TUBAN

22:55
SEJARAH TUBAN
KISAH PEMBERONTAKAN RONGGOLAWE
BABAD SEJARAH :
Masyarakat Tuban tidak bisa dipisahkan dari legenda Ronggolawe dan Brandal Lokajaya. Legenda itu begitu kental dan menyejarah sehingga sedikit banyak mewarnai pembentukan sistem nilai pribadi dan sosial. Elite politik sering kali memanfaatkan untuk kepentingan dan pencapaian target politiknya.
Legenda Ronggolawe versi masyarakat Tuban berbeda dengan naskah sejarah seperti ditulis kitab Pararaton maupun Kidung Ranggolawe.
Menurut Kidung Ranggolawe, tindakan ngraman (berontak) Ronggolawe dilancarkan setelah tuntutannya agar pengangkatan Empu Nambi sebagai Patih Amangkubumi Majapahit dianulir.
Rudapaksa politik yang menurut Pararaton terjadi pada tahun 1295 itu berakhir tragis. Raja Kertarajasa Jayawardhana menolak tuntutan Ronggolawe tersebut.
Pasukan dikirim untuk menyerang Ranggolawe. Akhirnya Ronggolawe diperdayai untuk duel di Sungai Tambak Beras. Dia pun tewas secara mengenaskan oleh Mahisa Anabrang.
Bagi masyarakat Tuban, Ronggolawe bukanlah pemberontak, tetapi pahlawan keadilan. Sikapnya memprotes pengangkatan Nambi, karena figur Nambi kurang tepat memangku jabatan setinggi itu.
Nambi tidak begitu besar jasanya terhadap Majapahit. Masih banyak orang lain yang lebih tepat seperti Lembu Sora, Dyah Singlar, Arya Adikara, dan tentunya dirinya sendiri.
Ronggolawe layak menganggap dirinya pantas memangku jabatan itu. Anak Bupati Sumenep Arya Wiraraja ini besar jasanya terhadap Majapahit.
Ayahnya yang melindungi Kertarajasa Jayawardhana ketika melarikan diri dari kejaran Jayakatwang setelah Kerajaan Singsari jatuh (Kertarajasa adalah menantu Kertanegara, Raja Singasari terakhir).
Ronggolawe ikut membuka Hutan Tarik yang kelak menjadi Kerajaan Majapahit. Dia juga ikut mengusir pasukan Tartar maupun menumpas pasukan Jayakatwang.
Bagi masyarakat Tuban, Ronggolawe adalah korban konspirasi politik tingkat tinggi. Penyusun skenario sekaligus sutradara konspirasi politik itu adalah Mahapati, seorang pembesar yang berambisi menjadi patih amangkubumi.
Melalui skenarionya, Lembu Sora, paman Ronggolawe yang membunuh Mahisa Anabrang akhirnya dibunuh oleh pasukan Nambi melalui tipu daya yang canggih.
Empu Nambi sendiri mati dengan tragis.
Dia diserang pasukan Majapahit pada saat pemerintahan Raja Jayanegara karena bisikan Mahapati bahwa Nambi ngraman. Kidung Sorandaka mencatat, Mahapati menggapai ambisinya dan dilantik menjadi patih amangkubumi tahun 1316.
Ranggalawe adalah salah satu pengikut Raden Wijaya yang berjasa dalam perjuangan mendirikan Kerajaan Majapahit, namun meninggal sebagai “pemberontak” pertama dalam sejarah kerajaan ini. Nama besarnya dikenang sebagai pahlawan oleh masyarakat Tuban, Jawa Timur, sampai saat ini.
Pada tahun 1292 Masehi, Ranggalawe diminta untuk membantu Raden Wijaya membuka Hutan Tarik (di sebelah barat Tarik, Sidoarjo sekarang) menjadi sebuah desa pemukiman bernama Majapahit.
Konon, nama Ranggalawe sendiri merupakan pemberian Raden Wijaya. Lawe merupakan sinonim dari wenang, yang berarti “benang”, atau dapat juga bermakna “kekuasaan”. Maksudnya ialah, Ranggalawe diberi kekuasaan oleh Raden Wijaya untuk memimpin pembukaan hutan tersebut.
