KEN AROK - EMPU GANDRING-6

20:42
KEN AROK - EMPU GANDRING-6
Dalam hati penuh keprihatinan Bango Samparan mulai mencari-cari dan akhirnya pada suatu malam, bertemulah di dengan anak itu di tengah jalan! Bukan main girang rasa hati Bango Samparan. Perjumpaann ini dianggapnya pula sebagai petunjuk para Dewata!
“Ken Arok, engkaukah itu?” tergurnya ketika mereka berpapasan di jalan.
“Paman Bango Samparan? Hendak ke manakah, Paman?”
“Mencarimu, anakku. Sudah beberapa hari mencarimu ke Pangkur dan Cempoko, kiranya bertemu di sini.”
“Ada keperluan apakah Paman mencariku?” tanya Ken Arok, kedua kakinya siap untuk melarikan diri kalau orang ini diutus Pak Lurah Lebak untuk menangkapnya.
Bango Samparan bukan seorang bodoh. Dia sudah mendengar tentang kekalahan kekalahan Ken Arok yang menyebabkan Ki dan Nyi Lembong terpaksa menghambakan diri ke di Lebak.

“Aihh, anakku yang baik. Aku sudah mendengar tentang nasibmu yang
amat buruk. Aku merasa kasihan kepadamu dan aku sudah bertemu dengan kedua orang tuamu. Mereka menyerahkan engkau kepadaku untuk memelihara dan mendidikmu.
Marilah, Nak, kau ikut bersamaku ke rumahku dan mulai sekarang engkau kuanggap sebagai anakku sendiri.”

Hampir Ken Arok tak dapat mempercayai pendengarannya sendiri. Dia sudah berkeliaran ke sana sini, sudah sampai ke Dusun Kapundungan, mencari pekerjaan. Akan tetapi siapa memberi pekerjaan kepada seorang anak kecil yang tenaganya belum beberapa kuat? Seringkali dia menderita lapar dan haus, dan hanya hatinya yang kuat dan tabah sajalah yang membuat dia masih dapat bertahan.
Dan kini, dalam perjalanannya menuju ke Dusun Karuman, tiba-tiba saja dia bertemu dengan Ki Bango Samparan, juga seorang penjudi besar, yang tiba-tiba saja menawarkan diri untuk memelihara dan mendidiknya, mengambilnya sebagai anak.
Serta merta dia lalu menjatuhkan diri berlutut di depan kakek itu. “Terima kasih Paman,terima kasih atas kebaikan hati paman kepada aku, anak yang malang ini...”
Paman?

"Engkau sekarang menjadi anakku, harus menyebut bapak kepadaku, ibu
kepada istriku dan saudara kepada anak-anakku!” kata Bango Samparan dengan girang,membangkitkan Ken Arok dan menggandengnya, membawanya pulang ke Karuman.

Ki Bango Samparan mempunyai dua orang istri. Yang pertama bernama Genuk Buntu.
Nyi Genuk Buntu tidak mempunyai anak, oleh karena itu ketika suaminya membawa pulang Ken Arok menjadi anak angkat, Nyi Genuk girang sekali. Apalagi Ken Arok adalah seorang anak yang berwajah tampan dan bertubuh sehat. Tidak kalah oleh anak-anaktirinya.

Istri ke dua Bango Samparan bernama Tirtoyo dan istri muda inilah yang
mempunyai banyak anak. Ada lima orang anaknya, empat pertama laki-laki bernama Panji Bawuk, Panji Kuncang, Panji Kunal dan Panji Kenengkung, sedangkan yang bungsu seorang anak perempuan bernama Cucupuranti, yang sudah menjadi perawan cilik yang manis, sebaya dengan Ken Arok yang sudah berusia empat belas tahun.

Entah kebetulan, memang para dewa memberkahi Bango Samparan lewat Ken Arok, buktinya, ketika ada perjudian besar-besaran, Bango Samparan mengajak Ken Arok dan diapun memperolah kemenangan yang amat besar! Memang tak dapat disangkal bahwa perjalanan hidup manusia ini banyak sekali dipengeruhi oleh “Hal-hal yang kebetulan!"
Yang dinamakan hal yang kebetulan adalah hal-hal yang terjadi di luar persangkaan kita,di luar perhitungan akal, bahkan kadang-kadang merupakan hal yang agaknya tidak mungkin. Banyak manusia mengalami perubahan hidup yang amat besar hanya karena “kebetulan” itulah!
Dan yang kebetulan ini, yang tak dapat diperhitungkan dengan akal ini, itulah yang mujijat, yang gaib, yang tak terjangkau oleh akal pikiran, seolah-oleh sudah “ada yang mengaturnya”. Padahal, semua yang terjadi itu, betapa pun penuh
rahasia, sesungguhnya bersumber dari diri pribadi. Ada orang bicara tentang rejeki.
Orang boleh mencari makan, boleh mencari uang, akan tetapi rejeki orang tidaklah
sama. Seolah-olah pada diri setiap manusia sudah ada takaran dan ukurannya sendiri-sendiri.
Betapapun banyaknya kita mendapatkan hasil, kalau memang takarannya hanya
segelas kecil, maka selebihnya akan tumpah dari gelas itu, meluap dan meluber akhirnya yang tinggal hanya satu gelas itu saja, entah melalui pembiayaan karena sakit, entah karena kehilangan, kebakaran dan lain lagi. Kalau takarannya itu segentong besar, biar nampak air rejeki mengalir sedikit-sedikit, akhirnya akan penuh juga segentong besar karena tidak ada yang tumpah. Dan besar kecilnya takaran atau ukuran inilah yang terletak pada diri sendiri!

