, menyayangi dan berusaha menyenangkan merupakan ciri khas hubungan khusus antara gemblak dan waroknya. Praktik gemblakan di kalangan warok, diidentifikasi sebagai praktik homoseksual karena warok tak boleh mengumbar hawa nafsu kepada perempuan.
Saat ini memang sudah terjadi pergeseran dalam hubungannya dengan gemblakan. Di masa sekarang gemblak sulit ditemui. Tradisi memelihara gemblak, kini semakin luntur. Gemblak yang dahulu biasa berperan sebagai penari jatilan (kuda lumping), kini perannya digantikan oleh remaja putri. Padahal dahulu kesenian ini ditampilkan tanpa seorang wanita pun.
Reog di masa sekarang
Seniman Reog Ponorogo lulusan sekolah-sekolah seni turut memberikan sentuhan pada perkembangan tari reog ponorogo. Mahasiswa sekolah seni memperkenalkan estetika seni panggung dan gerakan-gerakan koreografis, maka jadilah reog ponorogo dengan format festival seperti sekarang. Ada alur cerita, urut-urutan siapa yang tampil lebih dulu, yaitu Warok, kemudian jatilan, Bujangganong, Klana Sewandana, barulah Barongan atau Dadak Merak di bagian akhir. Saat salah satu unsur tersebut beraksi, unsur lain ikut bergerak atau menari meski tidak menonjol. Beberapa tahun yang lalu Yayasan Reog Ponorogo memprakarsai berdirinya Paguyuban Reog Nusantara yang anggotanya terdiri atas grup-grup reog dari berbagai daerah di Indonesia yang pernah ambil bagian dalam Festival Reog Nasional. Reog ponorogo menjadi sangat terbuka akan pengayaan dan perubahan ragam geraknya.

Artikel Terkait

Previous
Next Post »