Raden Wijaya menjadi raja pertama Kerajaan Majapahit. Menurut Kidung Ranggalawe, atas jasa-jasanya dalam perjuangan Rangga Lawe diangkat sebagai bupati Tuban yang merupakan pelabuhan utama di Jawa bagian timur saat itu Pararaton mengisahkan Rangga Lawe memberontak terhadap Kerajaan Majapahit karena dihasut seorang pejabat licik bernama Mahapati.
Kisah yang lebih panjang terdapat dalam Kidung Panji Wijayakrama dan Kidung Rangga Lawe. Ketidak puasan dengan kedudukan yang diperoleh serta nuansa lingkup intrik politik dalam istana, telah menjadikan peristiwa Rangga Lawe ini menjadi sumber timbulnya pemberontakan dalam dua dasawarsa yang pertama dari sejarah kerajaan yang baru tersebut.
Pararaton menyebut pemberontakan Ranggalawe terjadi pada tahun 1295 Masehi, namun dikisahkan sesudah kematian Raden Wijaya. Menurut naskah ini, pemberontakan tersebut bersamaan dengan Jayanagara naik takhta.
Sedangkan menurut Nagarakretagama, Raden Wijaya meninggal dunia dan digantikan kedudukannya oleh Jayanagara terjadi pada tahun 1309 Masehi. Akibatnya, sebagian sejarawan berpendapat bahwa pemberontakan Ranggalawe terjadi pada tahun 1309 Masehi, bukan 1295 Masehi.
Seolah-olah pengarang Pararaton melakukan kesalahan dalam penyebutan angka tahun. Nagarakretagama juga mengisahkan bahwa pada 1295 Masehi Jayanagara diangkat sebagai yuwaraja atau raja muda di istana . Selain itu Kidung Panji Wijayakrama dan Kidung Ranggalawe dengan jelas menceritakan bahwa pemberontakan Ranggalawe terjadi pada masa pemerintahan Raden Wijaya, bukan Jayanagara.
Sementara itu, Nagarakretagama sama sekali tidak membahas pemberontakan Ranggalawe. Hal ini dapat dimaklumi karena naskah ini merupakan sastra pujian sehingga penulisnya, Mpu Prapanca, merasa tidak perlu menceritakan pemberontakan seorang pahlawan yang dianggapnya sebagai aib.
Diceritakan dalam Kidung Ranggalawe, suatu hari Ranggalawe menghadap Raden Wijaya di ibukota dan langsung menuntut agar kedudukan Nambi digantikan Sora. Namun Sora sama sekali tidak menyetujui hal itu dan tetap mendukung Nambi sebagai patih.
Karena tuntutannya tidak dihiraukan, Ranggalawe membuat kekacauan di halaman istana. Sora keluar menasihati Ranggalawe, yang merupakan keponakannya sendiri, untuk meminta maaf kepada raja.
Namun Ranggalawe memilih pulang ke Tuban. Oleh Mahapati yang licik, Nambi diberitahu bahwa Ranggalawe sedang menyusun pemberontakan di Tuban. Maka atas izin raja, Nambi berangkat memimpin pasukan Majapahit didampingi Lembu Sora dan Kebo Anabrang untuk menghukum Ranggalawe.
Sementara itu tentara Majapahit telah dipersiapkan untuk bergerak ke Tuban. Para simpatisan Rangga Lawe yang bergerak ke Tuban, menyeberangi Sungai Tambak Beras. Banyak di antara mereka yang hanyut dibawa arus air; yang tersusul oleh tentara Majapahit, Rangga Lawe sendiri terlibat dalam peperangan melawan tentara Nambi. Rangga Lawe berhasil menusuk kuda Nambi namun Nambi lepas dari tikaman, cepat-cepat lari ke arah Sungai Tambak Beras bergabung dengan pasukan Majapahit.
Kidung Ranggalawe
Pasukan Majapahit kemudian mengepung tentara Tuban dari tiga jurusan, dari timur barat dan utara. Masing-masing pasukan di bawah pimpinan Mahisa Anabrang, Gagak Sarkara dan Mayang Sekar.