Dengan cara hidup kita, dengan isi batin kita yang lahir menjadi perbuatan-perbuatan, maka “takaran” ini bisa saja membesar maupun mengecil!
Hasil yang diperoleh Bango Samparan dan yang dapat menolong keadaannya yang serba sulit itu membuat dia dan istri pertamanya semakin cinta kepada Ken Arok. Akan tetapi,hal ini menimbulkan iri dalam hati para anak istri muda itu, kecuali Cucupuranti tentu saja karena setelah berkenalan, segera nampak keakraban antara Cucupuranti yang manis dengan Ken Arok yang ganteng.
Justru keakraban agak mesra inilah yang membuat hati istri muda Bango Samparan semakin tidak suka. Mulailah terjadi perselisihan dan bentrokan karena Ken Arok dalam keluaga Ki Bango Samparan.
Sejak kecil Ken Arok adalah anak yang miskin, hanya anak keluarga maling. Akan tetapi justru dalam kemiskinannya itu tumbuh suatu keangkuhan yang bukan bersifat kesombongan melainkan harga diri yang tinggi, tidak mau tunduk dan tidak mau merendah terhadap orang lebih kaya. Demikianlah watak Ken Arok.
Melihat betapa keluarga istri muda ayah angkatnya itu tidak suka kepadanya, pada suatu malam dia minggat dari rumah itu.
“Kakang Arok....!” Tiba-tiba terdengar bisikan halus ketika dia sudah meninggalkan
rumah itu dengan diam-diam, di sebuah jalan tikungan yang sunyi. Dia berhenti dan menoleh. Kiranya Cucupuranti yang memanggilnya dan dia pun membalikkan tubuhnya menghadapi perawan remaja itu.

“Kau kah itu, Puranti? Kenapa kau menyusulku? Katakan saja kepada Bapak Bango
Samparan bahwa aku tidak mau lagi kembali ke sana, aku ingin merantau.”

“Aku tidak disuruh oleh Bapak, Kakang.”
“Habis, mau apa kau menyusulku?”
“Kakang Arok, aku mau ikut kalau kau pergi.”
“Ikut? Ehhh..... kenapa? Bukankah kau tinggal senang-senang di rumah bersama
saudara-saudaramu?”

“Tapi aku..... aku tidak mau kau tinggalkan, Kakang.”
Sesuatu yang aneh terjadi dalam dada Ken Arok. Jantungnya berdebar keras dan dia pun melangkah maju. “Puranti, kenapa begitu?”
“Kakang...... aku akan bersedih kalau kau tidak ada. Aku.... aku senang sekali
bersamamu, Kakang Arok.” Dan anak itu pun menangis.

Ken Arok merangkulnya dan Cucupuranti menangis di pundaknya. Ken Arok mengelus rambut yang panjang halus itu. “Aku pun suka kepadamu, Puranti. Akan tetapi aku harus pergi merantau. Tak baik aku makan nasi orang begitu saja tanpa bekerja yang berarti.
Aku akan merantau mencari pekerjaan, dan kalau kelak aku sudah menjadi orang yang berhasil, aku akan datang, menjumpaimu.”
“Benar, Kakang? Dan kau akan mengajakku untuk hidup bersamamu?”
Ken Arok terkejut. “Hidup.... bersamaku? Maksudmu... maksudmu menjadi.... istriku?”
Dari atas dada Ken Arok, dara itu mengangkat mukanya memandang. Kedua pipinya masih basah. Ia mengangguk.
“Apa engkau tidak mau, kakang? Katakanlah engkau suka padaku?”
“Yaaa..... ya.... aku suka, tapi..... ah, bagaimana nanti sajalah, Puranti. Pendeknya, aku berjanji bahwa kelak aku akan menjemputmu.”
Kau tidak akan lupa kepadaku?” tanya dara itu manja.

“Aku? Lupa padamu? Ah, siapa bisa melupakan perawan manis seperti engkau ini?” Dan entah apa yang menggerakkan, tahu-tahu Ken Arok menundukkan mukanya dan bibirnya menyentuh bibir gadis itu, hidungnya menyentuh pipi. Akan tetapi hanya sebentar saja lalu diangkatnya lagi mukanya yang menjadi merah dan dadanya gemetar.
“Kenapa, Kakang? Lagi, Kakang......!” bisik Cucupuranti.
Ken Arok tidak menjawab, lalu kini mencium dengan hidungnya pada pipi kedua gadis itu dengan penuh kasih sayang, lalu melepaskan pelukannya. “Aku pergi, Puranti!” Dan seperti dikejar setan dia pun lari dari situ.

“Kakang Arok......!” Puranti berteriak mengejar, akan tetapi Ken Arok tidak perduli dan berlari semakin cepat sampai lenyap dan gadis itu tidak mampu mengejarnya lagi,melainkan menangis dan pulang memberi laporan bahwa Ken Arok telah minggat.
Setelah lari agak jauh, Ken Arok berhenti. Napasnya terengah-engah, bukan karena lari tadi melainkan hal lain. Dia merasa terheran-heran dan tidak sadar bahwa dia mulai menginjal akhil balik, masa remaja yang mulai dewasa, sudah menginjak masa birahi.
BERSAMBUNG - KEN AROK - EMPU GANDRING 7.

Artikel Terkait

Previous
Next Post »