Pasukan yang menyerang dari jurusan timur, di bawah pimpinan Mahisa Anabrang, segera terlibat dalam pertempuran. Mahisa Anabrang kehilangan kudanya, tentara Majapahit dipukul mundur. Mahisa Anabrang yang berhasil melepaskan diri dari maut, menghadang Rangga Lawe di tepi Sungai Tambak Beras bersama kuda barunya merendam di dalam air, untuk menyegarkan kembali badannya.
Mendadak Ranggalawe, yang mengendarai Nila Ambara, menyambarnya. Kuda Nila Ambara kena tusuk tombak. Rangga Lawe jatuh ke dalam air, namun berhasil memanjat karang padas. Mahisa Anabrang menariknya kembali ke dalam air.
Terjadilah Pergumulan antara Mahisa Anabrang dan Rangga Lawe di dalam air. Dalam perkelahian sengit itu, Mahisa Anabrang berhasil mengepit leher Ranggalawe, Rangga Lawe terengah-engah kehabisan tenaga. Dengan mudah Kebo Anabrang mengepitnya lagi di bawah ketiak.
Lembu Sora yang menyaksikan pergumulan itu dari dekat, menabuh belas kasihan kepada Ranggalawe. Ia turun ke dalam air untuk menusuk Anabrang dari belakang. Rangga Lawe lepas dari kepitan, namun telah lemas.
Rangga Lawe dan Anabrang mati bersama-sama dalam Sungai Tambak Bera.Pembunuhan terhadap rekan sekubu inilah yang kelak menjadi penyebab kematian Lembu Sora pada tahun 1300 Maseh.
Kisah lainnya....
Asal - Usul Tuban Jawa Timur
Dinamakan Tuban. Dulunya Tuban bernama Kambang Putih Sudah sejak abad ke-11 sampai 15 dalam berita-berita para penulis China (pada jaman dinasti Song Selatan 1127-1279 dan dinasti Yuan (Mongol) 1271-1368 sampai jaman dinasti Ming th.1368-1644 5)
Tuban disebut sebagai salah satu kota pelabuhan utama di pantai Utara Jawa yang kaya dan banyak penduduk Tionghoanya. Orang Cina menyebut Tuban dengan nama Duban atau nama lainnya adalah Chumin.
Pasukan Cina-Mongolia (tentara Tatar), yang pada th. 1292 datang menyerang Jawa bagian Timur (kejadian yang menyebabkan berdirinya kerajaan Majapahit) mendarat di pantai Tuban.
Dari sana pulalah sisa-sisa tentaranya kemudian meninggalkan P.Jawa untuk kembali ke negaranya6 (Graaf, 1985:164). Tapi sejak abad ke 15 dan 16 kapal-kapal dagang yang berukuran sedang saja sudah terpaksa membuang sauh di laut yang cukup jauh dari garis pantai.
Sesudah abad ke 16 itu memang pantai Tuban menjadi dangkal oleh endapan lumpur. Keadaan geografis seperti ini membuat kota Tuban dalam perjalanan sejarah selanjutnya sudah tidak menjadi kota pelabuhan yang penting lagi (Graaf, 1985:163).Untuk mengurangi kesimpang siuran tentang hari jadi kota Tuban Bupati Kepala Daerah Tingkat II Tuban (waktu itu dijabat Drs. Djoewahiri Martoprawiro), menetapkan tanggal 12 Nopember 1293 sebagai hari jadi kota Tuban7.
Panitia kecil yang dibentuk oleh Pemerintah Daerah Tingkat II Tuban waktu itu memberi alasan bahwa ditetapkannya tanggal tersebut karena bertepatan dengan diangkatnya Ronggolawe sebagai Adipati Tuban. Ronggolawe dianggap sebagai pahlawan bagi rakyat Tuban, dan dianggap sebagai Bupati pertama Tuban.
Seperti halnya dengan kota-kota lain di Jawa pada umumnya sumber sejarah kota Tuban sangat sulit didapat. Bahan tulisan yang ada penuh dengan campuran antara sejarah dan legenda. Buku “Babad Tuban” yang ditulis oleh Tan Khoen Swie (1936)
Letaknya sumber air bersih tersebut (Sumur Srumbung) berjarak kurang lebih 10 m dekat pantai, tapi sumur (sumber air) tersebut tetap tawar dan segar,sumur srumbung ini dikisahkan bebas jejak perdebatan antara pendeka dari china dengan sunan Bonang, yang pada akhirnya sunan bonan menancapkapkan tongkatnya di bibir pantai yang akhirnya keluar air yang tawar..yang sekarang hampir hilang terkena abrasi yang diakibatkan gelombang laut yangterus mengikis bibir pantai utara tanah jawa.
Sumber lain tentang sejarah dan legenda tentang kota Tuban lihat: Soeparmo, R. (1983), Tujuh Ratus Tahun Tuban, dan buku: Hari Jadi Tuban (1987), Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Tuban.
Tuban, yang kalau dilihat dari arah laut, seolah-olah seperti batu putih yang terapung (watu kambang putih dalam bahasa Jawa). Sumber ini didapat dari buku : Soeparmo, R. (1983), Tujuh Ratus Tahun Tuban, dan buku Hari Jadi Tuban (1987), Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Tuban.
Laporan Ma Huan yang mengiringi Cheng Ho dalam pelayaran ke 3 (1413-1415), mencatat bahwa kalau orang Cina pergi ke jawa, kapal-kapal lebih dulu sampai ke Tuban, baru kemudian meneruskan perjalanannya ke Gresik, kemudian dilanjutkan ke Surabaya, baru dari sana menuju ke pusat kerajaan Majapahit (di daerah sekitar Mojokerto sekarang) dengan memakai perahu kecil lewat sungai Brantas. (dikutip dari :Ying Yai Sheng Lan dalam buku Nusa Jawa, Denys Lombard Jilid 3)
Diposkan oleh @lee Read One di 14.34
Label: Hystory and Culture
KISAH LAIN.....
Kabupaten Tuban
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Kabupaten Tuban adalah sebuah kabupaten di Jawa Timur, Indonesia. Ibu kotanya berada di kota Tuban. Luasnya adalah 1.904,70 km² dan panjang pantai mencapai 65 km. Penduduknya berjumlah sekitar 1 juta jiwa. Tuban disebut sebagai Kota Wali karena Tuban adalah salah satu kota di Jawa yang menjadi pusat penyebaran ajaran Agama Islam namun beberapa kalangan ada yang memberikan julukan sebagai kota tuak karena daerah Tuban sangat terkenal akan penghasil minuman (tuak & legen) yang berasal dari sari bunga siwalan (ental). Beberapa obyek wisata di Tuban yang banyak dikunjungi wisatawan adalah Makam Wali, contohnya Sunan Bonang, Makam Syeh Maulana Ibrahim Asmaraqandi (Palang), Sunan Bejagung dll. Selain sebagai kota Wali, Tuban dikenal sebagai Kota Seribu Goa karena letak Tuban yang berada pada deretan Pegunungan Kapur Utara. Bahkan beberapa Goa di Tuban terdapat stalaktit dan Stalakmit. Goa yang terkenal di Tuban adalah Goa Akbar, Goa Putri Asih, dll. Tuban terletak di tepi pantai pulau Jawa bagian utara, dengan batas-batas wilayah: utara laut Jawa, sebelah timur Lamongan, sebelah selatan Bojonegoro, dan barat Rembang dan Blora Jawa Tengah
Nama-nama Bupati Tuban
Mengetahui sejarah Tuban belum lengkap tanpa mengetahui nama-nama bupati yang pernah memimpin Kabupaten Tuban tercinta ini. Periode kepemimpinan di Kabupaten Tuban dapat dikelompokkan menjadi dua periode yaitu sebelum kemerdekaan dan setelah kemerdekaan. Berikut nama-nama Bupati Tuban beserta periode kepemimpinannya:
Nama Bupati sebelum kemerdekaaan Republik Indonesia (1945):
1. RA. DANDANG WATJONO ( 1264-1282 )
2. RH. RONGGOLAWE ( 1282-1291 )
3. RH. SIROLAWE ( 1291-1306 )
4. RA. SIROWENANG ( 1306-1326 )
5. RH. LENO ( 1326-1349 )||
6. RH. DIKORO ( 1349-1401 )||
7. RA. TEJO ( 1401-1419 )
8. RH. WILWOTIKTO ( 1419-1460 )
9. KH. NGRASEH ( 1460-1507 )
10. KA. GELILANG ( 1507-1553 )
11. KA. BATUBANG ( 1553-1573 )
12. RH. BALEWOT ( 1573-1628 )
13. P. SEKARTANJUNG ( 1628-1661 )
14. P. NGANGSAR ( 1661-1668 )
15. P.H. PERMALAT ( 1669-1686 )
16. P. SALAMPE ( 1686-1707)
17. P.H. DALAM ( 1700-1707 )
18. P. POJOK ( 1707-1723 )
19. P. ANOM ( 1723-1730 )
20. P. SOEDJONO POETRO ( 1730-1737 )
21. RA. BALABAR ( 1737-1748 )
22. P. SOEDJONO POETRO ( 1748-1755
23. RA. JOEDONGORO ( 1755-1766 )
24. RA. SURYO DININGRAT ( 1766-1773 )
25. RA. DIPOSENO ( 1773-1779 )
26. KT. TJOKRONEGORO ( 1779-1792 )
27. KT. POERWONEGORO ( 1792-1799 )
28. K. LIEDER SOERODINEGORO ( 1799-1802 )
29. R. SOEROADIWIDJOJO ( 1802-1814 )
30. P.TJITROSUMO VI ( 1814-1821 )
31. P.TJITROSUMO VII ( 1821-1841 )
32. P.TJITROSUMO VIII ( 1841- 1861 )
33. P.TJITROSUMO XI ( 1861-1883 )
34. RM SOEMOBROTO ( 1883-1893 )
35. RA. KOESOEMADIGDO ( 1893-1909 )
36. RA. PRINGGOWINOTO ( 1909-1919 )
37. RA. PRINGGODIGDO ( 1919-1927 )
38. R.M.A.A. KOESUMOBROTO ( 1927-1944 )
39. RT. SOEDIRMAN H ( 1944-1946)
Nama Bupati setelah kemerdekaan Republik Indonesia ( 1945 )
1. KH. MOESTA’IN (1946-1956)
2. R. SOENDAROE (1956-1958)
3. R.ISTOMO (1958-1959)
4. R. SANDJOJO (1959-1960)
5. M. WIDAGDO (1960-1968)
6. R. SOEPARMO (1968-1970)
7. R.H. IRCHAMNI (1970-1975)
8. MOCH. MASDUKI (1975-1980)
9. SOERATI MOESRAM (1980-1985)
10. Drs. DJOEWAHIRI MARTO PRAWIRO (1985-1991)
11. Drs. SJOEKOR SOETOMO (1991-1995)
12. H. HINDARTO (1996-2001)
13. Dra. H. HAENY RELAWATI RINI WIDYASTUTI, M.Si (2001-2006)
14. Dra. H. HAENY RELAWATI RINI WIDYASTUTI, M.Si (2006-2011)
15. Drs. KH.FATHUL HUDA,M.M. (2011-Sekarang).
Itulah nama-nama bupati yang pernah memimpin kabupaten Tuban.
ASAL USUL NAMA TUBAN...
Kota Tuban memiliki asal usul dalam beberapa versi yaitu yang pertama disebut sebagai TU BAN yang berarti waTU tiBAN (batu yang jatuh dari langit) yaitu batu pusaka yang dibawa oleh sepasang burung dari Majapahit menuju Demak, dan ketika batu tersebut sampai di atas Kota Tuban, batu tersebut jatuh dan dinamakan Tuban.
Adapun versi yang kedua yaitu berarti meTU BANyu berarti keluar air, yaitu peristiwa ketika Raden Dandang Wacana (Kyai Gede Papringan) atau Bupati Pertama Tuban yang membuka Hutan Papringan dan anehnya, ketika pembukaan hutan tersebut keluar air yang sangat deras. Hal ini juga berkaitan dengan adanya sumur tua yang dangkal tapi airnya melimpah, dan anehnya sumur tersebut dekat sekali dengan pantai tapi airnya sangat tawar.
Ada juga versi ketiga yaitu TUBAN berasal dari kata 'Tubo' atau Racun yang artinya sama dengan nama kecamatan di Tuban yaitu Jenu.
oleh setiym hadi

Artikel Terkait

Previous
Next Post »